Perjalanan pulang ini benar-benar terasa menakutkan bagi Ara. Di sepanjang perjalanan hanya terisi keheningan, walaupun biasanya juga hening, tapi kali ini rasanya berbeda.
Ara melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya, menunjukkan pukul jam sepuluh malam. Ia meneguk ludahnya, pantas saja kali ini Farhan benar-benar marah.
Sesampainya di rumah, masih sama seperti di mobil, Farhan sama sekali tak mengucapkan kata apapun. Boro-boro ngomong, ngelirik Ara pun sepertinya ogah.
Ara berjalan menaiki tangga menuju ke kamar untuk mandi. Ia melepas semua pakaian yang tadi ia kenakan, lalu segera membilas tubuhnya dan menggosokkan sabun bayi kesukaannya. Itu semua ia lakukan dengan niat menyegarkan tubuh dan juga pikirannya yang tiba-tiba terasa lelah dan penat.
Seusai mandi, Ara merasa sekujur tubuhnya lebih segar daripada sebelumnya, tapi tidak dengan pikirannya yang masih melayang kemana-mana. Ia masih terpikir, dengan bagaimana Farhan yang bisa tiba-tiba muncul di tengah pertemuannya bersama Ryan, mengapa Farhan yang nampak begitu emosi tadi, dan banyak hal rumit lainnya.
Di tengah-tengah pikirannya yang sedang tidak karuan, tiba-tiba Ara tersadar kalau sedari tadi dirinya hanya sendirian di kamar. Lalu dimana Farhan? Kalau saja tidak sedang marah, orang itu pasti sudah tertidur pulas di sofa kamar pada jam-jam segini.
Ara menuruni tangga, dan mendapatkan Farhan yang sedang duduk bersila di sofa depan TV. Ia masih mengenakan seragam sekolah tadi siang, dengan wajah yang nampak lesu sekaligus penat. Hal itu membuat Ara begitu merasa bersalah, apakah dirinya terlalu jahat?
"Han," ujar Ara begitu pelan dan lemah.
Farhan masih tak berkutik, dirinya masih diam menatap udara yang kosong.
"Farhan.."
Farhan nampaknya benar-benar tak menganggap kehadiran Ara yang berada persis di dekatnya.
"Han, lo itu kenapa sih? Cukup jelasin aja, gue itu salah apa? Kok sampai-sampai lo diemin gue kayak gini?!"
Farhan kini menoleh, menatap tajam Ara yang kini tepat di depannya.
"Lo itu terlalu goblok atau gimana sih? Sampai-sampai gak ngerti apa kesalahan lo sendiri?"
"Gimana gue ngerti, kalo lo dari tadi cuma diem aja!" teriak Ara dengan perasaan yang semakin tak karuan.
Sudut bibir kanan Farhan terangkat keatas, menunjukkan senyum miring yang sulit dimengerti. "Gue jadi mikir, kenapa dulu gue harus nerima pernikahan tolol ini?"
Hati Ara mencelos rasanya. Ucapan Farhan barusan benar-benar membuat harga dirinya jatuh. Ia memejamkan kedua matanya demi menahan agar air matanya tidak jatuh di depan Farhan.
"Maaf–" Ara mengepal kedua tangannya kuat-kuat. "–Maaf kalau emang kehadiran gue bikin hidup lo berantakan."
Setelahnya, gadis itu tak nampak lagi di hadapan Farhan. Gadis itu berlari mencari ketenangan dengan caranya sendiri.
oOo
Sinar matahari yang menembus kaca jendela di pagi hari membuat Farhan membuka kedua matanya perlahan-lahan. Ternyata, dirinya tertidur di sofa depan TV semalaman, dan badannya jadi terasa agak pegal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Romance(13+) Kirana Amanda, biasa dipanggil Ara. Gadis periang berumur 18 Tahun, harus menjalani sesuatu hal yang mungkin sulit untuk dilakukan untuk orang lain seumurannya, Menikah. Farhan Gibran, pewaris tunggal dari keluarganya yang menuntutnya untuk m...