Rena merintih pelan merasakan pusing yang luar biasa menyiksa. Bau sangit, tangan dan kaki terikat. Rena sadar. Dia tidak dalam mode aman.
"Sudah bangun?"
Kepalanya terangkat begitu mendengar suara lantang di seberang sana. Butuh waktu hampir lima detik bagi Rena untuk mengenali pemilik suara itu.
"B-Bu Joy?"
Joy tergelak sambil berjalan mendekati Rena. "Hm, no no. Aku Nona Joy, calon istri Kim Doyoung!" katanya setelah mengangkat dagu Rena tinggi-tinggi.
"Lepasㅡ" Mata Rena membulat saat menyaksikan tubuh seseorang tengah tergeletak tak berdaya di ujung sana. "Pak Jin!"
"Astaga, kau berisik!"
"P-Pak Jin...kenapa dia di sana?!" histeris Rena. Joy tergelak sambil mendorong kasar dagu Rena..
"Tentu saja meregang nyawa, bodoh! Siapa suruh dia membelamu habis-habisan? Sopir gila."
Rena menggeleng. Nggak, ini nggak mungkin. Pak Jin masih hidup! Masih! Ma..sih.
Rena terisak. Tiba-tiba sekelebat bayangan Kyuhyun muncul di otaknya. Dia baik-baik saja kan di rumah? Dia aman, kan? Lalu Doyoung...apa baik-baik saja?
"Nikmati kesengsaraanmu di sini sampai Doyoung datang, bitch! Begitu Doyoung ada di sini, aku akan mengikatnya di ujung sana," ujar Joy sambil menunjuk sebuah kursi kayu. "Dan kau tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?"
Rena menggeram. "Semua nggak akan terjadi karena Doyoung nggak akan datang ke siㅡ"
"Aku akan menyuruh pria-pria brengsek di belakangmu untuk melucuti pakaianmu lalu menyentuhmu. Tepat di depan Doyoung!"
"Perempuan gila!"
Plak! Joy menampar keras pipi Rena hingga sudut bibirnya sedikit robek. Mata Rena memanas. Sialan.
"Kau, bitch, yang gila! Berani-beraninya mencium tunangan orang di jalan raya? Berani-beraninya kau masuk ke ruangan Doyoung? You, bitch!"
Rena menggeleng. "Dia yang menciumku lebih dulu. Dia yang menarikku ke ruangannya. Dia yang bilang kalauㅡ"
"Behenti bicara, jalang!"
Dan tentu saja, Joy menampar Rena untuk yang kedua kalinya. Lebih kencang. Kepalanya makin pening nggak karuan. Berat. Matanya mulai sulit untuk terbuka.
Suara sirine yang saling sahut-menyahut berhasil memasuki indera pendengaran Rena. Rena menggeleng dengan sisa tenaganya.
Demi Tuhan, jangan datang. Doyoung. Jangan datang.
●●
Doyoung mengusap rambutnya kasar. Demi Tuhan, segala rentetan sumpah serapah ingin dia lontarkan detik ini juga!"Tenang, Doyoung. Besok kita pasti bisa pulang. Sekarang sudah malam, cuaca juga nggak mendukung sama sekali," hibur Taeil. Doyoung menggeram kesal.
Kenapa cuaca nggak mendukung ini harus datang di saat yang nggak tepat? Ya Tuhan.
"Doyoung, Seungyeon menghubungiㅡ"
Dengan cepat Doyoung merebut ponsel milik Taeil. Nama Cho Seungyeonㅡdetektif paling handal di Seoulㅡtertera di sana. Tanpa pikir dua kali, Doyoung segera menjawab panggilan tersebut.
"Lapor, Pak Taeil!"
"Mana Rena? Kau sudah menemukannya?"
"A-Ah, Pak Doyoung...Begini, tolong serahkan ponsel ini pada Pak Taeil. Biarkan sayaㅡ"
"Di mana Rena?!"
Taeil hampir berhasil merebut ponselnya kalau Doyoung nggak buru-buru menahan tangan Taeil. Demi Tuhan, mereka sedang ada di bandara sekarang. Ini tempat umum.
