13

69 11 5
                                    

***
“Yang benar-benar tulus akan rela tersakiti demi dirimu. Berbeda dengan yang modus, rela menyakiti demi dirinya sendiri.”
***

Dering bel pulang sekolah sudah terdengar. Waktu memang terasa begitu cepat dengan adanya kisah yang terus mengalir deras. Seseorang kadang juga merasa waktu berjalan sangat lambat ketika dirinya hanya tinggal di satu ruang lingkup. Rayn merasa dulu dua puluh empat jam dalam setiap harinya terasa begitu lambat, tapi saat ini tujuh hari dalam satu minggunya terasa begitu cepat.

Saat ini mereka tengah berada di kamar milik Rayn. Melly terlihat sibuk menyisir rambut yang sengaja digerai, sedangkan Rayn sudah siap dengan celana panjang dan sweeter tak lupa sepatu kesayangannya dengan tas selempang yang hanya berisi atm serta handphone.

"Rayn kamu udah baikan sama Rean?" tanya Melly membuka pembicaraan.

"Aku selalu baik padanya, tapi untuk kembali bersikap seperti dulu lagi mungkin aku belum bisa. Kamu mungkin bisa yakin dengan kata-katanya, tapi tidak dengan aku," jawab Rayn.

"Mulai saat itu aku tidak lagi bisa percaya dengan Rean. Laki-laki yang kuanggap baik selama ini ternyata punya sikap buruk juga," Melly terkekeh mengingat kejadian tempo hari dimana dia tidak sengaja menabrak Olive.

"Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, hanya ada manusia yang hampir sempurna. Rean butuh waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri. Aku sudah mengatakan padanya untuk datang padaku jika dia sudah yakin hatinya untuk siapa," jawab Rayn bijak.

Melly tersenyum tanpa melihat ke arah Rayn. Temannya itu memang seorang gadis yang memiliki hati baja dan pemikiran yang cukup dewasa.

Akhirnya mereka memutuskan untuk segera menuju cafe. Mereka dengar ada sebuah cafe yang baru buka menyajikan pemandangan yang cukup indah. Sore ini langit terlihat cerah tanpa mendung. Seakan langit memberi restu kepada mereka untuk menikmati indahnya langit jingga.

***

"Hari ini pulang sekolah ke cafe dulu yuk, Re," ajak Olive, tangannya bergelayut manja di lengan Rean.

"Terserah," jawab Rean singkat.

"Makasih, Rean sayang," ucap Olive dengan manjanya.

"Sayang kamu bilang? Jika bersama Danzy apakah kamu juga akan memanggilnya ‘sayang’?" tanya Rean, ucapannya mengungkapkan kecemburuan dan kekecewaan.

"E enggak kok. Itu hanya masa lalu, Rean. Lagian itu juga karena Danzy godain aku terus, cewek mana yang gak terpesona sama sikap manis Danzy," ucap Olive membela diri.

"Jika kamu memang tulus menyayangiku. Tidak seharusnya kamu tergoda pria lain, Olive." Rean berjalan menuju mobilnya.

"Lupakan saja. Lebih baik kita segera pergi ke Cafe. Aku dengar disana pemandangannya indah.” Olive memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Rean terdiam sejenak, pikirannya kembali melayang membandingkan sikap Olive dengan Rayn. Rayn selalu bisa mengerti dengan apa yang dimaksud Rean, sedangkan Olive seperti tidak peduli dengan apa yang sedang dipikirkan Rean. Mungkin benar kata Ghani dan Bagas, Rean hampir saja mendapatkan berlian tapi Rean lebih memilih logam biasa.

***

Sesampainya di cafe mereka segera duduk dan memesan minum. Sambil bercerita Olive sesekali tertawa dan Rean hanya membalas senyuman tipis. Yang saat ini ada di pikiran Rean adalah gadis itu. Gadis tangguh yang sudah ia porak-porandakan perasaannya.

Precious Time [Edisi Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang