here

35.5K 6.9K 763
                                    

"Perlu saya banㅡ"

"Udah, bapak duduk aja disana."

Aku menyela ucapan pak Doyoung dengan sedikit ketus. Ayolah, siapa juga yang nggak sebal dengan situasi gila ini? Seorang lelaki asing tiba-tiba datang ke rumahmu lalu bilangㅡ

"Om Kyuhyun yang menyuruh saya tinggal disini," katanya sambil merebut gelas dari tanganku. Aku hampir mengumpat kalau aja dia nggak menatapku super tajam.

"Kenapa?" tanyaku. Aku yakin, papa bukan tipe orang yang gampang percaya dengan orang lain, terlebih orang asing. "Bapak yang maksa papa?"

Dia mengernyit. "Buat apa?"

"Biar bisa tinggal disini."

Dia tergelak pelan sambil menuangkan beberapa sendok coklat dan gula pada gelas yang ia rebut dariku.

"Saya tidak pernah meminta izin untuk tinggal disini," jawabnya. "Serius, Na."

"Terus kenapa papa mau nampung bapak?"

Dia mengangkat bahu. "Saya juga tidak tau."

Aku mengernyit sambil terus menatapnya. Ini aneh, kayaknya ada banyak hal yang papa dan pak Doyoung sembunyikan dariku. Tapi apa coba? Mereka baru kenal sehari, masa iya punya banyak rahasia?

"Sampai kapan?"

"Apanya?" tanyaku. Pak Doyoung menatapku datar.

"Menatap saya."

Aku sedikit berdehem sebelum membuang muka. Uh, kenapa jadi aku yang malu?

"Bapak sampai kapan?"

"Apanya?"

"Di sini."

Setelah mengaduk coklat buatannya dan memberikannya padaku, dia pun bersuara.

"Sampai salah satu dari kita menyerah."

Jawabannya sontak membuatku menatap matanya. Menyerah? Maksudnya?

🎄🎄

Dan aku rasa, ini makin nggak benar. Sudah lebih dari satu minggu, bukannya mengusir, papa gembulku itu malah melarang pak Doyoung untuk pulang. Parahnya, pak Doyoung pun nggak punya niatan untuk angkat kaki dari rumah ini.

Gila bukan?

Seminggu tinggal di rumah, semua berjalan apa adanya. Dia berangkat ke kantor dengan mobil mewahnya sedangkan aku pergi bekerja bersama Jeno.

Ah, Jeno sempat marah besar gara-gara pak Doyoung tinggal disini. Tapi dia bisa apa kalau papa sendiri yang mengizinkan? Itu rumah papa, bukan rumah Jeno. Dia pun akhirnya mengalah.

Oke, sampai mana ceritaku tadi? Ah iya, dia naik mobil mewahnya sedangkan aku pergi bersama Jeno. TAPI, pagi ini beda. Aku dibuat kaget karena ulahnya yang tiba-tiba berdiri di depan kamarku dengan pakaian kantornya.

Aku mengernyit. Kenapa ini orang?

"Saya tidak pernah naik bus," katanya. Aku makin mengernyit.

"Terus?"

"Temani saya naik bus."

"Hah?"

Pak Doyoung menatapku datar. "Mobil saya ada di rumah. Saya tidak punya kendaraan untuk pergi ke kantor. Dan saya ingin naik bus denganmu."

Astaga, apa barusan aku sedang mendengarkan google translate berbicara? Kepalaku pusing.

"Saya berangkat sama Jeno."

"Tapi saya maunya berangkat denganmu."

Astaga, ada palu nggak sih? Pingin aku jitak lama-lama kepalanya.

Oke Rena, pak Doyoung ini orang kaya. Dan dia belum pernah naik bus. Mungkin dia nggak tau dimana haltenya, dia nggak tau dimana harus berhenti. Mungkin dia canggung kalau pergi sendiri.

Aku menatapnya sekali lagi. Mata tajamnya yang terkesan polos itu justru membuatku makin nggak tega. Dia mirip anak SD galak yang sedang minta permen ke ibunya. Hnggg.

Oke Jeno, jok belakang motor lo harus kosong hari ini. Sorry.

🎄🎄

Bus pagi ini cukup padat. Aku, pak Doyoung dan beberapa orang sampai harus berdiri karena kehabisan tempat duduk. Nggak masalah sih buatku, tapi si bos besar?

Gimana kalau kakinya membengkak gara-gara kelamaan berdiri? Gimana kalau tiba-tiba dia pingsan karena kelelahan?

Oke, itu berlebihan.

"Harusnya naik taksi aja biar bapak bisa duduk," bisikku di telinganya. Dia menggeleng.

"Saya bosan naik mobil."

"Ih, ada ya orang bosen naik mobil?"

"Ada. Saya."

Hhh, oke. Anggap aku sedang berbicara dengan tembok cina. Kami pun kembali terdiam, aku sibuk dengan pikiranku sedangkan dia sibuk menatap jalanan yang cukup ramai. Wajahnya datar, tapi matanya terlihat antusias.

Bus berhenti di halte pertama. Perbandingan orang yang masuk dengan orang yang keluar dari bus ini sangat nggak sinkron. Bukannya makin sepi, bus ini justru terasa makin sesak. Oke, sepertinya aku harus berdiri sampai tempat tujuan kami.

Mataku menatap pergerakan pak Doyoung yang berjalan mendekati sebuah kursi kosong di depannya. Yah, setidaknya bos besar Doyoung bisa duduk dengan tenang di saㅡ

"Duduk."

"Ha?"

Pak Doyoung hanya mendesah sebelum akhirnya menarik tanganku lalu mendudukkan badanku di kursi kosong tersebut.

"Duduk di sini," katanya. Tangannya bahkan menahan bahuku yang hampir bangkit dari kursi ini. "Duduk, Na."

"Tapi bapak?"

Dia sedikit menggeser tubuhnya agar berdiri tepat di sampingku. "Saya di sini."

Bukan itu. Tapi dia? Kenapa dia berdiri? Kenapa dia merelakan kursi kosong di depannya untukku?

Jangan-jangan...pak Doyoung ambeyen? Astaga.

🎄🎄



hai, lama tak bersua:")
agak kangen ya saya dengan work ini dan tentu saja dengan yorobun semuanya wkwkw

Om Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang