Dan disinilah mereka sekarang, duduk berdampingan di sebuah kursi kayu yang berada di taman rumah sakit. Suasana setelah hujan reda adalah favorit Ara, apalagi ditemani oleh lelaki yang selalu ia tunggu kehadirannya, Farhan Gibran.
Meski Ara belum bisa menjawab pertanyaan Farhan tadi, tapi entah mengapa hatinya terasa begitu tenang. Melihat kehadiran Farhan disini, mengingatkannya tentang kenangan indah yang terjadi pada masa kecilnya.
Farhan tak meminta Ara untuk buru-buru menjawab pertanyaannya, ini semua untuk kebaikan Ara sendiri. Farhan paham betul jika gadis itu masih dalam masa pemulihan.
Dan yang terpenting, disinilah mereka sekarang. Meski tak saling berucap, setidaknya mereka berdampingan. Ada kepuasan tersendiri di hati Farhan maupun Ara, ini semua lebih dari cukup. Melihat satu sama lain dalam keadaan yang sama-sama baik, berusaha menata masa depan yang sempat tertunda bagi mereka.
oOo
Ini sudah hampir satu jam Ara menghilang dari kamarnya. Setelah kejadian tadi, Ryan hanya dapat pasrah dan kembali ke kamar inap Ara tanpa perlu mencarinya. Tetapi ini sudah memasuki satu jam, bagaimana kalau Ara ternyata kabur darinya? Ini tak bisa dibiarkan.
"Kemana sih tuh anak? Bisa gila gue nyariin dia!" makinya kesal pada diri sendiri.
Tiba-tiba pintu kamar inap terbuka, menunjukkan sepasang kekasih yang selalu nampak serasi bersama. Raka dan Aurel nampak heran melihat seisi kamar inap Ara yang kosong.
"Lah, kok lo sendiri? Ara kemana?" tanya Aurel heran.
Ryan tak menjawab, lelaki itu hanya bisa diam seribu bahasa saat Aurel menyerbunya dengan deretan pertanyaan.
"Eh, gue tanya sama lo ya, dimana Aurel?!" Aurel hampir saja hilang kendali kalau Raka tak menahannya. Bisa-bisa roboh seisi kamar kalau Aurel sudah mengamuk nantinya.
"Tahan, sayang. Kita tanya dulu ke Ryan baik-baik dimana Ara sekarang. Jangan langsung emosi,"
Aurel mencoba menarik nafas, menenangkan dirinya. "Gue tuh titipin Ara ke lo, karena Ara percayanya sama lo. Awas aja ya, kalo misal terjadi apa-apa sama Ara lagi, gue nggak bakal tinggal diam!"
Raka melototi Ryan dari kejauhan, semacam kode untuk meminta Ryan segera menjelaskan kejadiannya pada Ara. Sebelum gadis yang berada di sampingnya ini berubah jadi hewan buas nantinya.
Ryan yang diberi kode semacam itu hanya bisa menunduk dalam, matanya tak berani untuk menatap balik Raka ataupun Aurel yang terlihat sama-sama mengerikan. Dirinya takut betul nantinya apabila satu pasangan ini akan marah, bisa-bisa dia babak belur nantinya, ini tak bisa dibiarkan.
"J-jadi sebenarnya," Ryan meneguk salivanya, "udah hampir seminggu ini gue larang Ara buat keluar dari kamar. Dan tadi, Ara nekat buat jalan-jalan keluar kamar pas hujan, jadi gue marahin dia, eh malah gue dimarahin balik,"
"Eh, lo tuh ya!" Hampir saja Aurel memukul Ryan habis-habisan, tetapi dengan cekatan Raka menahannya. Raka tak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi.
"Ngapain lo ikut-ikutan bela dia? Lepasin gue!" teriak Aurel berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Raka. "Biar dia tau rasa! Berani-beraninya tuh orang mengekang sahabat gue!"
"Sabar dulu Aurel cantik. Tarik nafas, hembuskan.."
Aurel mencoba mengikuti instruksi pacarnya itu. Menarik nafas, tahan beberapa saat, kemudian dihembuskan. Kalau saja Raka tak cekatan menahannya, bisa habis Ryan di tangan Aurel sekarang.
"Yaudah, terus sekarang kita harus kemana?!" tegas Aurel, melirik sinis pada Ryan yang hanya bisa menunduk.
"Kita cariin dulu Ara. Gue yakin pasti dia masih di area rumah sakit," usul Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matchmaking
Romance(13+) Kirana Amanda, biasa dipanggil Ara. Gadis periang berumur 18 Tahun, harus menjalani sesuatu hal yang mungkin sulit untuk dilakukan untuk orang lain seumurannya, Menikah. Farhan Gibran, pewaris tunggal dari keluarganya yang menuntutnya untuk m...