yang ga suka keju skip ajaaah
"Akhirnya bisa pulang kamu, Ren."
Aku tersenyum cerah begitu mendengar pernyataan Papa. Akhirnya, setelah hampir satu minggu tersiksa di tempat ini, Dokter Leeteuk mengizinkanku untuk pulang. Syukurlah.
"Pa...Doyoung kemana?" tanyaku ragu. Papa menatapku sebentar sebelum tergelak.
"Kenapa? Kangen?"
"Ih, nggak!"
"Nggak salah?" Aku mengerucutkan bibir. "Di jalan, Ren. Katanya udah hampir sampai."
"Serius?"
"Emang Papa tukang kibul?" Aku berdecih. Iya deh, terserah Papa. "Papa ke kamar Pak Jin dulu ya. Kamu beres-beres sendiri bisa, kan?"
Aku mengangguk mantap. "Bisa!"
Papa tersenyum lalu mengacak rambutku pelan. Hm, Papa agak berubah sih semenjak insiden itu. Jadi sedikit waras, kurasa. Entahlah, auranya beda.
Aku memilih untuk menyibukkan diri dengan memasukkan pakaianku ke dalam koper. Iya, Doyoung sengaja membawakan bajuku dengan koper. Aku di sini bukan untuk berobat, tapi untuk piknik. Gila, kan?
Klek.
Pintu di seberang sana terbuka. Senyumku perlahan luntur saat melihat sosok tersebut. Kukira Doyoung, ternyata bukan. Pria berjas dokter lengkap dengan alat medisnya datang menghampiriku. Aku mengernyit.
"Dokter Leeteuk menyuruh saya menyuntikkan beberapa vitamin," terangnya. Suaranya masih bisa aku dengar dengan jelas meskipun bibirnya tertutup masker.
"Dokter Leeteuk?"
Aku mengernyit. Aku masih ingat, Doyoung selalu berpesan pada Dokter Leeteuk kalau jangan pernah minta dokter lain mengobatiku, karena Dokter Leeteuk orang kepercayaan Doyoung.
"Mana tangan kananㅡ"
"Tunggu!"
Aku terbelalak saat mataku dengan matanya bertemu. Aku nggak mungkin lupa. Dia...bukannya dia salah satu pria yang menculikku saat itu?
Aku tersentak saat dia meraih tangan kananku paksa lalu menariknya.
"Lepasㅡhmmmp!"
Aku hampir menangis begitu salah satu tangannya yang bebas membekap mulutku kasar.
"Diam!" bentaknya sambil berusaha meraih jarum suntik di atas meja. Aku terus memberontak meskipun badan si brengsek ini jauh lebih besar dari tubuhku.
Bugh!
"Aw, shit!"
Dia jatuh nggak berdaya begitu aku menyikut dadanya sertaㅡnggak lupaㅡmenendang pusat tubuhnya keras-keras. Tanpa berpikir dua kali, aku pun berlari meninggalkan kamar inapku. Seluruh penghuni rumah sakit menatapku heran. Beberapa dari mereka bahkan memanggil namaku, berharap aku akan berhenti meskipun kaki ini enggan untuk berhenti.
Tanganku terus menekan tombol satu di depanku, berharap pintu lift akan segera terbuka. Tolong, terbukalah! Aku mohonㅡ
"Naㅡ"
"Doyoung!"
Aku berlari memeluk Doyoung yang secara ajaib berada di dalam lift sana. Tangisanku pecah detik itu juga. Ya Tuhan!
"Na, kamu kenapa?"
"Itu...ada laki-laki asing berusaha menyuntikkan sesuatu. Dia...aku rasa dia orang suruhan Joy," jawabku sesenggukan.