14 - sorry

3.7K 215 8
                                    


".. terus, anak-anak bahasa pada minta nomorku— eh, dengerin gak sih?"

Ara langsung tersentak saat Ryan memergokinya tidak mendengarkan omongannya. Kalau boleh jujur, Ara dari tadi terus saja memandangi wajah Ryan yang nampak begitu antusias saat menceritakan cerita-ceritanya ke Ara.

"Sori, baru kurang fokus nih."

Tiba-tiba Ryan merengut kesal karena ceritanya tidak didengarkan, Ara benar-benar tidak bisa menahan senyumnya saat melihat ekspresinya yang seperti itu. Tidak menyangka bahwa ternyata dirinya bisa semudah ini tersenyum, hanya dengan hal-hal sederhana yang dilakukannya bersama Ryan.

Dirinya dan Ryan memang baru saja bertemu seminggu yang lalu, tetapi entah mengapa Ara merasa dirinya mudah sekali nyaman dan akrab. Dari bagaimana lelaki itu tertawa, caranya bercerita, seperti membuat Ara teringat tentang tipikal pendamping hidupnya yang ia idam-idamkan sejak dulu.

"Eh? Ngelamunin apa lagi, sih?" Tanya Ryan dengan melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Ara.

"Hah? Eh– enggak, bukan apa-apa," kejut Ara dengan wajah salah tingkahnya.

"Ngelamunin aku, ya? Tadi sampai senyum-senyum gitu, hahaha," goda Ryan yang tentu langsung membuat muka Ara merah padam, dirinya semakin salah tingkah.

"Enggak! Bukan! Tadi tuh cuma—"

"—cuma mikirin kan? Kalo gitu, lebih gantengan aku apa si Farhan?"

Ara diam, tidak lagi menjawab perkataan Ryan. Mood baiknya tiba-tiba saja menghilang terbawa angin.

Ryan yang menyadari perubahan drastis sikap Ara pun menjadi heran, apakah ada yang salah dari ucapannya?

Setelahnya, Ara memunguti buku-buku dan laptop yang ia masukkan dalam backpacknya dengan cepat. Tadinya ia dan Ryan memang berniat untuk membahas persiapan lomba seni mereka, namun malah berakhir dengan membahas topik lain dan berujung seperti ini.

"Aku pulang duluan ya, udah sore, takut dimarahin ortu," alasan ara yang tentu saja berbohong. Ibunya tentu tidak akan tau ia pulang jam berapa, karena ia tidak tinggal dengan ibunya.

"Aku antar ya?"

"Nope, nggak perlu. Aku udah pesen gojek barusan."

"O– oh, oke. Hati-hati, Ra."

Jelas sekali terdapat penyesalan dari ucapan Ryan barusan, tentu juga dengan raut mukanya yang berubah masam. Jujur saja, Ara juga tak suka suasana seperti ini, tapi bagaimana lagi? Ucapan Ryan tadi memang membuat moodnya hancur.

oOo

Sudah empat jam lamanya Farhan berdiam di rumah seperti ini, kegiatannya dari sepulang sekolah tadi hanya bermain game - menonton televisi - makan, dan begitu seterusnya. Lama-lama Farhan dikira lelaki pengangguran kalau terus-terusan begini.

"Hidup gini-gini amat ya," ujarnya malas sambil mengunyah remahan rengginang yang tersisa di toples ruang tamu.

Drrrtt

Ponsel mahalnya tiba-tiba bergetar, menandakan pesan masuk.

SAYANG ANAK CLUB

MatchmakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang