pertikaian

47.8K 9.5K 2.2K
                                    

"AARRGGHH SAKIITT!!!"

"Bisa diam sebentar? Aku bahkan belum menyentuh pipimu!"

Aku mengatupkan bibir lalu mengangguk. Pak Doyoung mendesah sebal sebelum kembali mengoleskan salep ke pipiku yang agak memerah.

Terima kasih bu Joy atas mahakaryamu yang luar biasa ini.

"Sudah baikan?" tanyanya. Aku memegang pipiku lalu menggeleng.

"Belum nyoba pastry di dalem, jadiㅡ" Pak Doyoung langsung melayangkan tatapan tajamnya. "Udah baikan, pak."

"Besok jangan masuk kerja dulu," katanya sambil memasang sabuk pengaman. "Saya yakin akan banyak wartawan di depan rumahmu."

Aku terdiam. Iya juga sih, tadi aja banyak wartawan di dalam gedung. Tolong, pak Doyoung dan bu Joy salah dua orang paling kaya dan terkenal di negeri ini. Pasti bakal heboh.

"Beri kabar pada orang di rumah."

"Ha? Kabar apaan?" tanyaku.

"Kalau kamu tidak pulang dulu untuk sementara."

"Ha? Terus aku tidur dimana dong?!"

Pak Doyoung menatapku tajam beberapa detik. "Pasang sabuk pengamanmu."


Pak Doyoung membawaku ke sebuah rumah yang nggak cukup besar tapi mewah. Letaknya agak jauh dari hiruk pikuk kota. Aku mengernyit. Jangan bilang ini rumah pak Doy...astaga!

"Pak, saya mau pulang aja!" kataku sebelum pak Doyoung keluar dari mobil. Dia mengangkat salah satu alisnya.

"Dan mati di tangan wartawan-wartawan itu?"

"Nggak apa-apa daripada mati disini! Bapak mau mengasingkan saya ke tempat yang jauh kan? Terus disiksa, dijadiin budak, terㅡ"

"Turun. Jangan kebanyakan nonton drama," perintahnya tanpa mau menungguku.

Aku berpikir sejenak. Pak Doyoung galak sih, tapi masa iya bakal siksa karyawannnya sendiri? Kan...

Pak Doyoung mengetuk jendela mobil di sampingku, menyuruhku untuk segera turun dari mobil. Baiklah, aku harus berpikir positif. Bisa aja kan dia mau menjauhkan aku dari wartawan?

Aku mengikuti langkah panjang pak Doyoung. Setelah menekan password di depan pintu, pak Doyoung pun memasuki rumah ini dengan santainya.

Lampunya nyala semua, tapi sepi parah. Pak Doyoung mendekati salah satu pintu lalu mengetuknya agak keras.

"Aduuh siapa sih gangㅡeh om!"

Seorang cowok yang sedikit lebih tinggi dari pak Doyoung keluar dari ruangan itu. Wajahnya yang sebal mendadak kaget saat melihat pak Doyoung.

"Mama papamu ke Jepang kan?" tanya pak Doyoung. Cowok itu mengangguk. "Titip dia, besok om kesini lagi."

Mataku dan matanya bertemu. Dia tersenyum sebelum mengangkat tangannya ke udara.

"Watanbe Haruto. Haruto ya, bukan Naruto," katanya. Aku tertawa. Selera humornya sebelas duabelas denganku.

"Renㅡ"

"Selain om sama om Taeil, jangan pernah bukain pintu," ucapan pak Doyoung memotong pembicaraanku dengan Haruto. Huh.

"Emang dia siapa, om? Cewek baru ya?"

Pak Doyoung menyentil pelan jidat Haruto. "Sekolah yang bener."

"Duit jajan dulu dong!"

Namanya orang kaya, keponakan minta uang jajan ya langsung dikasih. Berlembar-lembar pula. Aku tebak, nominalnya hampir sama dengan gajiku satu bulan.

Om Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang