Rayn memandang laki-laki yang menyapanya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sedangkan yang dipandang tetap mengurai senyum, laki-laki itu terlihat bahagia bisa dipertemukan kembali dengan Rayn.
"Sama siapa ke sini?" laki-laki itu bertanya karena dia tidak yakin Rayn bisa sampai di tempat ini seorang diri.
"Oh, aku baik-baik saja. Aku kemari bersama temanku."
"Rayn, sudah dapat tempat duduk?" Melly datang menghampiri Rayn dengan membawa nampan berisi pesanan mereka.
"Emm ... belum," jawab Rayn. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan.
"Duduk situ aja, yuk." Akhirnya Rayn menangkap sebuah meja di ujung yang masih kosong.
"Kenapa tidak bergabung dengan kami saja?" tanya salah satu teman Rean yang duduk di sebelah kanan. Sedangkan yang duduk di sebelah kiri Rean sejak tadi hanya diam dan berwajah datar.
"Oh tidak. Kami juga sedang ingin membicarakan sesuatu yang penting. Iyakan, Mel?" ucap Rayn mengedipkan sebelah matanya pada Melly meminta pertolongan.
"Eh? Emm ... iya." Melly yang tidak tahu apa-apa akhirnya mengiyakan ucapan temannya.
"Oh yaudah kalau gitu. Selamat menikmati makan siangmu, Nona manis." Goda Rean pada Rayn yang sedari tadi menghindari kontak mata dengannya.
Rayn mengurai senyumnya dan berlalu pergi menuju meja kosong dengan Melly yang mengekor dengan wajah sedikit bingung.
"Rayn, kenapa sih? Kamu seperti menghindar dari mereka." Tentu saja Melly merasakan keanehan pada diri teman barunya.
"Next time aku ceritain. Sekarang kita cepet-cepet makan terus pergi dari sini," jawab Rayn lalu meminum jusnya hingga tersisa sedikit. Rayn merasa tenggorokannya kering setelah bertatapan dengan Rean. Sedangkan Melly mendengus pelan sambil mengamati siapa saja yang tadi berbicara dengan Rayn dan menggoda Rayn.
***
Semakin aku memperhatikannya, semakin berdebar jantungku. Semakin lekat aku memandangnya, maka aku akan semakin jatuh dalam pesonanya. Semakin aku dekat dengannya, rasanya semakin ingin memeluk. Gemes banget lihat Rayn yang salting gitu.
"Woy, aelah ... Joko lagi kasmaran, nih. Dari tadi merhatiin cewek mulu. Sono deh samperin." Sebuah ledekan terdengar oleh Rean dari mulut toa Bagas. Satu-satunya teman Rean yang mulutnya kalau ngomong udah kayak petasan Betawi yang di pernikahan itu.
"Apaan, sih. Nyamperinnya ntar aja di rumah dia, sambil ngelamar sekalian," jawab Rean dengan santainya sambil meminum lagi es jeruk pesanannya.
"Cantik juga." Teman Rean yang terkenal pendiam dan jarang ngelirik cewek. Hari ini mengakui bahwa ada cewek cantik. Perlu di catat dalam buku sejarah Indonesia dan masuk materi ujian.
"Woww ... siapa yang ngomong barusan? Ini beneran Ghani yang barusan ngomong? Apa ayam goreng yang barusan ku makan?" Sambar Bagas yang sudah mirip dengan komentator sepak bola. Nyerocos gak ada habisnya sebelum 'Gool'.
"Eh. Ghan, sebelumnya kamu gak pernah cari masalah sama aku. Tapi kali ini maksud kamu apa. Tuh, cewek yang pakai blezer putih. Only mine." Suara itu berasal dari mulut Rean yang tidak terima jika Ghani ikut-ikutan memuji Rayn. Ya walau benar, Rayn kan memang cantik.
"Bukan itu, tapi yang pakai kacamata," sahut Ghani. Matanya masih fokus pada makanannya yang belum habis, tanpa memperdulikan ancaman Rean.
"Wow wow wow ... udah pada dapat idaman masing-masing. Aku? Aku anak baik. Gak boleh cinta-cintaan, masih kecil takut dosa adek mah," kata Bagas dengan gaya sok imutnya. Yang membuat kedua temannya jengah dan memutar bola mata malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...