How Are You, Double J?

8.2K 649 179
                                    

Apa kabar kalian, Duo J?

Jika ditanya seperti itu, tentu saja Jimin akan menjawab kabar mereka baik. Maksudnya, bahkan sebelum dirinya, yang lain menjawab kabar mereka baik, kan? Jimin hanya ingin ikut-ikutan saja sebenarnya.

Jimin berpikir jika dia adalah pria paling sempurna di dunia.

Begini saja, dia itu tampan, kaya, bentuk tubuhnya luar biasa, sifatnya juga sangat baik dan gentle. Lalu, apa kurangnya? (Jimin bersumpah jika kalian menyinggung tingginya, ia akan mencium kalian semua)

Yang ingin dia katakan adalah bahwa Kim Jira benar-benar sangat beruntung mendapatkan dirinya sebagai suami. Apalagi ditambah dia yang sudah menjadi budak cinta akut dari sang istri, rasanya hidup Jira hampir sesempurna di surga.

Dia memang sedang menyombongkan diri. Kenapa? Apa masalah?

Oke, kembali lagi ke awal permasalahan.

Bahwa menurut Jimin, Jira adalah wanita paling beruntung karena berhasil mendapatkan dirinya. Tentu begitu pula sebaliknya. Tidak ada yang lebih sempurna untuk Park Jimin selain Kim Jira. Mereka sempurna. Mereka ditakdirkan untuk bersama.

Maka yang menjadi masalah sekarang adalah karena Jira benar-benar menjauhinya. Ini sudah empat tahun semenjak perkawinannya dengan Jira. Memang, mereka belum dikaruniai seorang anak karena Jira masih dalam masa perawatan.

Rasanya Jimin ingin mencabik-cabik Yoon Jaesuk bajingan sialan yang membuat istrinya seperti ini. Tetapi ternyata, Jaesuk memang sudah dicabik-cabik lebih dulu. Oleh Hoseok tentu saja. Mengingat pekerjaan sambilan pria bermarga Jung itu, Jimin pikir Jaesuk pasti mengalami penderitaan yang amat sangat pedih. Setidaknya sedikit cukup untuk membalas perbuatannya kepada Jira dulu.

Jimin sempat berpikir jika Hoseok membuat Jaesuk tidak bisa punya anak. Saat ia bertanya pada Hoseok, pria itu hanya menjawab; aku bahkan membuatnya tidak akan pernah bisa 'berdiri' lagi seumur hidup.

Di situ Jimin benar-benar merasakan sebuah kepuasan batin yang amat sangat.

Kembali pada masalah awal.

Astaga, rasanya Jimin terlalu bertele-tele kali ini. Tetapi tak apa, ini pertemuan kita setelah beberapa lama, kan?

Jadi, Kim Jira menjauhinya. Jimin tidak tahu, Jira benar-benar tidak mau didekati olehnya barang seujung jari. Sumpah, Jimin kelabakan. Jira adalah oksigennya, lalu bagaimana Jimin bisa hidup tanpa berdekatan dengan Jira. Ia sekarat, demi Tuhan.

"Hei, Kim Jira, kau oke?" Jimin mendekati Jira yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang.

Jira melirik Jimin sekilas lalu mendengus. Wanita itu kembali menunduk, tidak berniat sama sekali menatap Jimin.

Jimin meringis. Ia mengacak rambut hitamnya. Dirinya pun merangkak menaiki ranjang. Kepalanya ia tidurkan di pangkuan Jira. "Halo, Nyonya Park,"

Jira memalingkan wajah.

"Astaga, Kim Jira, kau ini kenapa, sih? Kenapa cemberut begitu?"

Jira tidak menjawab. Wanita itu bungkam.

Jimin mencebik. Pria itu memeluk pinggang Jira dengan erat dan menenggelamkan wajahnya di perut Jira. "Ya Tuhan, Sayangku, jangan marah begini. Katakan pada Oppa apa yang salah? Apa aku melakukan kesalahan?"

Jira memutar matanya. "Harus, ya, diberitahu lagi?"

Jimin sontak menarik kepalanya menjauh dari perut Jira. "Maksudmu?"

Jira menatap Jimin dengan pandangan jengah. "Mana ponselmu?"

Si pria menaikkan alisnya. "Ponselku? Untuk apa?"

Dear, Mr. ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang