Perayaan ulang tahun sekolah SMK 7 Seni untuk tahun ini sungguh luar biasa. Jika umumnya acara digelar pada pagi sampai siang hari, tahun ini perayaan dilaksanakan pada malam hari. Tema yang diusung oleh pihak OSIS yaitu pelepasan 1000 lampion bersama. Tak lupa juga akan menampilkan musik band karya siswa, bahkan ada penampilan dari penyanyi dangdut pilihan seluruh warga sekolah.
Seluruh warga sekolah diwajibkan hadir pada pukul tujuh malam. Suasana sudah nampak riuh sebelum pukul tujuh. Banner-banner kebanggan jurusan masing-masing sudah tertempel rapi. Bahkan perkumpulan siswa dari berbagai jurusan sudah berdiri rapi sesuai banner jurusan.
Namun lain halnya dengan Shifa, ia justru sampai di sekolah pada pukul setengah delapan malam. Memang sengaja karena ia tidak mau berkumpul dengan rombongan jurusan yang sangat senioritas.
Shifa berdiri sendiri di depan ruang OSIS menyaksikan jalannya acara. Ia sendiri bahkan terheran, sudah berdiri di depan ruang OSIS malah tak menjumpai perangai Rizal. Matanya melirik kesana kemari, tapi sama saja Rizal tak terlihat.
"Hish, dimana sih?!" Gerutu Shifa kesal.
"Nyari siapa?" Tiba-tiba suara khas terdengar lembut di telinga Shifa. Benar saja, Rizal berada di belakang dengan wajah lusuh dan tampak lelah.
"Loh ternyata di belakang ku."
"Maaf ya, nanti aku nggak janji bisa nerbangin lampion bareng. Soalnya urusannya banyak banget ini jadi panitia."
Shifa sudah menduga. Baginya juga tidak masalah, tidak menerbangkan lampion pun Shifa juga biasa saja.
"Iya, gapapa. Masih bertanggung jawabkan sama acara ini, ya silahkan kakak laksanakan dengan baik." Shifa tersenyum.
"Aku tinggal ya," ujar Rizal sembari berjalan pelan.
Shifa hanya tersenyum kecil. Ia lalu duduk seadanya di depan ruang OSIS dan tak memedulikan siapapun. Lalu terpasanglah headset di telinganya, Shifa telah hanyut dalam kesendirian ditengah keramaian.
Jangan tanyakan kemana perginya Chesa maupun Gia, sebagai pecinta musik dangdut jawa mereka jelas sudah berdiri didepan panggung.
Sudah saatnya memasuki puncak acara, tepat pukul 9 malam, warga sekolah yang ingin menerbangkan lampion sudah siap dengan lampion ditangan mereka dan berkumpul menjadi satu di lapangan utama. Shifa yang sedari tadi hanya duduk dengan mendengarkan musik pribadinya tiba-tiba bahunya di puk-puk oleh kekasihnya.
Mata Shifa berbinar. Senyuman langsung terlihat begitu saja. Bahagia bukan main. Rizal datang menghampirinya dengan membawa satu lampion. Shifa pun berdiri, dan mengikuti langkah Rizal menuju lapangan utama. Mereka tidak mengambil posisi di tengah lapangan, dikarenakan sudah penuh dan berdesakkan. Akhirnya mereka hanya berdampingan di pinggir lapangan.
"Sini deketan," pinta Rizal agar Shifa lebih dekat lagi dengan dirinya.
Shifa tersenyum malu-malu, dan matanya menatap bawah.
"Momen romantis gratis harusnya kamu antusias, jangan diem-dieman gini."
Shifa lagi-lagi tersenyum kecil dan menatap manik mata Rizal. "Gak tau, gak bisa diungkapin. Terharu aja." Ucap Shifa.
"Buat kamu, biar nggak sedih." Rizal memberikan lampion yang ia pegang pada Shifa. "Kamu yang nerbangin ya, aku ngeliatin kamu aja."
"Kok gitu?" Shifa terheran. Lagipula kan bisa diterbangkan berdua. Hasiqq.
"Mau manfaatin waktu ngeliatin kamu terus, soalnya nggak lama lagi kan aku lulus."
"Kita masih bisa jalan bareng kalik, ya ampun."
Rizal tersenyum kaku. Sebenarnya tak sanggup untuk mengatakan hal yang membuat dirinya pun sakit.
"Aku mau ngomong," ucap Rizal.
Shifa menatap Rizal, "Ya ngomong aja."
"Langkah kakiku udah nggak bisa jalan seirama sama kakimu."
Shifa tak bodoh akan maksud tersirat Rizal, ia mengernyit, "Kakak minta putus?"
"Berat buat ngomong putus. Tapi ini akhirnya aku sama kamu."
