Jam menunjukkan pukul 14. 35 WIB. Seluruh siswa SMK 7 Seni mulai memadati area parkir untuk bergegas pulang. Lain halnya dengan Rizal, sesuai janji yang telah dirinya sepakati untuk menunggu Shifa di depan ruang OSIS. Ada sedikit keraguan dalam benak Rizal, sampai jam pulang sekolah ini Shifa belum membalas pesannya. Pesan yang Ia kirimkan waktu di kantin tadi. Rizal menjadi tidak yakin lagi, akankah Shifa menghampiri dirinya di tempatnya ini.
Sedangkan Shifa, Ia masih setia diatas motornya. Dibacanya lagi pesan dari Rizal, sejujurnya dirinya ingin menghampirinya. Tapi Shifa sangat gengsi. Ia gengsi kalau seorang perempuan harus menghampiri laki-laki dahulu. Jika Chesa dan Gia tahu akan hal ini, pasti mereka tengah membujuk bahkan mendorong Shifa untuk segera menemui Rizal. Sayangnya, Shifa tidak memberitahu kedua temannya tersebut.
Shifa turun dari motornya. Ia berjalan mendekati ruang OSIS. Dari posisi berdirinya sekarang, Shifa dapat melihat Rizal yang tengah duduk dengan adanya gitar di pangkuannya. Samar-samar bisa didengarkan suara petikkan gitar yang dimainkan Rizal oleh telinga Shifa.
Shifa menghembuskan nafasnya kasar. Dirinya jadi bimbang akan menemuinya atau tidak. Dibukanya lagi ponselnya, dan dibacanya lagi pesan dari Rizal. Shifa mengigit jari, Ia mondar-mandir. Bingung sekali rasanya.
"Ah Tuhan, pusing gue," desisnya.
Shifa pun menarik nafasnya dalam, lalu membuangkan nafasnya secara perlahan. Diteguhkannya dirinya untuk menemui sang kakak kelas. Bergumam basmallah, dengan hati-hati Ia berjalan menuju ruang OSIS.
Kembali ke Rizal, dirinya masih setia bermain gitar sembari menunggu Shifa. Pandangan Rizal menyapu keadaan sekitar. Dan matanya berhenti pada satu titik. Diujung sana, seseorang yang tengah berjalan kearahnya. Shifa Queenzee. Sosok yang dirinya tunggu sedari tadi. Rizal masih terus menatapnya. Tak lupa pula, Rizal memamerkan senyuman manisnya.
Shifa yang merasakan diperhatikan Rizal secara intensif, spot detak jantungnya menjadi tak beraturan. Sungguh, Shifa ingin berteriak, "WOI JANGAN NGELIATIN KAYAK BEGITU!!! GUE DEG-DEGAN NIH KAMPRET." Tapi, Ia urungkan. Itu sama saja mempermalukan dirinya.
Tepat, Shifa sudah dihadapan Rizal. Rizal pun mempersilahkannya duduk disampingnya.
"Selamat sore," ucap Rizal memecah keheningan diantara keduannya.
Shifa terkekeh.
"Kenapa message saya nggak dibales tadi malam?" tanya Rizal yang terus memperhatikan Shifa.
Shifa menatap Rizal. Shifa menelan ludahnya, benar-benar tampan sekali Rizal jika dilihat sedekat ini. Shifa terbius oleh pesona wajah Rizal. Hingga membuatnya lupa untuk menjawab pertanyaan dari Rizal tadi.
Rizal tersenyum. Ada rasa senang dibalik senyumnya itu. Dirinya begitu senang Shifa menatapnya seintens itu. Rizal lalu mengangkat ponselnya dan mengarahkan kameranya kewajah polos Shifa yang masih bengong menatapnya.
Cekrekk!!
Suara bidikan kamera membuat Shifa tersadar detik itu juga. Shifa lalu berteriak, "RIZAALLLL!!!" dan memukul lengan Rizal.
Shifa lalu menutup mulutnya. Ia lupa memakai embel-embel 'kak' saat memanggil Rizal tadi. Sungguh Shifa tak sengaja, langsung meluncur begitu saja dari bibirnya. Rizal yang menyaksikan langsung perubahan ekspresi Shifa, dirinya ketawa.
"Santai aja dek, gapapa." ucap Rizal.
Shifa meringis. "Maaf ya kak Zal. Juga minta maaf soal chat kakak yang nggak sempet aku bales hehe, soalnya waktu itu keburu pergi."
