sinting

56.6K 9.9K 2.1K
                                    

"Gila lo Ren. Bu Hani jadi ngamuk kan," celoteh Jeno setelah insiden bersin di muka Pak Doyoung. Aku menghela nafas.

"Ya gimana lagi, Jen. Kalau ditahan mata gue bisa nyolot dari tempatnya."

"Hubungannya?" tanyanya. Aku diam. Jeno menghela nafas lagi sebelum akhirnya menempelkan tangannya di dahiku. "Masih sakit nggak?"

Aku menggeleng.

"Yaudah tunggu gue di depan pintu lobi," perintahnya.

"Lah, mau kemana?"

"Mampir bentar."

"Nanti gue ditinggal?"

"Nggak bakal," jawabnya.  Aku mengalah. Daripada nggak dianterin ya kan?

Setelah Jeno pergi entah kemana, aku pun berjalan menuju pintu lobi yang agak sepi. Maklum, aku dan Jeno pulang telat gara-gara Bu Hani memberikan hukuman mencuci ratusan piring kotor.

Aku aja sih yang dihukum, Jenonya nemenin. Hehe.

Aku menunggu Jeno sambil memainkan kakiku malas. Huft, semoga aja Tuhan masih kasih aku kesempatan buatㅡ

"Astaga dragon!" sentakku saat membalikkan badan.

GIMANA NGGAK KAGET KALAU ADA PAK DOYOUNG DI BELAKANG TUBUHKU?! Hampir nubruk nih kepala!

"Bapak kalau dateng pakai suara kek, jangan kayak tv dimute," kataku setengah kesal. Jantung nih masalahnya.

Pak Doyoung menatapku datar. "Kamu yang tadi kan?"

"Iya."

"Tidak mau minta maaf?" tanyanya. Aku mengerjap.

"Saya salahnya dimana pak?"

"Pakai nanya?"

"Saya kan nggak tau."

"Bodoh."

Aku terbelalak. Kalau bukan bos udah aku sleding kepalanya.

Astagaaaa sabar Renaaa!

"RenㅡEh Pak Doyoung...."

Jeno mendadak super sopan. Tubuhnya membungkuk sempurna di depan Pak Doyoung. Pak Doyoung menatap Jeno sekilas sebelum beralih menatap bungkusan di tangan Jeno.

"Apa itu?"

"Obat flu, pak."

Pak Doyoung langsung mengambil bingkisan tersebut. Jeno cuma bisa pasang wajah goblok.

"Saya juga kena flu gara-gara ulah teman kamu. Belikan yang baru untuk dia," kata Pak Doyoung dengan lancarnya.

"Eeiitttt! Jeno kan beliin buat saya, pak!" seruku sambil merebut obat tersebut. "Bapak kan kaya, langsung ke dokter aja."

"Kamuㅡ"

"Jen ayo pulang! Keburu hujan!" kataku sebelum menarik tangan Jeno.

Dipecat? Biarin! Siapa juga yang betah nyuci ratusan piring tiap hari!



Dan doaku langsung dijabah Tuhan karena siang ini aku mendengar kabar super besar dari Bu Hani.

"Kamu dipanggil Pak Doyoung ke ruangannya. Mampus kan kamu."

Luar biasa bosku itu. Maksudku Bu Hani dan Pak Doyoung. Segercep ini menangani pegawai seperti aku. Tentu, tanpa berpikir dua kali aku pergi menemui Pak Doyoung.

"Selamat pagi."

Asisten Pak Doyoung menyapaku sedikit galak. Ini yang kemarin marah-marahin aku kan? Pak Moon bukan sih?

"Silahkan masuk," lanjutnya sambil membukakan pintu ruangan Pak Doyoung yang super besar. Begitu masuk, beuh! Sekarang aku percaya kalau dia memang CEOㅡ

"Siapa suruh kamu duduk?" tanyanya saat aku hampir mendaratkan bokongku di sofa. "Berdiri."

Aku tertawa. Bodo amat, sebentar lagi dia bukan bosku.

"Bapak mau pecat saya kan? Yah, saya pantas dipecat sih."

Pak Doyoung bangkit dari duduknya lalu menghampiriku dengan muka garang.

"Gara-gara kamu citra perusahaan ini jadi buruk. Berani-beraninya bersin di depan CEO?"

Aku menggaruk kepala, bingung. "Emang bisa bersin ditahan?"

"Kanㅡ"

"Coba deh bapak ada di posisi saya dan teman-teman di kantin. Jam 3 pagi pergi ke sini, masakin buat orang lain padahal kita aja belum sarapan. Bersin aja salah?"

Dia tertohok. "Berani kamu menjawab saya?"

"Kan bapak nanya."

"Kamu mau kehilangan pekerjaanmu?" tanyanya. Kini giliran aku yang bangkit. Dengan penuh penghayatan aku melepas apronku lalu membuangnya ke lantai.

"Pecat aja! Saya juga capek tiap hari nyuci piring, masak buat karyawan yang kadang nggak punya sopan santun, belum lagi kena omel cuma gara-gara bersin di muka CEO," omelku.

"Kamu menyindir saya?"

"Bukan nyindir, tapiㅡ"

"Maaf, Nona! Pak Doyoung sedangㅡ"

"Diam!"

Perdebatan sengit kami harus terhenti gara-gara suara ribut dari ambang pintu. Aku dan CEO gila itu menatap Pak Moon dan seorang wanita cantik di sebelahnya.

Diaㅡ

"Maaf Pak Doyoung, saya sudah bilang kalau bapak ada tamu, tapiㅡ"

"Tamu? Siapa dia?" tanya si wanita itu sambil menatapku tajam.

Hmmm, sepertinya aku kenal.

"Pak Moon bisa keluar," perintah Pak Doyoung.

"Baik."

Pak Moon pun pergi, menyisakan aku, CEO gila danㅡ

"Siapa?" tanya wanita itu lagi, masih sambil menatapku tajam beberapa detik. "Doyoung, aku tuh tunangan kamㅡ"

"Joy!"

"Kan emang aku tunangan kamu!"

"Diam!"

"Nggak!"

"Saya permisi," pamitku. Oh ayolah, siapa yang mau ada di posisiku? Melihat sepasang tunangan meributkan hal gila.

Aku pergi menuju pintu tanpa menunggu persetujuan Pak Doyoung. Ingat, dia bukan bosku lagi, jadiㅡ

"Dia perempuan yang aku ceritakan."

Sialan, mereka masih berdebatㅡ

"Bohong!"

Pasangan giㅡ

"Aku serius."

"Buktikan!"

Aku tersentak saat seseorang tiba-tiba aja menahan tanganku laluㅡ

ㅡHELL!

"KIM DOYOUNGㅡ"

Demi penduduk langit dan bumi, aku nggak dengar apa yang wanita itu bicarakan. Mohon maaf, katakan padaku, gimana caranya bisa fokus kalau Pak Doyoung dengan seenak jidat melumat bibirku kasar? Di depan tunangannya pula?!

SINTING!


halah apa ini wkwkw

Om Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang