• Kita dan Perjanjian

5.6K 768 332
                                    

Pagi ini Jira sudah mulai masuk kerja.

Gadis itu menarik napas panjang dan menghembuskannya untuk menenangkan diri. Ini keputusannya. Ia sudah memilih untuk tetap bersama Jean walau pria itu menyusahkannya atau bahkan mengusirnya nanti. Terserah, Jira tidak peduli, yang penting ia bisa selalu melihat Jean.

Jira perlahan memasuki gedung perusahaan itu. Ia menyapa semua orang kantor. Orang-orang pun menyapanya balik karena dia adalah orang yang cukup disukai oleh pegawai lainnya.

"Nona Kim, kau sudah datang? Kudengar kau dirawat di rumah sakit kemarin." Itu Han Minhee, teman satu kantor Jira. "Maaf tidak bisa menjengukmu."

Jira menggeleng dan tersenyum. "Tidak apa-apa, Nona Han. Aku tahu pekerjaan kalian pasti sangat menumpuk di akhir bulan. Lagipula aku baik-baik saja."

"Kau memang sangat baik dan pengertian, Nona Kim." Minhee tersenyum. "Ah, iya, Tuan Park sedari tadi sudah menunggumu di dalam. Berkali-kali dia keluar untuk menanyakan apakah kau sudah datang atau belum."

Jira menaikkan kedua alisnya. "Benarkah? Hm, sepertinya dia berencana akan memberikanku lebih banyak pekerjaan." Kemudian, Jira tersenyum lebar. "Baiklah kalau begitu, Nona Han. Aku duluan. Semoga harimu menyenangkan."

Kemudian Jira berjalan menuju ruangan Jean. Si gadis membuka pintu ruangan itu dengan perlahan. "Permisi, Tuan. Selamat pagi."

Jean yang sedang berurusan dengan berkasnya pun langsung menaikkan kepalanya. Ia memicing saat melihat Jira. Sepasang mata yang berada di balik lensa kacamata itu seolah menelanjangi Jira dari ujung rambut hingga kaki. Jira meneguk ludahnya saat Jean berjalan mendekatinya.

Pria itu memang brengsek. Pagi-pagi sudah membuat tubuh Jira panas dingin hanya dengan tatapannya. Lagipula apa-apaan itu? Kenapa Jean harus membuka dua kancing teratas kemejanya. Kalian masih ingat tentang pria itu dan tulang selangkanya, kan? Jira bisa mati muda.

Dan dimana jas nya? Kenapa Jean hanya menggunakan kemeja putih setipis itu? Tanpa dasi pula.

Baiklah, ini sudah dipastikan. Umur Jira tengah memendek mendekati mati.

Jira tersentak saat Jean tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana, lalu menundukkan tubuh agar wajahnya sejajar dengan wajah Jira yang sudah serupa tomat rebus.

Wajah mereka terlalu dekat. Napas Jean yang lembut membelai wajah Jira.

"Kau terlambat lima menit, Nona Kim," ujar Jean.

Jira menyumpah dalam hati, apa pria itu sengaja merendahkan suaranya sekarang? Jira benar-benar tidak tahu jika Park Jimin dewasa bisa sepanas ini.

Jira meneguk ludah. "M-maaf, Tuan. Tadi sebelum kemari, beberapa orang mengajakku bicara, jadi..."

Jean memiringkan kepalanya. "Jadi? Apa itu bisa dijadikan alasan untuk terlambat?" Jean menyeringai. "Menurutmu, apakah kau harus ku hukum karena keterlambatan ini, Kim Jira?"

Jira tidak menjawab.

Jean kembali menyunggingkan senyuman miringnya. Pria itu menjauhkan wajahnya, membuat Jira akhirnya bisa bernapas lega.

"Pembantu rumahku sedang ada pekerjaan, jadi apartemenku tidak ada yang mengurus," kata Jean. "Kau jadilah pembantu rumahku selama lima bulan untuk mengganti keterlambatanmu."

Mata Jira membulat kaget, gadis itu segera menatap Jean. "L-lima bulan? Kau serius? Aku hanya terlambat lima menit, demi Tuhan! Dan kau menyuruhku menjadi pembantumu lima bulan? Tidak adil!"

"Semua adil bagiku, Kim Jira. Dan yah, kau harus tinggal di kediamanku." Jean menyunggingkan senyum remeh. "Lagipula kudengar kau sudah menunggak sewa rumahmu. Lebih baik kau keluar dan tinggal bersamaku sebelum di usir dari sana."

Dear, Mr. ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang