"JIN HYUUUNGGG!!!"
Seokjin yang baru saja mau bercumbu dengan mimpi langsung saja di kagetkan oleh teriakan membahana dari seorang Min Yoongi.
Jin membuka matanya, di depannya sudah ada Jiminie dan Kookie yang menunduk dalam dengan wajah ditekuk. Si bocah yang masih punya garis keturunan dengan kelinci, bahkan sudah menangis sesenggukan.
Yoongi sendiri wajahnya sudah memerah hingga telinga. Total kesal sekali karena kedua adiknya yang sangat precious ini sudah dikotori oleh kakak tertuanya.
"Apa sih, Yoon? Kau apakan bayi-bayiku ini?" Seokjin bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jungkook.
Kakak tertua itu menyentuh dagu Jungkook, membuat si adik mau tidak mau mendongak dengan mata yang sembab dan basah, ditambah hidung yang penuh ingus juga pipi gembil yang memerah.
Seokjin total gemas. Ingin sekali menggigit hidung yang memerah pada ujungnya.
"Jin Hyung, Yoongi Hyung marah," cicit Jungkook dengan bibir yang ditekuk, siap untuk terisak lebih keras.
"Hei, hei, tidak, kok. Yoongi Hyung tidak marah." Jin memeluk tubuh Jungkook.
"Ya. Aku marah!" seru Yoongi kesal. "Hyung! Bagaimana kau bisa membawa mereka ke dalam klub? Apa Hyung sudah gila?" Tatapan matanya tajam ke arah Jungkook. "Dan kau, Jeon Jungkook! Aku dan Namjoon mengajarkanmu komputer bukan untuk membuat KTP palsu agar Jimin bisa masuk klub! Kau ini nakal sekali, sih? Apa sudah ingin jadi bocah brengsek? Sudah tidak mau mendengar perkataan Hyung, hah?! Sudah tidak sayang Hyung? Apa lebih baik Hyung pergi saja?!"
Jungkook terisak keras. "T-tidak H-hyungie, Kookie---hiks! Kookie sayang Y-yoongi Hyung. Jangan---hiks!---m-marah. Huaaa! Kookie hanya menuruti Jin Hyung! Hiks! Hyungie jangan marah. Huaaa!"
Jungkook berlari keluar dari kamar Seokjin. "Hobie Hyuuung! Hiks!"
Sudah dipastikan setelah ini Hoseok harus ikhlas diterjang bayi kelinci raksasa yang sedang menangis.
Yoongi menggelengkan kepala sambil memijat pangkal hidungnya. "Ah, bocah itu." Ia menatap Jimin. "Jimin, aku ingin tanya, apa alasanmu pergi ke klub itu? Kau tahu kalau kau belum legal, kan?"
Jimin menggigit bibir bawahnya. Ia sebenarnya juga sama takutnya seperti Kookie. Dia tahu jika Yoongi Hyung pasti akan marah. Tetapi sebagai yang paling tua di maknae line, Jimin pantang menangis.
Padahal matanya saja sudah memerah, bibirnya juga sudah mengkerut ke bawah.
"E-ugh, itu, Hyungie, J-jira ingin belajar meracik minuman pada seseorang di bar. J-jadi aku minta bantuan Jin Hyung. Maaf, Hyungie." Jimin menunduk dalam. Matanya sudah berkaca-kaca. Tangannya saling bertaut di depan tubuh.
Yoongi memanglah kakak yang cukup tugas. Walau mereka bertujuh adalah laki-laki yang juga tidak punya citra sebagai anak baik-baik (malah Yoongi dicap berandal di sekolahnya), tetapi sebenarnya ketujuh dari mereka benar-benar masih polos. Apalagi maknae line.
Seokjin yang bertanggung jawab agar maknae line tidak makan makanan sembarangan, Yoongi yang menjaga pergaulan mereka di luar, Namjoon bertanggung jawab atas pendidikan, sedang Hoseok mengajarkan mereka tentang keahlian-keahlian lain seperti menyanyi, menari, dan juga jadwal kegiatan maknae line. Benar-benar satu keluarga yang menjunjung tinggi akhlak mulia.
Lalu sekarang, Yoongi, yang notabene adalah penegak utama budi pekerti di rumah ini, mendapati para adik kesayangannya melakukan hal ilegal, sontak naik darah.
"Tetapi apapun alasanmu, apakah masuk klub adalah perilaku yang baik?" tanya Yoongi masih emosi.
Jimin menggeleng. Setetes air mata sudah menuruni pipi tembamnya.
"Sudahlah, Yoongi. Toh, kami tidak melakukan apapun, kan? Tidak ketahuan juga." Seokjin menjawab santai sambil menguap. Dia masih mengantuk, ngomong-ngomong. Ini sudah larut malam dan Yoongi justru marah-marah begini.