Seungyeon menghela napas di seberang sana.
"Cho Rena berhasil kami temukan di sebuah gudang tua di sekitar batas kota Seoul dengan selamat."
Doyoung menghela napas lega. Matanya terpejam, tangannya meremas ponsel Taeil pelan.
"Syukurlah."
"Tapi, Pak..." Seungyeon menggantungkan ucapannya. "Ada bekas lebam di pipinya. Dia juga belum sadar sampai sekarang."
Doyoung terdiam sejenak. Matanya terbuka perlahan begitu mendengar kalimat terakhir dari Seungyeon.
"Lalu Pak Jin..."
"Kenapa dia?"
Seungyeon kembali menghela napas berat. "Kritis, Pak."
Doyoung memutus sambungan teleponnya dengan Seungyeon lalu mengembalikan ponsel Taeil pada si pemilik.
"Bagaimana, Doyㅡ"
"Hubungi Pengacara Changmin."
"Ya?"
Doyoung menatap Taeil tajam. "Hubungi Pengacara Changmin. Aku akan menjebloskan Joy ke penjara."
●●
Orang pertama yang Rena lihat begitu matanya terbuka adalah Kyuhyun yang sedang terisak di seberang sana. Begitu sadar kalau putrinya terbangun, Kyuhyun pun langsung berhamburan memeluk Rena yang masih terbaring lemah."Reeennnn, maafin papa! Jangan tinggalin papa!"
Rena hampir tergelak kalau nggak merasakan perih di ujung bibirnya. Lukanya belum mengering.
"Rena nggak apa-apaㅡ"
"Nggak apa-apa apanya! Kamu pingsan tiga hari, Ren! Muka cantik kamu jadi lebam!" kesal Kyuhyun sedikit terisak.
"Papa udah makan?"
"Udah tadi soto."
Rena mengangguk. Cukup aku yang sakit, papa jangan, batinnya. "Pa, Pak Jin...."
"Udah lewat masa kritis. Udah membaik."
Rena menghela napas lega. Untung, nggak ada korban jiwa dalam insiden ini. Tapi...dia jadi ingat sesuatu.
"Pa...Pak Doyoung?"
"Papa suruh pulang dulu. Begitu sampai Korea, dia langsung ke sini buat jagain kamu. Nggak makan, nggak mandi. Daripada dia juga sakit, papa suruh aja buat pulang."
Rena terdiam. Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak begitu saja. Padahal Doyoung harus menyelesaikan urusan bisnisnya. Semua hancur berantakan gara-gara dia. Bukankah begitu?
"Papa panggil Dokter Leeteuk dulu ya. Kamu jangan kemana-mana."
Rena mengangguk. Begitu Kyuhyun pergi, diapun berusaha untuk bangkit dari tidurnya, mencoba duduk bersandar kepala ranjang. Kepalanya jadi nyut-nyutan. Sedikit pusing.
Rena dibuat tersentak saat pintu ruang inapnya terbuka. Ia pikir sosok Kyuhyun bersama dokter yang papanya panggil Leeteuk akan muncul. Nyatanya, semua salah. Bukan Kyuhyun dan Dokter Leeteuk si pembuka pintu tersebut.
"D-Doyoung..."
Tatapan tajam Doyoung di seberang sana berhasil buat Rena takut setengah mati. Kenapa dia diam saja? Kenapa dia membeku di sana?
"D-Doyoung, k-kamu kenapa ada disini? Kamu harusnya istirahatㅡ"
Lagi, jantung Rena harus berdetak dua kali lebih cepat saat Doyoung menghampiri lalu memeluk tubuhnya erat-erat. Sangat erat.
"Doyoung..."
Rena mengusap punggung lebar Doyoung. Leher Rena mulai kelelahan karena harus menyesuaikan posisi Doyoung yang memeluknya sambil berdiri. Meski begitu, jujur, dia rindu pelukan ini. Sangat.
"Na..."
Doyoung mempererat pelukannya, sedangakan Rena mulai menepuk punggung Doyoung pelan, berusaha menyalurkan segala kekuatan yang ia miliki.
"Doyoung. Jangan nangis."
●●
almost tamat...