Setelah berlalunya makan siang, Rizal dan Shifa melanjutkan berjalan-jalan mengelilingi Malioboro. Sudah tak nampak kecanggungan diantara mereka. Terlihat pula raut wajah yang menggambarkan kebahagiaan dikeduanya. Sesekali Rizal menarik jilbab yang dikenakan Shifa kedepan, bahkan Shifa pun mulai berani mencubit Rizal.
"Kak, bisa nggak sih manggil akunya nggak usah pake dek lagi? Nama aja napa," protes Shifa ditengah-tengah candaan mereka.
Rizal menatap Shifa untuk yang kesekian kalinya. Dirinya menghembuskan nafasnya, lalu mengelus puncak kepala Shifa. "Ya karena kamu adikku,"
"Lah?" tanya Shifa.
"Adik kelas hahah," tawa Rizal pecah seketika. Namun, berbeda dengan Shifa. Shifa mempoutkan bibirnya.
"Bercanda," kata Rizal selanjutnya.
"Tapi saya lebih suka manggil kamu dek ketimbang nama kamu, dek. Gimana ya jelasinnya? Pokonya dek itu jauh lebih romantislah, sebutannya" jelas Rizal.
"Romantis? Kayak pacaran aja," gerutu Shifa disusul dengan kekehan yang mampu menarik perhatian Rizal untuk terus memperhatikannya.
Ya Allah, manis banget. Batin Rizal. Rizal merapikan rambutnya dan menghembuskan nafasnya kasar. Itu cara yang sering dirinya gunakan agar dapat menetralisir rasa gugupnya. Dan, Shifa sempat memperhatikan hal kecil tersebut.
"Kak Zall?" panggil Shifa. Mereka masih menyusuri jalanan Malioboro.
Rizal menoleh, "Apa dek?"
"Kak Zal kan udah kelas tiga tuh, masih mau lanjut kerja di Cafe tiramisu lagi?" tanya Shifa. Entahlah, mengapa Shifa tiba-tiba mempertanyakan ini.
"Udah ngajuin surat resign kok dek, bulan Agustuslah paling udah fix. Kenapa kok tiba-tiba nanya begitu?"
"Gapapa, cuma mastiin aja," jawab Shifa singkat. Sebenarnya, Shifa hanya menginginkan Rizal lebih berfokus pada sekolahnya. Lagi pula, Rizal sudah masuk di kelas XII dan tak lama akan melaksanakan Ujian Nasional. Shifa mengharapkan Rizal tidak mengecewakan orangtuanya lagi dengan hasil UN nya.
Rizal hanya mengangguk-angguk. Tak menanggapi lebih.
Mereka terus berjalan, bercandaan di sepanjang jalan. Hingga pada akhirnya seseorang datang menjumpainya.
"Shifa!" seru seseorang diseberang sana.
Shifa terbengong. Shifa melirik Rizal yang berada disampingnya. Refleks, Shifa melepaskan tautannya dengan tangan Rizal. Rizal bertatap dengan Shifa dan menaikkan alisnya, Ia bingung oleh perubahan sikap Shifa.
Angga mengamati keduanya. Ada rasa emosi dalam dirinya. Batinnya berteriak, ternyata laki-laki seperti ini yang mampu membuat Shifa menolaknya. Angga mengepalkan kedua tangannya. Namun, tetap ditahan untuk tidak menghajar cowok itu.
Shifa tersenyum kikuk. Shifa dilanda kebingungan. Dirinya mencoba berfikir akan melakukan hal apa agar Angga dan Rizal tidak salah paham.
"Gue Angga," ucap Angga pada Rizal dengan menjulurukan tangannya.
"Rizal," jawab Rizal setelah menerima jabat tangan dari Angga.
"Lo siapa nya Shifa?" tanya Angga dengan nada agak sensi.
Ketika Rizal ingin menjawabnya, namun Shifa telah mendahuluinya.
"Oh, ini temen gue, Ngga" jawab Shifa cepat.
"Cuma temen, yaudah," balas Angga lalu meninggalkan Rizal dan Shifa ditempat.
Namun, ada kejadian kecil sebelum Angga benar-benar meninggalkan keduanya. Saat Angga melewati Rizal, Ia berhenti sejenak tepat ditelinga Rizal. Angga berbisik pada Rizal, "Gue tahu lo kepo, gue mantan pacar Shifa." Angga tersenyum miring, lalu meninggalkan Rizal.
Dan, Shifa tidak mengetahui hal tersebut.
Rizal yang sedikit tersentak dengan pernyataan Angga bahwa Angga mantan pacar Shifa. Ada gejolak emosi didalam hatinya. Enggan menerima kenyataan ini. Angga bahkan juga sudah mengibarkan bendera perang dengannya. Rizal memikirkan banyak hal, terutama Shifa. Ingin rasanya dirinya membanjiri pertanyaan berkaitan tentang Angga kepada Shifa. Namun, Rizal berfikir bukan waktu yang tepat jika bertanya sekarang. Juga, pantaskah Rizal mengepoi masa lalu Shifa.
Setelah kejadian bertemu dengan Angga tadi, Rizal dan Shifa kembali pada zona kecanggungan. Mereka hanya bercakap seperlunya tidak lebih. Dan itu terus berlanjut hingga pulang.
©©©
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANSA ANAK SMK
Ficção Adolescente[SLOW UPDATE] Bermula dari pertolongan saat MOS membawa Shifa kepada rentetan kejadian bersama Rizal, sang wakil ketua OSIS SMK 7 Seni. Jerih payah Shifa yang berusaha mendekatkan diri pada Rizal mengharuskan dirinya mengikuti sebuah organisasi yan...