• Kita dan Kehancuran

4K 627 76
                                    

Jira tidak menyangka jika ia benar-benar menyetujui keinginan Jimin untuk menjadikannya tunangan pemuda itu.

Awalnya Jira merasa sangat khawatir, hatinya masih belum sepenuhnya setuju. Tetapi melihat kesungguhan pada diri Jimin, hati Jira menghangat.

Pemuda itu benar mencintainya dengan sepenuh hati.

Gadis itu pun memantapkan hati untuk menerima Jimin. Menyetujui untuk terikat dengan pemuda itu.

Pertunangan mereka akan diselenggarakan dua hari lagi, hanya tinggal sebentar lagi. Namun sayang sekali, walaupun pertunangan mereka hanya tinggal kurang dari 48 jam dari sekarang, Jimin terpaksa harus pergi ke kampung halamannya di Kanada. Neneknya memanggil Jimin pulang. Katanya ingin melihat sang cucu sebelum pertunangan karena Nenek Jimin tidak bisa datang. Wanita tua itu sudah sakit-sakitan dan sangat lemah.

Maka berakhirlah Jira di sini. Duduk termenung di halte sambil menunggu bus menjemput.

Jira menghela napas panjang. Ada sebagian kecil dari dirinya yang merasa hal ini tidak benar. Ibunya masih koma di rumah sakit, sedang dirinya akan melaksanakan pertunangan. Tidakkah ini terdengar seperti bersenang-senang di atas penderitaan orang terkasihmu?

Jira menggelengkan kepalanya, mengenyahkan semua pemikiran aneh. Dia sudah mengambil keputusan dan dia harus bertanggung jawab atas keputusan itu.

Namun sekali lagi, hari ini Jira merasakan perasaan yang sungguh aneh. Hatinya tidak tenang, seperti ada sesuatu yang akan terjadi. Ini persis seperti yang ia rasakan tujuh tahun lalu, saat ayahnya meninggal.

Semuanya akan baik-baik saja, kan?

Jira terkejut saat tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depannya dan membunyikan klakson.

Pintu mobil itu terbuka, memperlihatkan Yoon Jaesuk yang duduk manis di balik kemudi. "Hei, Kim Jira, mau kuantar pulang tidak?"

Jira tidak langsung menjawab. Beberapa waktu lalu, ia memang mempunyai masalah dengan Jaesuk. Tetapi, Jimin bilang jika ia sudah bicara dengan Jaesuk sehingga pria itu tidak akan macam-macam padanya.

"Kenapa? Takut aku akan berlaku macam-macam padamu?" ujar Jaesuk. "Tidak akan, kok. Cepatlah. Sudah mau hujan."

Jira menatap langit. Benar saja, sudah mendung. "K-kau janji tidak akan melakukan hal aneh padaku, kan?" Pandangan Jira memicing.

Jaesuk memutar mata. "Kalau tidak mau ya sudah. Bukan urusanku jika kau kehujanan."

"E-eh, tunggu dulu! Oke, oke, aku ikut!"

Akhirnya, Jira pun memutuskan untuk masuk ke dalam mobil Jaesuk.


***


Jira membuka matanya perlahan. Kepalanya didera pusing yang amat sangat. Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum membulatkan matanya saat menyadari tempatnya sekarang.

Jira tidur di atas ranjang besar dengan pakaian yang sudah tidak lengkap lagi, tepatnya kemeja seragam miliknya sudah hilang entah kemana, menyisakan kaos dalam yang membalut tubuh bagian atasnya. Jira mengecek bagian bawahnya, roknya masih aman. Jira menghela napas lega.

Tapi tunggu, dimana dia sekarang?

"Sudah bangun?"

Jira dikagetkan oleh suara serak seorang pria. Yoon Jaesuk, pemuda itu datang dengan tangan yang mengapit rokoknya.

Jira membulatkan mata. Tangannya bergerak menaikkan selimut, menutupi apa yang harus ia tutupi. "Kau! Apa yang kau lakukan padaku, sialan!" seru Jira kesal.

Dear, Mr. ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang