***
"Aku tahu ini tidak mudah, tapi tolong dengarkan aku. Apapun yang terjadi semoga kamu tidak terluka."
***
Kondisi Permana semakin membaik setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Claudia tidak pernah meninggalkan suaminya sendirian di kamar rawat. Sedangkan Rean, sejak papanya jatuh sakit dia berusaha keras untuk mencari tahu sendiri penyebab bangkrutnya perusahaan papanya.
Beberapa informasi sudah berhasil dia temukan, tapi hingga kini dia belum tahu pasti siapa dalang di balik semua ini. Pastinya ada campur tangan orang yang sangat berpengaruh di dunia bisnis.
Untuk saat ini yang Rean ketahui, ada sebuah perusahaan baru yang menawarkan kerja sama dengan keuntungan yang sangat meyakinkan. Perusahaan itu memberikan syarat tertentu bagi perusahaan lain yang ingin bergabung. Salah satunya adalah tidak memiliki kerjasama dalam bentuk apapun dengan perusahaan lain. Selain itu perusahaan ini sedang membangun proyek besar yang hampir sama dengan perusahaan papanya. Yang membuat kondisi semakin rumit adalah secara tiba-tiba pasokan dana dari beberapa pemegang saham ditarik kembali sehingga pembangunan terpaksa dihentikan. Hal ini tentu membuat perusahaan papanya kesulitan dana dalam jumlah yang cukup besar dengan tidak adanya suntikan dana dari pihak eksternal.
"Ray Corp, perusahaan yang baru saja dibangun tahun ini. Untuk pimpinannya sendiri kami belum mendapat informasi, kemungkinan besar perusahaan ini memiliki induk."
"Cari tahu lebih dalam lagi. Aku sangat ingin tahu siapa orangnya dan tujuannya melakukan hal ini. Sepertinya semua sudah terencana untuk membuat perusahaan papa hancur," ucap Rean pada sekretaris papanya.
"Baiklah. Saya permisi, Tuan muda."
Rean meraih ponsel yang berada di atas meja. Ada sebuah telepon masuk dari seseorang yang mungkin bisa mengubah suasana hati Rean menjadi lebih baik.
"Halo, Re."
"Ada apa?"
"Kamu masih di rumah sakit? Aku ke sana ya."
"Tidak. Aku di kantor papa."
"Emm bagaimana kalau kita makan malam di luar?"
"Ya."
"Oke di tempat makan biasa ya. See you, Rean sayang."
Rean menghela napas perlahan kemudian memutuskan untuk segera pergi. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju tempat makan yang sudah menjadi langganannya bersama teman-temannya sejak kecil. Sesampainya di sana Rean memarkirkan mobil dan bergegas memasuki gedung bercorak khas daerah. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan hingga menemukan seorang gadis yang tengah melambaikan tangan padanya.
"Kalian ingin makan apa?" seorang pelayan datang membawa daftar menu makanan.
"Seperti biasa," jawab Rean. Rean merupakan pelanggan tetap yang paling sering berkunjung, tidak heran jika mereka sudah hafal dengan menu kesukaan Rean.
"Ini pacar kamu, Re? Udah ganti lagi ya? Sepertinya yang kemarin lebih langsing," ucap pelayan itu berniat menggoda Rean.
"Hei, secara tidak langsung kamu mengataiku gendut?" bentak Olive tidak terima.
"M Maaf maaf ... aku tidak bermaksud. Maaf," ucap pelayan itu menundukkan kepalanya begitu rendah. Olive tersenyum kecil lalu menepuk sebelah pundak pelayan.
"Tiga tahun aku tidak berkunjung ke sini dan kamu sudah lupa kepadaku? Seharusnya aku menempel fotoku di meja ini untuk mengingatkan kamu dengan pelanggan tetap yang paling cantik ini," ucap Olive, tangannya menyisir rambut yang sengaja digerai indah. Pelayan itu akhirnya mendongakkan kepala dan berusaha lebih dekat dengan Olive.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Olive gugup, pelayan wanita itu memajukan wajahnya terlalu dekat dengan wajah Olive membuat Olive kembali terduduk.
"Olive?" Pelayan wanita itu berteriak sambil mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan hidung Olive. Olive menatapnya tajam lalu menepis kasar tangan pelayan wanita itu.
"Ya. Memang siapa lagi gadis cantik yang mau berlangganan di tempat makan ini selain aku?" ucap Olive ketus.