Rizal mengangguk-angguk. Tak menjawabnya. Shifa serba bingung akan mengatakan apalagi.
"Minat ikut OSIS enggak, dek?" tanya Rizal yang masih memetik senar gitarnya.
"Hah? OSIS?" jawab Shifa gelagapan.
Rizal terkekeh.
"Enggak tahu, Kak. Masih bimbang," lanjut Shifa.
"Kenapa?"
"Hmm gak tau juga. Lha kakak dulu masuk OSIS karena apa?"
Rizal mengubah posisi duduknya. Ia menaruh gitarnya. Sekarang Rizal menghadap Shifa.
"Pengen memperbaiki diri." jawab Rizal tegas.
Shifa mengangkat alisnya.
"Dulu saya waktu SMP bisa dibilang nakal, dek. Saya suka bolos pelajaran bahkan bolos masuk sekolah. Suka omong kasar, ibadah nggak pernah ngelakuin. Suka berantem juga, sampe bahan pembicaraan guru juga,"
Rizal menjeda ceritanya.
"Pas pengumuman nilai kelulusan itu yang membuat saya sadar, dek. Hasil UN pas-pasan. Orangtua saya sempet marah, dek. Setelah pengumuman itu, saya banyak merenung. Saya ini anak tunggal. Satu-satunya yang diharapkan sama orangtua. Tapi, saya malah mengecewakan." Rizal berhenti. Ia menghembuskan nafasnya.
"Lalu?" kata Shifa.
"Dari situ saya sudah bertekad ingin berubah, dek. Bener-bener pengen memperbaiki diri jadi sebaik mungkin. Dan bersyukur juga saya bisa masuk di SMK ini. Masuk SMK ini saya banyak ikut ekstra. Alasannya, biar nggak ada waktu buat main yang enggak-enggak. Saya ikut OSIS, Dewan Ambalan, Paskibraka, Pecinta Alam, PMR, Rohis, juga Pramuka Kalpataru. Banyak pembelajaran yang udah saya terima. Dan terutama di OSIS ini. Jabatan saya sebagai wakil ketua OSIS, cukup berat. Tapi saya berusaha akan bertanggung jawab. Cuma pengen memperbaiki diri alasan utamanya," Rizal pun mengakhiri ceritannya.
Shifa berdecak kagum. Ada sedikit rasa tak percaya terhadap kisah masa lalu Rizal. Padahal waktu pertama kali Shifa berjumpa dengan Rizal, Rizal ini sudah bisa ditebak kalo anak baik-baik. Tapi ternyata, dia memiliki kisah lalu yang buruk.
Duh tambah klepek-klepek gue kalo gini caranya. Batin Shifa.
Rizal lalu masuk ruang OSIS sebentar untuk mengambil sesuatu.
"Nih, dek. Barangkali minat. Tapi, moga aja kamu minat," Rizal menyerahkan brosur Openrec anggota OSIS.
Shifa menerimanya, lalu membacanya sekilas. Brosur itu sudah disertai dengan formulirnya. Jika minat tinggal mengisi formulir, lalu diberikan pada pihak OSIS. Shifa memasukkan brosurnya kedalam tasnya.
Rizal kembali memainkan gitarnya. Dengan piawai, Rizal memainkannya dengan petikkan. Shifa terperangah akan petikkan lagu itu.
"Kotak, selalu cinta ya kak?" tanyannya.
Rizal mengangguk lalu tersenyum.
"Bisa main gitar, dek?"
Anjir, setiap doi manggil gue 'dek' rasanya hati gue bergejolak, duh sukaa. Batin Shifa lagi.
"Bisa kok,"
Rizal menyerahkan gitarnya pada Shifa. Rizal terus mengamati permainan gitar Shifa. Hingga mereka berdua pun bernyanyi bersama. Rizal memainkan kajon, Shifa memainkan gitar.
Waktu seakan berlalu lebih cepat dari biasanya. Matahari pun akan segera pamit. Rizal dan Shifa masih hanyut dalam kebersamaan bermusiknya.
Dan, mereka tak peduli akan waktu yang terus berlalu.©©©
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANSA ANAK SMK
Fiksi Remaja[SLOW UPDATE] Bermula dari pertolongan saat MOS membawa Shifa kepada rentetan kejadian bersama Rizal, sang wakil ketua OSIS SMK 7 Seni. Jerih payah Shifa yang berusaha mendekatkan diri pada Rizal mengharuskan dirinya mengikuti sebuah organisasi yan...