"Kenapa tiba-tiba gini? Kakak ada masalah? Kenapa nggak cerita?" Suara Shifa hampir menangis. Ia kuat-kuatkan agar mampu menyelesaikan percakapan ini tanpa air mata.
"Nggak ada pilihan lain, Shif. Aku mengorbankan perasaan ini buat masa depan aku juga keinginan keluarga. Jangan mikir kalau aku dapet cewek baru atau apalah itu. Aku begini karena cita-cita."
"Cita-cita apa?"
"Nggak perlu kamu tahu. Kelak lihat aja. Kita sama-sama jalan masing-masing ya, kejar impian kamu begitupun aku. Kalau jodoh pasti kita kembali kok. Jangan khawatir."
"Kakak mau jadi apa kok sampe aku yang harus dikorbanin?" Ungkap Shifa tak tertahan lagi.
Rizal gemas sekali ingin memeluk Shifa. Ia tidak tega melihat orang yang amat ia sayangi saat ini nampak kacau sekali. Namun lagi-lagi ia disadarkan bahwa ia sedang berada di area sekolah.
"Duh jadi pengen meluk kamu," ujar Rizal agar suasana tak begitu menengangkan.
Shifa mendesis kesal.
"Yaudah gini aja, kalo aku minta kamu jaga hati kamu buat aku bisa nggak?" Tawar Rizal.
"Hah?" Shifa sama sekali tak paham akan maksud Rizal yang super aneh ini.
"Komitmen aja, bisa nggak?"
"Gak jelas tau Kakak tuh."
"Yaudah oke, aku bakal jaga hati buat kamu sepenuhnya. Tunggu sepuluh tahun lagi mungkin aku bakal nemuin orang tua kamu buat meminta kamu." Ungkap Rizal tegas.
"Apansih aneh. Tadi minta putus sekarang minta komitmen, maunya kakak tuh apa?!"
"Kita putus tapi ya itu tadi, aku minta komitmenmu buat aku."
"Gak tau, terserah kakak. Males lama-lama berdiri disini." Ketika Shifa hendak pergi, tangan Rizal telah lebih cepat mencekal menahan Shifa agar tak berpaling.
"Aku mau jadi tentara, Shif!" Ucap Rizal setengah teriak.
Shifa terdiam.
Tentara?
Rizal ingin jadi Tentara?
Sungguh diluar dugaannya. Ia kira, Rizal akan melanjutkan kuliah di luar negeri. Ternyata aslinya seperti ini.
Saat momen Rizal maupun Shifa sedang gundah-gundahnya, lampion sebentar lagi akan diterbangkan.
"Ungkapin wish kamu sebelum lampionnya terbang." Pinta Rizal.
Shifa masih tercengang akan pengakuan Rizal, membuat otaknya berkali-kali berfikir.
"Aku memang gak suka dengar pilihan mantan pacar yang pengen jadi tentara. Tapi, itulah jalan hidup yang dipilihnya. Aku pengen Kak Rizal sukses dengan impiannya selama ini. Dan aku, hanya bisa mendukung, mendoakan. Tuhan, jaga selalu raganya, untuk waktu yang akan datang aku tidak lagi bisa memastikan bahwa dia baik-baik saja. Lindungi pula jiwanya, agar selalu memiliki imam yang kokoh di jalan-Mu. Buat Kakak yang denger ini, sekaligus yang sudah menyandang mantan pacar Shifa, Shifa bisa menjaga hati ini selalu buat kakak. Shifa mau menunggu kakak sampai kakak menjemput Shifa. Dan kakak jangan sampai lupa kalau ada seseorang yang selalu menantikan kakak di hidupnya, yaitu aku. Dear Rizal Wijaya, aku menyayangimu." Lalu terbanglah lampion milik Shifa bersama ratusan lampion lainnya.
"Ini alasannya kenapa aku harus memilihmu diantara perempuan lainnya." Ucap Rizal manis dengan senyuman.
Shifa tidak peduli. Ia langsung berlari begitu saja meninggalkan Rizal yang justru cengar-cengir melihat mantan kekasihnya yang dilanda malu.
"Udah mantan, tapi masih rasa pacar. Aduh, sayang." Gumamnya.
☆☆☆
HALLO!!!!
LAMA TAK JUMPA.
AKU KANGEN COUPLE RIZAL-SHIFA HEHE JADI AKU UPDATE.KOMEN DONG.
BAGUSNYA GIMANA BUAT KELANJUTANNYA HEHEH
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANSA ANAK SMK
Teen Fiction[SLOW UPDATE] Bermula dari pertolongan saat MOS membawa Shifa kepada rentetan kejadian bersama Rizal, sang wakil ketua OSIS SMK 7 Seni. Jerih payah Shifa yang berusaha mendekatkan diri pada Rizal mengharuskan dirinya mengikuti sebuah organisasi yan...