"Hyung!" Yoongi mengerutkan wajahnya.
Seokjin menghela napas. "Oke, oke, aku salah. Tidak akan diulangi lagi. Janji."
Yoongi mendengus kasar.
Tiba-tiba, Hoseok masuk ke kamar Seokjin dan menatap ketiga orang yang ada di sana dengan pandangan penuh tanya. "Kenapa ribut-ribut begini? Kookie bahkan sampai menangis."
"Tidak apa-apa, Hoseok. Kookie sedang apa?" tanya Seokjin.
"Sudah tidur di kamar Namjoon bersama Taetae. Dari tadi memelukku sambil menangis, kemudian justru meminta untuk tidur sambil memeluk dan dinyanyikan oleh Namjoon."
Yoongi menghela napasnya. Ia melirik Jimin. "Kau besok sekolah, kan?"
Jimin mengangguk. Beberapa kali mengusap air matanya.
Yoongi menatap iba pada adiknya itu. Jimin jelas sekali sangat menyesal. Pemuda belia itu bahkan sudah sesenggukkan tapi tetap tidak mau bersuara. Hanya menangis dalam diam.
Yoongi akhirnya luluh. Ia memeluk Jimin dan mengusap-usap belakang kepala bocah itu. "Sudah diam, jangan menangis. Kali ini Hyung maafkan. Jangan diulangi lagi."
"H-hyungie, maafkan Jiminie." Jimin mengusak wajahnya pada bahu Yoongi.
"Iya, dimaafkan. Sekarang kau tidur, oke? Besok masih harus sekolah. Nanti terlambat. PR-mu sudah dikerjakan?"
Jimin mengangguk.
"Hoseok, bawa dia ke kamar." Yoongi melepas pelukan.
Hoseok mengangguk dan membawa Jimin keluar dari kamar Seokjin dan Yoongi.
Yoongi menghela napas kasar saat pintu kamar itu tertutup. Pemuda itu menjatuhkan dirinya di atas ranjang.
"Aku minta maaf, tidak bermaksud mengajari adik kita yang tidak-tidak. Hanya saja, aku ingin membahagiakan Jira. Dia sepupu perempuanku satu-satunya." Seokjin buka suara. Ia duduk di sebelah Yoongi.
"Aku tahu. Aku hanya … terlalu khawatir. Terlalu takut sesuatu terjadi pada Jimin. Itu klub malam, demi Tuhan. Apalagi isinya selain orang-orang mabuk dan perempuan berbaju kurang bahan? Aku tidak mau Jimin sampai disentuh-sentuh oleh jalang-jalang itu. Park Jimin kita terlalu berharga."
Dalam hati, Seokjin menyetujui perkataan Yoongi. Adik-adik kecil mereka memang terlalu berharga. Hanya ketiganya yang bisa membuat hidupnya lebih berwarna dengan segala tingkah mereka.
"Lalu Jira bagaimana? Sudah pulang?" tanya Yoongi.
Seokjin mengangguk. "Sudah kuantar pulang. Ibunya sakit. Sudah cukup parah."
"Tidak diobati? Kenapa kalian tidak membantu? Dia masih bagian dari keluargamu, kan? Kupikir keluargamu cukup kaya, Hyung."
"Yah, begitulah. Ayah Jira mempunyai masalah dengan nenek kami dan akhirnya memilih memutuskan hubungan. Jadi, kami tidak bisa ikut campur lagi, atau nenek akan marah."
Yoongi tersenyum kecut. Ternyata masalah mereka hampir sama. Dia yang tidak bisa melawan sang kakek hingga akhirnya pergi dari rumah meninggalkan ibu dan adik perempuannya, sedang Seokjin yang tidak bisa melawan neneknya supaya bisa membantu sang sepupu. Mungkin Seokjin sekarang juga sedang kabur dari rumah bersama dengan Taehyung.
Mereka bertujuh memang ditakdirkan untuk hidup bersama, berjuang bersama, dan melarikan diri bersama. Melewati masa muda yang sebenarnya masih abu-abu. Entah bahagia, atau menderita. []
***
Maaf, lama tidak menyapa… 👉👈Entah kenapa sedang benar-benar kehilangan mood untuk nulis, nggak tau kenapa :(
Ini juga update apa adanya. Maaf kalau kurang memuaskan :(Tapi tenang, kayaknya sekarang mood nulis sudah cukup membaik, kok. Hehehe...
Makasih udah mampir ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mr. Park
Fanfiction"Because everyone needs Park Jimin in their life." Dibalik nama besarnya, Jean V. Aiden mempunyai masa lalu yang cukup rumit. Siapa sangka jika pria penuh pesona itu ternyata mempunyai sebuah luka yang besar untuk seorang Kim Jira. Jean pikir, Jira...