24. Perman Karet dan Sponge

289 16 2
                                    

Sore ini dua orang kakak beradik itu berada di sebuah minimarket. Mereka menyusuri jalan tengah samping kanan kirinya yang sudah tersedia berbagai macam cemilan disana. Gibran mengambil salah satu jajanan yang sedang ia cari, kemudian memasukannya kedalam kerinjing belanjaan yang ada ditangan kirinya. Sedangkan adik cewenya itu masih sibuk mencari snack kesukaannya kesana kemari, mengitari seluruh isi ruangan itu dengan langkahan kakinya. Mata Opi tiba-tiba melihat bungkus plastik bertuliskan 'SPONGE' di salah satu rak, jajanan berbentuk bundar yang dilapisi coklat tebal kesukaannya sekarang sudah ditemukan. Tangan Opi langsung mencomot 5 bungkus snack yang sedari tadi ia cari-cari. Gibran yang melihat aksi adiknya itu langsung menaruh kembali 2 bungkus snack yang baru saja dimasukan kedalam kerinjing bawaannya. Opi yang tak terima abangnya bertindak begitu langsung memelototkan matanya.

"Hemat kali dek."

Mendengar abangnya bicara begitu. Cewe berambut cepol itu kemudian pergi meninggalkan cowo yang tadi dihadapannya. Wajahnya saat ini sedang di tekuk-tekuk, ia kesal dengan kakaknya yang pelit itu. Dirinya lebih baik menanti di kasir saja dari pada membuntuti abangnya mencari sesuatu yang tak kunjung dia temukan. 

Gibran yang melihat Opi melengos seperti tadi hanya diam saja, mengacuhkan tingkah adik manjanya. Yang penting isi dompetnya tak terkuras habis oleh cewe galak itu. Tangan kanannya kini mengambil dua botol minuman kaleng warna putih bergambar beruang dari rak, dimasukannya lagi kedalam kerinjing ditangan kirinya. Kaki jenjangnya berjalan maju menyusul keberadaan cewe yang tadi meninggalkan dirinya.

Sampailah Gibran di depan kasir minimarket. Ia melihat punggung adiknya ada disana, membelakangi dirinya dari jauh,  jarinya yang kecil itu sedang mengetuk-ngetuk meja kasir padahal dihadapannya ada perempuan cantik yang sudah pasti itu adalah pelayan minimaket ini alias mbak-mbak kasir. Anak dari papahnya itu sungguh tidak sopan.

"Ekhem"

Suara Gibran mengalihkan pandangan cewe disampingnya. Adiknya itu mengulang tingkah seperti tadi saat sebelum dia meninggalkannya, hanya melengos saja. Gibran menyerahkan kerinjing yang sedari tadi ia cangking, kemudian mengamati layar harga dihadapannya, melihat berapa nominal yang harus ia keluarkan untuk membayar itu semua.

"Totalnya tujuh puluh tiga ribu lima ratus mas"

Mendengar si pelayan menyebutkan total harga barang belajaannya, Gibran langsung membuka dompet warna hitamnya itu. Mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari sana.

"Ini mba" menyodorkan uang seratus ribu dari tangannya.

"Apa ada tambahan lagi?" tanya cewe itu dengan sopan.

"Permen karet ini. Dua pack mba."

Opi menunjuk salah satu bungkus permen karet didepannya, meminta si pelayan mengambilkan dua pack sekaligus permen karet kesukaannya. Gibran yang mendengar ucapan cewe itu  membulatkan matanya, adiknya itu sedang membunuh abangnya perlahan-lahan. Uang tabungannya saat ini sedang menipis, tapi malah saudara kandungnya itu ingin menghabisi nyawa dompetnya saja. Benar-benar kurang hajaran dari abangnya.

"Gak mbak itu aja cukup" tolak cowo itu secara halus.

"Cowo kere lo"

Cewe disampingnya itu kini bersuara lagi, mengucapkan kalimat yang membuat Gibran menjadi malu. Pelayan di depannya pun jadi sedikit tertawa mendengar ucapan cewe itu. Kakaknya menengok kanan kiri seisi ruangan, melihat lihat apa ada orang lain juga yang mendengar kalimat itu. Tapi keberuntungan berada dipihaknya, hanya ada tiga orang didalam sana. Adiknya, si pelayan, dan dirinya sendiri.

"Yaudah ambilin dua mbak." ucap Gibran dengan nada pasrah.

"Tiga pack sekalian mbak." seru Opi sekali lagi.

PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang