• Kita dan Kesakitan

5.1K 799 146
                                    

Jira menghela napas lelah. Sudah dua minggu sejak Jean menjemputnya di minimarket saat itu.

Jean bilang akan membiarkannya pergi jika pria itu sudah dapat pengganti, tapi nyatanya Jean seakan tidak berniat untuk mencari pengganti dirinya.

Jira kesal sekali, sumpah.

Oke, dia memang suka dengan pekerjaan ini. Mulai dari cara bekerjanya hingga gajinya pun, Jira menyukainya. Hanya saja, lama kelamaan Jira jadi bertambah kesal karena sifat Jean yang seenaknya itu semakin menjadi.

Pria itu benar-benar berniat menyiksanya. Kemarin saja, Jira benar-benar tidak tidur selama tiga malam berturut-turut karena Jean memberinya pekerjaan yang terlampau banyak.

Itu alasan pertama yang membuat Jira membenci pekerjaan ini.

Alasan kedua adalah, karena pekerjaannya sebagai sekretaris menuntutnya untuk selalu berdekatan dengan Jean. Jira bahkan harus meminum obatnya dengan dosis dua kali lipat untuk menetralisir kecemasannya.

Contohnya sekarang, Jean meminta agar Jira mengikutinya untuk makan di kantin kantor. Padahal biasanya pria itu sangat anti pergi ke kantin, sesak katanya.

"Berkas untuk SG group sudah disiapkan, bukan? Aku harus menemui Min Karin secepatnya," kata Jean sambil terus berjalan menuju kantin.

Jira sedikit kesulitan menyamai langkah atasannya itu. Bayangkan saja, ia memakai sepatu dengan hak 12 senti dan rok span selutut, jelas pergerakannya tidak akan selincah Jean yang hanya memakai sepatu pantofel.

"Tentu, Tuan. Aku sudah siapkan semuanya." Jira duduk agak jauh dari Jean.

Si pria menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa jauh-jauh? Kemari."

"Ah, tidak. Aku di sini saja."

"Kemari, Kim Jira."

Jira menghela napas panjang dan mengikuti perintah atasannya. Ia duduk bersebelahan dengan Jean.

"Pesankan makanan. Tonkatsu."

Gadis itu mendengus dan meniup poninya dengan kasar. "Tuan Aiden, sebenarnya kapan kau berniat mencari penggantiku?" tanya Jira dengan raut kesal.

"Nanti."

"Kau selalu menjawab begitu jika aku bertanya." Jira merengut. Bosnya ini sungguh menyebalkan.

"Kau ini cerewet sekali, sih? Sudah sana pesan makanan!" Jean menghardik dengan kesal.

"Ck, sudah bantet, galak, menyebalkan lagi," gerutu Jira. Gadis itu pun pergi menuju tempat pemesanan makanan.

Jean membulatkan mata. Tubuhnya berbalik menatap Jira yang sudah pergi. "HEI! KAU JUGA BANTET! DASAR GADIS TIDAK PERNAH BERCERMIN!"

***

Malam ini Jira pulang ke rumahnya dengan sekantung besar ramen. Niatnya Jira akan menumpuk persediaan mie di rumah supaya ia tidak perlu keluar malam-malam jika kelaparan.

Di tengah perjalanan, gadis itu menaikkan alisnya saat melihat seseorang tengah berdiri di depan pintu rumahnya.

"Tuan Aiden?" Jira mendekati si pria. "Oh, Tuan, kenapa kau di sini?" tanya gadis itu.

"Hanya tengah berjalan-jalan malam dan tidak sengaja mampir," kata Jean. Ia menatap Jira dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambut yang digelung asal, kaos putih kebesaran, celana pendek, juga sandal. "Ckckck, gadis macam apa yang keluar rumah semalam ini dengan pakaian seperti itu."

Dear, Mr. ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang