"Kamu baik-baik aja?"
Rena tersentak mendengar suara berat di belakangnya. Berbagai pikiran di dalam otaknya pun buyar seketika. Rena hanya bisa tersenyum sambil mengangguk.
"Papa mau makan? Rena beliin ya?"
"Ren."
Kyuhyun menahan tangan kecil sang putri. Setelah menghela napas, iapun mengusap tangan tersebut dengan lembut.
"Kamu nggak menyesal memilih jalan ini? Kamu nggak menyesal meninggalkan Nak Doyoung begitu aja? Jujur, papa menyesal, Ren. Papa..."
Kyuhyun mengusap mata basahnya. Rena meremas pelan tangan Kyuhyun, tersenyum.
"Ini bukan salah Papa. Ini salah Rena yang dengan kurang ajarnya masuk ke hidup Pak Doyoung. Yang dengan nggak tahu dirinya menyukai Pak Doyoung. Rena melakukan ini untuk menebus kesalahan Rena."
"Tapi Ren, Nak Doyoung gimana? Apa nggak pernah terlintas di pikiran kamu tentang dia setelah kita pergi? Renㅡ"
"Dia akan baik-baik aja, Pa. Buat apa dia menderita hanya karena kehilangan kita? Rena yakin, Pak Doyoung nggak butuh waktu selamanya untuk melupakan kita."
Isakan pelan Kyuhyun berhasil buat Rena makin tersiksa. Sialan, umpatnya.
"Tapi Papa yakin kalau Nak Doyoung memang cinta kamu. Papa yakin kalau perasaan Nak Doyoung nggak segampangan itu. Papa juga yakin kalau dia memang orang yang Tuhan kirim buat kita, Ren," kata Kyuhyunㅡmulaiㅡdramatis.
Rena terdiam sejenak. Tiba-tiba, adegan demi adegan dirinya bersama Doyoung berputar di otaknya. Dimulai dari kejadian bersin di kantin, ciuman di depan Joy, surat kontrak, sampai kejadian bulan lalu, saat di mana Rena membalas ungkapan cinta dari Doyoung untuk pertama kalinya.
Nyeri. Sakit. Sesak.
"Kalau Papa benar, Tuhan pasti akan beri ratusan cara supaya kalian bisa bertemu. Ya kan, Ren?" tanya Kyuhyun tiba-tiba. Rena terdiam sambil menatap Papanya nanar.
Ya. Dan semoga kali ini Papa salah.
●●
"Saya tidak mau, Bu.""Rena. Saya mohon, jangan egois. Sepuluh tahun bekerja sebagai sekretaris Pak Heechul, saya jadi tahu betul kondisi Doyoung. Bagaimana bisa pria rasional berubah jadi super bodoh hanya karena cinta? Saya tahu perjuangannya untuk bisa mencapai posisi ini. Tidak mudah, Ren. Sulit."
"Sayaㅡ"
"Doyoung harus jadi CEO Kim Grup. Dan satu-satunya cara yang bisa kamu lakukan hanya pergi dari hidup Doyoung. Pak Heechul berjanji akan membiayai semua biaya hidupmu dan Papamu. Cukup pergi, lupakan dia. Lupakan semuanya."
Rentetan kalimat Taeyeon beberapa waktu lalu kembali terngiang di otak Rena. Andai saat itu dirinya menolak tegas perintah Heechul, apa Rena masih bisa menatap Doyoung hingga detik ini? Andai dia egois dengan tetap tinggal di sisi Doyoung, apa dia akan bahagia?
Rena menggeleng. Nggak, ini pilihannya. Tepat, ini super tepat. Bertindak egois nggak akan membahagiakan siapapun. Rena maupun Doyoung.
Mata kecil Rena menelusuri tiap jengkal laut lepas di depannya. Dia dan Kyuhyun masih cukup beruntung karena Heechul nggak benar-benar membuang mereka ke luar negeri. Meski super terpencil dan jauh dari pusat kota, tempat ini masih baik bagi Rena.
Nggak perlu belajar bahasa lagi, dekat pantai, penduduk super ramah, biaya hidup murah, jauh dari gadget dan...yeah, tenang. Jauh dari ancaman Joy dan para pengikutnya.
Tapi, kenapa rasanya masih menyesakkan? Apa karena nggak ada Doyoung di sini? Atauㅡ
"Nggak. Nggak boleh, Ren!"
Rena menggeleng sambil menepuk pipinya pelan. Bahkan suara ombak di depannya pun belum bisa membangunkan Rena di siang bolong ini.
Aku kira semua akan baik-baik aja. Tapi kenapa harus semenyiksa ini? Kenapa otak, hati, ego dan akal sehatku nggak bisa berjalan beriringan? Ini gila, monolognya.
Rena menunduk, menatap hamparan pasir di bawahnya. Percuma menyesal, semua tetap akan berjalan seperti ini. Rena nggak mungkin kembali ke Seoul. Pun Doyoung nggak mungkin tiba-tiba berdiri di depannya.
Baik, mari berpikir realistis.
Rena menghela napas panjang sebelum berbalik, meninggalkan laut lepas dengan kepala masih menunduk dalam. Persetan jika dia harus menabrak orang. Mereka punya mata, mereka juga bisa kan lebih berhati-hati?
Langkah Rena perlahan terhenti saat melihat sebuah bola jatuh tepat di depan kaki kecilnya. Tanpa berpikir dua kali, diapun meraih bola tersebut lalu mengangkat kepala, berniat mengembalikan bola putih itu pada siapapun-manusia-yang-dengan-lancang-melemparnya.
Namun, tentu saja, niatnya langsung lenyap begitu dia menemukan sosok manusia lancang tersebut. Tengah berdiri lima langkah di depannya, menatapnya dengan tatapan yang sulit Rena artikan. Mata Rena memanas.
Rena sadar. Papa benar. Tuhan punya ratusan cara supaya mereka bisa bertemu. Dan ini, cara terbaik yang Tuhan berikan pada mereka.
Rena dan Doyoung.
ㅡendㅡ
satu chapter lagi plissss gue masi mau nongol