pacar

51.9K 9.9K 2.1K
                                    

"BOS SINTIIIINGGGGGG!!!!!!"

Aku membekap wajahku dengan bantal setelah berteriak lantang. Ciuman pertamaku....Sialan!

"Reeen, kamu kenapa? Kok teriak-teriak gitu? Ren, kamu diputusin Jeno ya? Ren, jawab dongㅡ"

"Papaaaaa, Rena nggak pacaran sama Jeno!" teriakku dari dalam kamar. Papa masih mengetuk pintu kamarku berkali-kali.

"Syukurlah, nggak mungkin juga Jeno mau sama kamu."

"Paㅡ"

"Buka dulu pintunya."

Aku mendesah sebelum akhirnya membuka pintu kamarku. Setelah terbuka, papa langsung memberikan sebuah kotak padaku.

"Makan nih, mood kamu lagi jelek kan?" Aku menatap kotak pemberian papa. Tiba-tiba aku mewek. "Nangisnya nanti aja kalau papa dapet mama baru."

"Papa ih!"

Papa ketawa. "Masuk sana, istirahat. Jangan teriak-teriak nggak jelas, sakit telinga papa."

"Siap Bapak Kyuhyun!" ujarku sambil hormat. Papa tersenyum sebelum meninggalkan aku sendirian di kamar.

Kalau lihat papa, aku jadi sadar kalau hidupku nggak bobrok-bobrok amat walau papa kadang kumat juga sih gilanya.

Aku pun membawa kotak berisi martabak manis kesukaanku ke ranjang. Baru mau buka kotaknya, tiba-tiba ponselku bergetar. Awalnya aku kacangin sih, tapi kok lama-lama ngeselin ya. Masalahnya, nih orang ngirim pesan nggak satu kali.

Aku meraih ponselku di atas meja lalu membaca pesan dari nomor nggak dikenal itu. Hm?

"Besok jam 11 temui saya di kafe depan kantor. Dari orang yang menciummu tadi siㅡANJIR!"

Aku hampir melempar ponselku ke kasur gara-gara pesan tersebut. Masalahnya...dia dapat nomorku dari mana?

Oh ya, dia kan bos. Gzzz.

Aku kembali membaca pesannya, kali ini sambil memikirkan maksud dari pesan tersebut.

Dia mau ngapain ngajak aku ketemuan? Weekend pula? Nggak punya malu apa abis nyium anak orㅡ

Shit. Aku jadi ingat lagi.

Sebelum benar-benar dipecat, mungkin aku harus datang menemui Pak Doyoung. Lagipula aku belum sempat memarahinya kemarin. Setelah menciumku seenak jidat dia langsung pergi gitu aja.

Sialan emang.

Aku memasuki kafe yang Pak Doyoung maksud. Setelah mencari, akhirnya aku melihat sosoknya yang udah duduk di meja nomor 3. Sendiri, tanpa Pak Moon, tanpa pengawalan, tanpa pakaian formal.

Dia beneran Pak Doyoung kan? Kenapa jadi kayak kakak tingkat begini-_-

Aku langsung duduk tanpa menyapanya. Pak Doyoung yang sibuk dengan ponselnya langsung menatapku datar.

Yes, datar sedatar dada mimi peri.

"Bapak pesen minum satu aja?" tanyaku. Pak Doyoung mengangguk.

"Kamu bisa pesan setelah ini selesai."

"Tapi pakㅡ"

"Tidak akan lama."

Aku memicingkan mata. "Dibayarin kan?"

"Saya bahkan bisa beli kafe ini kalau kamu mau."

Sombongnyaaaa, untung beneran kaya :)

"Soal kemarinㅡ"

"NAH ITU PAK!" Aku langsung menyela. "Bapak seenak jidat ciuㅡmaksudnya, kenapa bapak tiba-tiba nyosorㅡnggak nggak, maksud saya, kenapa bapak melakukan hal tidak terpuji itu?!"

Aku merendahkan suaraku. Mohon maaf, ini tempat umum.

Pak Doyoung diam sambil menatapku cukup lama, tanpa berkedip. Tajam-tajam nyeremin.

"Kamu, jadi pacar saya."

Mataku langsung melebar.

"Gila ya bapak?! Mentang-mentang bapak punya dendam ke saya, jadi ini balasannya? Saya juga punya harga diri, pak! Ngapain saya pacaran sama cowok yang jelas-jelas udah punya tunangan?!"

Aku mulai berceramah. Masa bodoh kalau orang-orang disini melihatku.

"Lagian baru tiga hari kenal udah berani aja bapak! Dasar bucin!"

Pak Doyoung menatapku datar beberapa detik sebelum akhirnya menyerahkan selembar kertas padaku.

"Baca."

"Apaan nih?"

"Baca dulu."

Aku mengernyit. Kayaknya kertas aneh nih. Jangan-jangan dia beneran mecat aku lagi?

Nggak mau mati penasaran, aku pun mengambil lalu membuka kertas yang dilipat dua itu.

"Surat kontak. Satu, Cho Rena bersedia menjadi kekasih Kim DoyㅡAPAAN NIH?!" histerisku.

"Bisa tidak jangan teriak-teriak?! Baca dulu baru berkomentar!"

"Nggak mau!" kesalku sambil melempar surat sialan itu ke meja. "Bapak pikir saya cewek gampangan?"

"Saya menawarkan perjanjian yang menguntungkan kita berdua."

"Menguntungkan? Pak, saya ini nggak suka sama bapak, di mana letak menguntungkannya?"

Pak Doyoung memajukan kepala dan tubuhnya mendekatiku. "Jadi pacar saya, hanya di depan Joy. Dan saya akan membayar kamu. Hanya tiga bulan."

Aku tertohok. "Pacar bayaran? Tolong ya, sayaㅡ"

"100 juta."

"Cih, cowok gila! Sayaㅡ"

"200 juta."

Aku terdiam. 200 juta bisa buat bangun rumah tuh. Tapi tapi...

"Sayaㅡ"

"300 juta plus bonus kalau akting kamu bagus," potongnya. Aku meneguk salivaku susah payah. 300 juta uang semua kan?

"Maaf kalau saya lancang, tapi saya tau kondisi keluarga kamu. Saya tau kalau kamu butuh uang itu untuk ayahmu."

Aku terdiam. Sekali lagi, dia bos. Koneksinya banyak. Nggak susah buat nyari tau kondisi papa yang harus berobat rutin karena penyakitnya, apalagi papa baru aja berhenti dari pekerjaannya.

"Cuma di depan Bu Joy kan?" tanyaku. Pak Doyoung mengangguk.

"Hanya di depan dia."

Aku menatap kertas yang sempat aku buang tadi. Hhhhh.....baiklah. Ini demi papa. Demi papa.


sebentar, sedang mencari ide....

Om Doyoung✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang