***
“Tuhan saja memberikan kesempatan bagi umatnya yang ingin bertaubat, kenapa aku tidak memberi dia kesempatan hanya untuk berbicara?"
***Setelah kejadian tempo hari Rean belum menemui Rayn sama sekali. Sesekali Rean bertatap muka dengan Melly, tapi Melly bersikap seakan-akan tidak mengenali Rean. Melly hanya diam dan bersikap dingin, bahkan ketika mereka berada di satu meja yang sama seperti saat ini.
“Lah ini kok pada diem aja, sih?” seseorang yang merasa jengah dengan keadaan akhirnya membuka suara.
“Memangnya apa yang perlu dibicarakan? Kita di kantin untuk makan bukan untuk mengobrol,” jawab Ghani dingin. Ghani paham dengan situasi, dia sudah mengetahui semuanya dari Melly yang kini sudah resmi menjadi kekasihnya.
“Benar, lagipula tidak ada gunanya berbicara kepada orang-orang yang punya telinga, tapi memilih untuk menulikannya.” Kali ini Melly membuka suara. Melly rasa emosinya sudah berada di ujung tenggorokan sehingga tak dapat lagi untuk dipendam. Ghani tersenyum miring menyadari kekasihnya yang sudah ingin meledak, dia membiarkan ini terjadi agar pemikiran temannya sedikit terbuka.
“Apa yang kamu katakan? Sepertinya gadis itu tidak pernah menyukaiku, Rean. Ada apa dengannya?” Olive melirik sinis kepada Melly yang masih terlihat cuek dengan semangkuk bakso yang sejak tadi hanya diaduknya.
“Memangnya kenapa? Seseorang memang terlihat punya telinga, tapi memilih untuk menutupnya ketika kebenaran disampaikan.” Melly berbicara dengan tenang, tatapannya lurus ke depan kepada seseorang yang sejak tadi terkesan acuh.
Rean mendongakkan kepalanya ketika merasa sedang diperhatikan. Wajahnya langsung berhadapan dengan Melly, kini Rean memahami setiap kalimat yang Melly ucapkan pasti ditujukan untuk dirinya. Rean masih belum paham dengan maksud Melly yang mengatakan jika seseorang memilih menutup telinga ketika kebenaran disampaikan. Apakah itu artinya dia tidak mendengarkan kebenaran yang sesungguhnya?
“Apa maksudmu?” tanya Rean.
“Cih … laki-laki sepertimu pantas diberi pelajaran, pikirkan saja sendiri dan akan ku pastikan kamu menyesali sesuatu. Mungkin saat ini otakmu tidak berjalan dengan lancar ketika di sampingmu selalu ada Mak lampir itu.” Melly berucap tanpa melepas pandangannya pada Rean, sedangkan Olive memelototkan matanya ketika menyadari bahwa yang di maksud Melly adalah dia. Melly berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kantin di susul kekasihnya. Ghani hanya tersenyum remeh pada Rean yang masih terdiam.
“Kampret. Mentang-mentang udah jadian aja kemana-mana berdua, Olive juga nempel mulu sama Rean kayak ulat bulu. Jomblo bisa apa?” Bagas sepertinya sedang bermonolog.
Sedangkan Olive sejak tadi menahan emosi. Bagaimana tidak jika dalam kurun waktu kurang dari satu menit dia sudah mendapat dua julukan sekaligus, yang pertama Mak lampir dan yang kedua ulat bulu. Olive memang terus bersikap manja kepada Rean, kemana Rean pergi Olive pasti ada di sampingnya. Lebih tepatnya bergelayut manja di lengan kokoh milik Rean.
***
"Dokter anda dari Jakarta sudah mengirimkan catatan medis kepada kami. Sejauh pemeriksaan kami kondisi anda terlihat membaik beberapa hari lalu, tapi melihat kondisi anda saat ini sepertinya kembali menurun. Anda harus beristirahat penuh hingga beberapa hari kedepan," kata dokter.
"Sepertinya aku sudah lelah. Tidak bisakah jika aku hanya sampai di sini saja? Haruskan aku terus bertahan hidup, Dokter Rio?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir Rayn, dia sudah merasa sangat lelah dan seperti ingin menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...