"Astaga, kamu semakin cantik saja. Wajar jika aku tidak mengenalimu," ucapnya membela diri.
"Hah ya sudahlah, aku ingin makan. Masih ingat bukan, menu favoritku?" tanya Olive yang dibalas anggukan antusian dari pelayan wanita itu.
"Bagus. Aku menunggunya," ucap Olive dan pelayan wanita itu segera pergi menuju dapur.
"Pelayan di sini tidak pernah di ganti rupanya," ucap Olive sambil menatap Rean.
"Hem, dan kamu harus bersikap baik dengan mereka," jawab Rean menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum menahan tawa.
"Aku hanya memberi sedikit pelajaran karena telah melupakan aku," jawab Olive jengah.
"Apakah begitu penting bagimu sehingga pelayan di sini tidak harus melupakanmu?"
"Emm ... aku rasa, tidak. Ketika kamu masih belum melupakanku dan mau menerima aku kembali dengan baik, bagitu sudah lebih dari cukup," jawab Olive mengurai senyuman indah di depan Rean. Membuat Rean ikut tersenyum manis.
"Ini makan malam untuk kedua pelanggan setia kami," ucap pelayan tadi yang datang dengan nampan berisi pesanan mereka.
"Mbak Dina, bersikaplah seperti biasa. Kamu bersikap terlalu kaku padaku, aku kesal," ucap Olive berpura-pura merajuk.
"Ohh rupanya gadis kecil ini begitu rindu padaku," ucap pelayan wanita itu bernama Dina. Dia sudah bekerja di tempat makan itu sejak Olive masih duduk di bangku SMP. Mbak Dina sangat mengenal Olive dan Rean serta teman-temannya yang lain karena mereka sering datang dan sangat ramah.
"Kalau begitu duduk di sini bersama kami sebagai gantinya. Mbak Dina harus menemaniku makan malam bersama. Mas mas pesan satu porsi lagi dong sotonya," teriak Olive pada pelayan laki-laki yang berjaga di meja kasir. Mbak Dina duduk di antara Rean dan Olive yang berhadapan.
"Seleramu masih sama walau sudah tinggal di luar negri cukup lama," kata Mbak Dina.
"Memangnya lidah bisa berubah selera hanya karena pindah negara? Hei, aku lahir di sini, Mbak. Mana mungkin aku bisa lupa begitu saja, tiga tahun tidak ada apa-apanya dibanding lima belas tahunku," jelas Olive. Olive memang terlahir di tempat ini, ibunya adalah wanita asli Indonesia sedangkan darah eropa dia dapatkan dari ayahnya.
Sesuatu yang terjadi tiga tahun lalu yang membuat Olive memutuskan untuk pergi ke tanah kelahiran ayahnya untuk tinggal bersama kakek dan neneknya.saat itu Olive baru saja lulus SMP dan baru saja memulai lembaran baru di jenjang SMA, tapi ada sebuah masalah yang membuatnya harus pergi meninggalkan tanah air untuk beberapa saat.
"Makanan sudah datang. Kalian hanya ingin mengobrol berdua tanpa memperdulikan aku?" tanya Rean. Dia merasa terabaikan sejak tiba di tempat itu. Kedua wanita yang berada di depannya terlihat begitu asik bertukar cerita.
"Hehe maaf. Kalau begitu selamat makan semuanya, anggap saja ini pesta kecil-kecilan ata s kembalinya aku ke tempat ini," ucap Olive. Rean dan Mbak Dina mengangguk tersenyum dan mulai menyantap soto masing-masing.
Menu utama yang disediakan tempat makan ini adalah soto banjar. Soto khas Banjarmasin yang memiliki rasa khas dan aroma yang berbeda dari soto yang lain. Cara makannyapun sedikit berbeda hanya dengan diberi tambahan jeruk nipis yang diperas sendiri sesuai selera dan telur rebuh yang dibelah menjadi dua bagian.
Selain itu mereka juga memiliki cara unik tersendiri untuk menikmati soto. Jika biasanya potongan daging ayam dijadikan satu dengan kuah, maka mereka hanya mendapatkan kuah soto dengan mie dan sayuran serta telur saja. Sedangkan untuk dagingnya mereka dapatkan dari sate yang disajikan terpisah dengan kuah soto. Sate ayam yang dilumuri sambal kacang berwarna coklat membuat mereka ketagihan dan menjadikan rumah makan ini sebagai tempat terfavorit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...