29. Khawatir

1.9K 60 5
                                    

Rizal berkali-kali mencoba menelepon Shifa, bahkan ratusan pesan telah ia kirim. Namun hasilnya sama saja, Shifa tidak bisa terhubung dalam telepon dan pesan-pesannya tidak dibacanya. Rizal tidak akan menghujami Shifa dengan puluhan panggilan dan ratusan pesan jika ia bisa bertemu Shifa hari ini. Rizal sendiri lebih menyukai bercakap langsung. Tapi kenyataannya, Shifa tidak berangkat ke sekolah hari ini. Parahnya pula, sedari kemarin Shifa sama sekali tidak bisa dihubungi.

Rizal jelas khawatir. Rizal bingung setengah mati. Ia heran apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam diri Shifa.

Ia juga sempat menanyakan pada kedua sahabat Shifa yaitu Chesa dan Gia dan mereka pun sama-sama tidak tahu. Chesa dan Gia juga tidak mendapati kabar apapun dari Shifa sejak kemarin sore setelah pulang sekolah.

"Kamu kenapa?" celetuk Rizal dengan menge-zoom foto Shifa dengannya beberapa hari lalu.

"Samperin rumahnya nanti pulsek kan bisa," ujar Bagas tiba-tiba.

Rizal menghela napas, "Ada rapat OSIS buat pemantapan HUT sekolah," jawabnya.

"Pulang rapat kan bisa," balas Bagas tegas.

Rizal menyandarkan punggungnya, "Gue khawatir, gue rasa kemarin ada sesuatu yang terjadi sama Shifa. Perasaan gue nggak tenang sejak kemarin, Gas."

"Heleh bilang aja lo kangen," sanggah Bagas.

Rizal beralih memandang Bagas, "Ya emang sih," timpal Rizal sedikit terkekeh.

"Nggak usah ribet. Kangen ya samperin. Khawatir ya samperin."

Rizal menanggapinya hanya ber-hmm saja.

☆☆☆

"Lo seriusan Ches?" tanya Gia tak santai.

Chesa membuka ponselnya dan menampilkan beberapa foto yang ia dapat dari salah seorang kakak kelas. Ia menunjukkan foto-foto tersebut pada Gia.

"Ini Shifa kemarin habis dilabrak Natasha d'geng, terus sempet ditampar juga katanya tuh kakel dan hp Shifa juga dibanting sama Natasha. Dia ngeliat kejadian langsung pas dia juga lagi makan di kafe ini," jelas Chesa.

Gia mengangguk-angguk.

"Nih cowok siapa? Kok meluk Shifa?" Tanya Gia terheran karena pada slide selanjutnya menampilkan foto Shifa tengah berpelukan dengan seorang laki-laki berseragam putih abu-abu.

"Dugaan gue sih pasti Angga. Ya mau siapa lagi yang pake seragam putih abu-abu di hari Rabu gini, ya pasti anak SMA kan, Angga juga kan anak SMA sebelah," timpal Chesa.

"Si Rizal dah tahu belum soal Shifa dilabrak Natasha?" tanya Gia polos.

Chesa melenguh, "Belom kali," jawabnya.

"Gue kasih tahu aja ya?"

"Iya sih kasih tahu aja, Gi. Gue juga khawatir sama keadaan Shifa."

Gia dengan segera mengetik pesan kepada Rizal yang berisi penjelasan bahwa Shifa dilabrak oleh Natasha D'Geng. Gia juga mengirimkan foto-foto buktinya.

"Eh, yang Shifa dipeluk Angga ini dikirim nggak, Ches?"

"Serah lo, deh. Rizal juga pasti nggak marah, dia kan penyabar hahaha."

Gia mengangguk-angguk. Gia pun juga mengirimkan satu foto yang Shifa tengah dipeluk oleh Angga.

☆☆☆

Rizal malah menjadi tidak tenang lagi. Setelah membuka dinding pesannya dengan Gia, ia menjadi khawatir terhadap Shifa. Jujur saja, Rizal sedari tadi menahan diri untuk tidak menyerbu Natasha dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai dirinya yang telah melabrak Shifa. Rizal ingin sekali marah bahkan ingin menampar Natasha. Bagaimana bisa Natasha seorang perempuan baik bagi Rizal justru beraninya menampar sesama perempuan pula? Rizal tak habis pikir. Rizal menyesal untuk kali ini. Rizal menyesal telah menganggap Natasha perempuan yang baik.

Ditambah lagi saat melihat foto Shifa yang tengah berpelukan dengan laki-laki SMA. Rizal sudah pastikan bahwa laki-laki itu adalah Angga, sang mantan pacar Shifa. Rizal kecewa terhadap dirinya sendiri. Rizal ingin menyalahkan dirinya. Mengapa disaat Shifa membutuhkan dirinya, ia malah tidak ada? Rizal merasa ia tak bisa menjaga dan melindungi Shifa dengan benar. Rizal akui memang dirinya cemburu. Namun ia tahu kondisinya Shifa saat itu bagaimana. Shifa membutuhkan pertolongan, dan Angga lah yang muncul untuk merengkuh Shifa saat itu. Tetapi Rizal masih saja terus cemburu jika melihat foto tersebut. Ada sedikit rasa kesal dalam dirinya.

Kekesalan Rizal semakin memuncak, ia berkali-kali mengecek jam tangan yang melingkar ditangan kanannya. Ia berpikir akan sampai pukul berapa rapat ini selesai. Rizal sudah tidak sabar untuk menghampiri Shifa.

"Lo pulang aja sono, muka lo gak enak dilihat banget," hardik Hanjaya pada Rizal.

Bagaimana Hanjaya tak muak jika memandang Rizal terus-menerus dengan wajah kusutnya. Rizal juga setiap diajak bicara selalu dijawab seadanya.

"Rapat belom selesai, bego." balas Rizal.

Hanjaya menimpali, "Lo pulang aja sono, enek gue lihat lo kayak gini. Gue nggak suka sebenernya sama orang yang bawa-bawa masalah pribadi ke organisasi, tapi karna muka lo bikin gedek abis, yaudah gue izinin lo pulang."

"Sorry sorry, Jay," ujar Rizal merasa bersalah.

"Kenapa sih lo?" Tanya Hanjaya yang sejujurnya ingin tahu.

"Shifa dilabrak Natasha kemaren di kafe sebelah," jawab Rizal malas.

"Wah khawatir lo pasti sama dedek gemes lo sampe muka kucel gini, hahaha. Eh tapi kok gue seharian ini gak nemuin Shifa ya?"

Rizal menyandarkan punggungnya, "Dia nggak berangkat."

"Pasti ada apa-apa tuh bocah cilik," ujar Hanjaya.

Rizal berdehem, "Lo yakin nyuruh gue pulang, Jay?" Tanya Rizal dengan tatapan serius.

"Nggak. Tunggu nanti sampe selesai. Cuma masalah cewek juga," cerca Hanjaya kesal.

"Asem!" Seru Rizal kecewa.

☆☆☆

ROMANSA ANAK SMKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang