“Rayn. Apa Ayahmu tau soal ini?”
“Enggak, Om. Setiap kali aku ingin memberi tau, Ayah pasti menolak berbicara dengan alasan sibuk.” Terdengar helaan napas pelan dari bibir mungilnya.
“Om tidak menyarankan kamu untuk tetap tinggal di Jakarta, Rayn. Di sini tidak baik untuk kesehatanmu.”
“Jangan khawatir, Om. Ayah bilang aku akan segera dipindahkan ke sekolah international yang sedang dipimpin Ayah di Kalimantan Selatan.” Kalimat itu terdengar memilukan di telinga Dokter Morgan.
“Baiklah. Om tidak mengerti apa yang menjadi sumber masalah di keluargamu. Cukup om paham jika kamu tidak bahagia dengan ini.” Hubungan keluarga Rayn dengan Dokter Morgan memang tidak terlalu dekat. Hanya karena Dokter Morgan adalah adik kandung dari ibu Rayn. Dokter Morgan merupakan seseorang yang berkepribadian cuek ditambah dengan orang tua Rayn yang sibuk dengan pekerjaan.
Rayn tersenyum tipis menanggapi ucapan Dokter Morgan. “Rayn pamit pulang dulu, ya, Om” ucap Rayn berpamitan pada Dokter Morgan. Rayn berdiri dari duduknya lalu mencium tangan kanan Dokter Morgan.
Dokter Morgan melihat Rayn sebagai gadis kecil yang sangat kuat. Bermental tangguh dan tidak mudah putus asa. Sesedih apa pun Rayn, dia akan tetap berusaha tersenyum untuk orang lain. Rayn adalah gadis yang mandiri sejak dulu. Selama mengenal Rayn, Dokter Morgan tak pernah sekalipun mendengar Rayn mengeluh. Rayn memiliki jiwa semangat yang tinggi.
“Kapan kamu akan berangkat?” tanya Dokter Morgan.
“Esok pagi,” balasnya dengan senyuman lebar. Menutupi gejolak di dalam hatinya yang terasa ingin meledak.
Dokter Morgan sudah seperti teman bagi Rayn. Setiap Rayn datang Dokter Morgan selalu menumbuhkan semangat baru dalam diri Rayn. Yang Rayn suka dari Dokter Morgan adalah kepribadiannya yang terkesan acuh, tapi tetap terlihat peduli. Dokter Morgan tidak pernah mempermasalahkan jika Rayn memohon untuk bungkam mengenai penyakit Rayn. Dan satu hal inilah yang membuat Rayn merasa nyaman dengan Dokter Morgan.
***
"Aku tidak ingin mendengar kabar buruk darimu nantinya. Yang ingin kudengar adalah kamu menjadi anak perempuan satu-satunya yang pantas mewarisi perusahaan keluarga ini." Kalimatnya memang diucapkan dengan nada santai, tapi bagi Rayn rentetan kalimat itu mampu menambah beban hidupnya yang semakin berat.
“Tapi bukankah Ayah juga mengetahui bahwa kemampuan setiap orang berbeda-beda. Aku berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk membanggakanmu, tapi aku tidak bisa menjadi seperti yang Ayah inginkan." Rayn mengatakannya jujur dari dalam hati, Rayn tidak yakin bisa menjadi seperti yang Ayahnya inginkan. Rayn sadar jika dirinya sangatlah lemah dan masih jauh dari harapan Ayahnya.
"Benar. Kamu memang harus berusaha semaksimal mungkin. Dan aku tidak ingin mendengar lagi kalimat terakhirmu tadi.”
Rayn menilai Ayahnya sebagai seorang pria dewasa yang haus kesempurnaan. Sejak dulu Ayahnya tidak pernah memaklumi satu pun kesalahan. Yang Ayahnya inginkan adalah semua berjalan lancar sesuai rencananya. Ayahnya bersikap seperti ini karena Rayn adalah anak tunggal di keluarga mereka. Ayahnya akan melakukan segala cara untuk membuat anaknya mampu menjadi seperti yang dia inginkan.
"Haruskah aku menjadi sosok orang lain di hadapan mereka. Ayah tidak pernah mengenal siapa diriku. Ayah selalu berusaha menjadikan diriku seperti apa yang dia mau. Kenapa Tuhan memberikan ujian berat ini padaku. Apakah aku salah telah lahir didunia ini?” gumam Rayn yang masih terdengar di telinga ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
Storie d'amoreApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...