7

96 16 0
                                    

Suara bel yang berbunyi terdengar di seluruh penjuru sekolah. Para petugas PKS sudah berhenti membantu siswa yang menyeberang jalan dan para anggota OSIS sudah berjejer rapi di depan pagar. Siap menyambut kedatangan siswa terlambat.

Rayn berjalan perlahan menaiki anak tangga satu persatu hingga sampai di lantai paling atas. Kelas Rayn memang berada di sana, ini merupakan sebuah kesialan tersendiri untuk dirinya. Untung saja di setiap lantainya memiliki kantin dan fasilitas lengkap lainnya. Setidaknya hal ini membuat Rayn tidak perlu naik turun tangga berkali-kali.

Rayn berjalan menunduk karena merasa lelah. Tak di sadarinya kini Rayn berjalan ke arah tiga laki-laki yang sepertinya sengaja menghadang jalan Rayn. Ketika Rayn sudah berada cukup dekat dengan mereka, barulah Rayn menyadari karena melihat ada beberapa pasang sepatu di hadapannya.

"Pagi, Rayn." Sapa laki-laki yang paling tampan di antara ketiganya dengan baju seragam yang tidak dimasukkan dan dua kancing teratas yang dibiarkan terbuka memperlihatkan kaos hitam polos. Wajah itu terlihat begitu tampan dan sangat manis jika tersenyum lebar.

"Pagi kembali, Rean. Kamu sekolah disini juga?" jawab Rayn terkejut karena selama lebih dari satu minggu dia sekolah di sini dan baru hari ini dia menyadari keberadaan Rean. Laki-laki yang selama beberapa hari ini memenuhi pikirannya.

"Iya, sebenarnya aku sudah tahu kamu sejak awal masuk sekolah. Tepatnya kelas kita bersebelahan," jawab Rean memberikan penjelasan mengenai keberadaannya di sekolah ini.

"Tapi kenapa baru sekarang kamu menemuiku?" Pertanyaan berhasil lolos begitu saja dari mulut Rayn yang segera mendarat mulus di telinga Rean, dkk. Rayn menggigit bibir bawahnya karena merasa bodoh bertanya seperti itu. Rayn segera berlalu sambil menundukkan kepalanya merasa seikit malu kepada Rean dan kedua temannya.

Sambil tersenyum Rean menjawab, memutar badannya hingga melihat punggung Rayn yang semakin jauh. "Karena aku ingin membuat kesan tersendiri dihatimu. Tentang aku." Rean menjawab dengan sedikit berteriak karena jarak antara dirinya dan Rayn cukup jauh.

Sedangkan yang diteriaki berhenti melangkah dan memegang pipinya yang semakin terasa panas. Percayalah sekarang wajah Rayn sudah seperti tomat. Rayn segera melanjutkan langkahnya sebelum Rean kembali mengeluarkan jurus gombalnya.

"Wuahahaha sejak kapan Andreans Ghama Permana. Jadi puitis kayak gini. Hahaha" Suara toa Bagas yang menertawakan Rean membuat suasana yang awalnya romantis menjadi hancur. Menurutnya Rean sama sekali tidak cocok berlagak seperti Rompis yang sangat puitis. Sedangkan teman mereka yang satu hanya diam sejak tadi tidak menghiraukan Rean dan Bagas, tapi matanya sangat tajam menatap sekeliling seperti sedang mencari sesuatu.

"Nyari apa kamu, Ghan. Nyari jahe?" Tawa Bagas yang memekakkan telinga itu kembali terdengar. Entah mengapa Bagas suka sekali tertawa keras dan tidak menyadari bahwa itu membuat orang lain tidak nyaman.

"Hentikan ketawamu itu, Bagas," ucap Rean dingin yang membuat Bagas benar-benar bungkam. Rean beralih pada Ghani "Kamu mencari teman Rayn, ya?" tanya Rean. Rean sudah bisa menebak kemana jalan pikiran Ghani saat ini, yang hanya dijawab anggukan oleh Ghani yang terkenal irit bicara.

***

"Baru juga duduk. Udah senyum-senyum aja, Rayn. Btw, kenapa tuh pipi juga merah-merah. Kamu pakai blush on terlalu banyak hari ini." Siapa lagi si cerewet itu kalau bukan Melly.

"Apaan, sih. A aku gak apa-apa kok. Iya tadi ketebelan deh kayaknya," jawab Rayn mengiyakan saja pernyataan dari Melly karena dia belum ingin menceritakan tentang Rean pada Melly.

"Awas kalau ketahuan guru BK atau OSIS. Kamu bakalan dapat SP." Melly yang memang polos dan gampang dikibulin itu percaya saja dengan pengakuan Rayn.

Precious Time [Edisi Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang