35. Gara-gara Sisir

277 17 3
                                    

Gibran melirik jam dinding kamarnya yang berbentuk bulat itu. Jarum jam nya menunjukan pukul 14.55, itu artinya masih ada waktu untuk menyiapkan barang yang akan dibawa selama mengikuti acara camping bersama adik dan rekan-rekannya.

Cowo itu sedang berdiri di depan kaca lemari, menyisir rambut hitamnya agar semakin terlihat rapih, kalau rapih kan jadi tampan.

"Pantes gue banyak yang naksir, cakep gini sih." ucapnya bangga seraya berpose bak model yang sudah berpengalaman.

"Adek gue doang yang bilang jelek. Kudu gue periksain itu mata dia." tangannya masih sibuk menyisiri rambut.

"Pake gini aja lo keren banget Bran."

"Gimana nanti kalo pake baju pengantin duduk dipelaminan? Kece parah pasti" tutur Gibran sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Cowo itu mendekatkan wajahnya di depan cermin. "Ah! Ganteng banget gue!"

Gibran sibuk mengomong sendiri, memuji wajah serta penampilannya saat ini. Ia memakai celana jeans polos dan kaos oblong yang dibaluti kemeja kotak-kotak warna hitam dan merah. Padahal menurut siapapun, itu penampilan yang biasa-biasa saja. Gibran memang suka berlebihan.

Setelah bosan memandangi wajahnya sendiri. Gibran mulai menyiapkan kebutuhan yang harus ia bawa, memasukkan dua setel baju dan peralatan lain di ranselnya. Namun perasaannya menjadi tidak enak saat mendengar bunyi sepatu berjalan yang tak asing ditelinganya.

Dubrag!

"Subhanallah.."

Gibran mengelus dadanya sendiri saat pintu kamarnya terbuka lebar- lebar.

"Mana sisir gue!" bentak Opi tak perlu basa basi.

"Mau bikin copot jantung gue lo!" sahutnya sarkas.

"Mana sisir gue!" teriak cewe galak itu yang masih berdiri di ambang pintu.

"Astaghfirullah, timbang ngambil sisir doang lo ngamuk-ngamuk. Gimana kalo gue ngambil daleman lo."

"Kurang ajar." Opi memasuki ruangan cowo itu, mulai mengobrak abrik isi kamar abangnya.

"Heh heh! Lo ngacak-ngacak kasur gue. Minggir lo!"

Gibran menyeret gadis itu menjauh dari ranjang tidurnya.

"Lo cari apa? Sisir?" ucapnya sembari menata selimut tidurnya yang tadi di acak-acak Opi.

"Budeg ya lo? Mana sisir gue." seru Opi yang ada dibelakang Gibran.

"Bentar. Masih gue pake" jawab Gibran enteng.

"Lo punya sisir sendiri kali bang. Ngapain nyolong di kamar gue." ujar Opi dengan sewotnya.

Gibran memutar balikan badannya dengan cepat menghadap wajah songong cewe itu.

"Enak aja lo kata nyolong. Gue minjem curut!" balasnya tak kalah sewot.

"Sisir gue udah seminggu sama lo bang. Bukan minjem itu namanya."

"Iya bukan minjem, udah jadi milik gue sekarang." Gibran mengangkat sudut bibir kanannya keatas.

"Rese lo. Balikin." Opi menabok lengan abangnya itu lalu mengulurkan tangannya, menagih benda yang sudah ngekost satu minggu dikamar Gibran.

"Kasih abang waktu buat minjem lagi dek" ucap Gibran dengan nada dimelas-melasi, cowo itu mulai mendramatisir keadaan.

"Gak." Dan mendapat penolakan mentah-mentah dari adiknya.

"Adek tak kasihan dengan abang kah?"

"Lebay banget lo." balasnya sembari duduk di sisi kasur milik Gibran.

PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang