"Han Seungwoo brengsek!"
Doyoung memukul meja kerjanya cukup keras begitu Taeil mengungkapkan semua hal tentang berita yang tersebar luas di internet. Dugaannya selama ini salah. Bukan Joy, perempuan gila yang sangat terobsesi padanya, melainkan Seungwoo, direktur utama Kim Grup yang sangat ingin merebut posisi CEO dari tangan Doyoung.
"Bisa kupastikan kalau Joy nggak terlibat dengan semua ini. Seungwoo meminta rekaman CCTV lalu menghubungi langsung media dan reporter."
Cukup, Doyoung mendadak pening hanya dengan mendengar penjelasan Taeil.
"Urus semua dulu. Aku harus pergi."
"Kemana?"
Doyoung meraih kunci mobilnya tanpa menatap Taeil. "Menjemput Rena."
"Tapiㅡ"
"Ah, aku minta tolong satu lagi."
Taeil menatap Doyoung cukup lama sebelum helaan napas berat meluncur begitu saja dari mulutnya. Pasti, hal besar akan terjadi lagi setelah ini.
●●
"Lo yakin mau ikut Pak Doyoung?"
Rena mengangguk sambil menyisir rambutnya. "Gue harus ketemu Papa, Jen. Semalem Pak Doyoung yang nemenin Papa. Gue nggak enak."
Jeno memejamkan mata rapat-rapat begitu ingat fakta itu. Sekarang, bukan dia lagi yang menemani Kyuhyun. Tapi Doyoung. Bolehkah Jeno merasa sedikit kesal?
"Kalau ada apa-apa bilang sama gue," kata Jeno. Rena hanya diam. "Dan maaf. Udah buat lo nangis."
Helaan napas meluncur dari mulut Rena. Jujur, sulit baginya untuk nggak memaafkan Jeno. Bagaimanapun juga, Jeno tetap sahabatnya. Dia menyayangi Jeno.
"Maafin gue juga. Udah diemin lo beberapa hari," ujar Rena. Jeno hanya diam sambil menatap Rena dari cermin.
"Maaf Mas Jeno. Ada orang mau ketemu Mas Jeno sama Mbak Rena."
Pak Jinㅡsalah satu satpam rumahㅡberhasil melamunkan segala monolog Jeno. Tanpa bertanya siapa, Jenoㅡpun dengan Renaㅡsudah bisa menebak siapa orang tersebut.
"Suruh masuk aja, Pak."
"86, Mas!"
Pak Jin berlari meninggalkan Jeno dan Rena yang masih betah berada di dalam kamar. Kalau Jeno brengsek dan egois, mungkin dirinya nggak akan segan menarik Rena dalam pelukannyaㅡatau mungkin ranjang besarnyaㅡagar Doyoung salah paham dan batal membawa Rena pergi.
Kalau Jeno brengsek dan egois. Sayangnya, rasa pedulinya pada Rena jauh lebih besar. Dan dia tahu, siapa orang yang pantas menemani Rena melewati semua ini.
"Na."
Suara berat dari ambang pintu kamar Jeno berhasil menyentak dua orang di dalamnya. Rena menatap Doyoung dari cermin di depannya, sedangkan Jeno menatap Doyoung tepat di mata, sedikit tajam.
"Saya mau ambil milik saya."
Demi Tuhan, rasa ikhlas dalam hati Jeno langsung sirna begitu Doyoung mengucapkan kata miliknya. Siapa yang dia maksud miliknya? Rena? Kalau meninju orang bukan sebuah tindak kriminal, Jeno bersumpah akan melayangkan bogem mentahnya ke wajah tampan Doyoung. Serius.
"Sudah siap?" tanya Doyoung sambil menghampiri Rena yang masih betah membatu di depan cermin Jeno. Rena tersentak pelan sebelum mengangguk.
"Sudah."
"Ayo turun. Saya antar pulang."
Doyoung meraih tangan Rena lalu menggenggamnya. Ajaibnya, perempuan itu sama sekali nggak menolak. Tubuhnya beranjak dari kursi tempatnya duduk sebelum mengekor di belakang tubuh besar Doyoung.