5

101 15 1
                                    

Satu minggu sudah berlalu. Rayn juga mudah mendapatkan teman, dengan parasnya yang cantik, sikap baik, ramah. Siapa yang tidak mau berteman dengannya. Hanya saja banyak anak yang lebih memilih bersama teman lamanya dari pada berkenalan dengan teman baru.

Rayn mendapatkan satu teman baik yang sekaligus menjadi teman sebangkunya sejak awal. Memiliki paras yang cantik dengan fashion yang bisa dibilang sedikit Nerd. Rayn bukan pemilih dalam berteman, yang Rayn tau 'Jika dia baik padaku maka aku akan baik padanya. Jika dia jahat padaku maka akulah musuh terbesarnya'.

"Halo, Mel. Jadikan jalan-jalannya? Ajak aku keliling kota yang sejuk ini. Sebentar saja. Yayayaaa, Pleace." Rayn memohon kepada temannya melalui telepon. Melly. Nama teman barunya di Gem International High School . Yang kini sekolah itu sudah resmi menjadi milik ayahnya.

"Eemm, Iya deh. Tapi jangan jauh-jauh aku tidak di perbolehkan berkendara terlalu jauh karena aku belum punya SIM." Jawaban dari seberang telepon sana membuat Rayn terngaga. Di usia mereka yang seharusnya sudah mempunyai SIM mengapa Melly masih belum memilikinya. Tak ingin ambil pusing akhirnya Rayn memutuskan untuk tetap pergi bersama.

"Tenang saja. Aku sudah punya SIM jadi kita bebas kemana saja. Kita pakai mobilku saja. Aku tunggu di rumah lokasinya udah aku share." Sambungan telepon diputus sepihak oleh Rayn tanpa menunggu persetujuan dari sang lawan bicara.

Ditempat lain Melly menghela napas panjang, tidak habis pikir dengan teman barunya yang punya semangat ekstra tinggi. Hanya karena keinginannya untuk jalan jalan di turuti.

Bahagia itu sederhana, Kawan.

***

Rean sedang merenung di atas meja makan dengan segelas air putih di hadapannya. Terlihat seperti sedang berpikir keras hingga menimbulkan kerutan di dahinya.

"Ahh iya. Dia memang cantik, manis, baik. Tidak sia-sia aku mengintainya selama semingguan ini." Selesai berpikir Rean bergumam sendirian. Senyuman terus tercetak jelas di bibir Rean sejak pikirannya kembali melayang mengingat beberapa kejadian tempo hari.

"Eh, pingsan. Bantuin dong eh, ini gimana," bisik-bisik terdengar suaranya meminta bantuan. Namun tak ada satupun dari mereka yang berani bergerak memberikan bantuan. Upacara sedang berlangsung sangat khidmat. Mereka hanya tidak ingin mendapat teguran dari Pembina yang tengah asik berceramah di atas podium.

"Rayn? ternyata benar dia sekolah disini juga. Memang jodoh gak akan kemana,"gumamnya sendirian. Tak ingin ambil pusing akhirnya Rean sendirilah yang membopong tubuh Rayn dan membawanya ke UKS. Lama dia memandang wajah Rayn lekat. Wajah yang pucat pasi seperti tak mendapat aliran darah yang lancar. Dihidungnya sudah terpasang selang oksigen.

"Cepat sembuh Rayn. Aku di sini untukmu," ucapnya sambil mengelus kepala Rayn perlahan.

Rean memanggil petugas UKS yang sedang bertugas untuk mengecek kondisi Rayn. Katanya Rayn harus dipanggilkan dokter. Kondisinya saat ini sedikit mengkhawatirkan. Petugas disana mengatakan jika Rayn sedikit memiliki gangguan pernapasan.

Mulai itulah hati Rean gelisah. Apa yang sebenarnya terjadi pada Rayn. Setelah memanggilkan dokter khusus yang di pekerjakan oleh GIHS, Rean memutuskan untuk pergi dan dia berpikir untuk tidak menemui Rayn dulu selama beberapa hari. Rean ingin mengetahui bagaimana Rayn setiap harinya. Hingga Rean memahami harus seperti apa bersikap pada Rayn.

Agar Rayn nyaman dengan kehadirannya nanti.

"Rean ... Rean!!! Kamu kesambet apa nak? Mama pukul pakai wajan biar kamu sadar."

"Eh, Mama. Jangan dong masa wajah ganteng Rean mau dicium sama wajan." Rean tidak terima karena sang mama hampir saja benar-benar menimpuk wajah Rean dengan wajan yang rencananya mau di buat goreng telur oleh sang mama.

"Lagian kamu ini pagi-pagi udah ngelamun sendirian di dapur. Pakek senyum-senyum sendiri juga. Mama gak mau yaa ada hal aneh-aneh di rumah ini," omel Claudia sambil mulai menyiapkan bahan-bahan untuk dimasaknya pagi ini.

"Ck, Iya iya, Maahh. Rean ga aneh-aneh kok. Ini tuh karena Rean lagi kasmaran," jawab Rean sambil mulai lagi senyum-senyum sendiri membayangkan wajah cantik sang pujaan hati.

"Gak usah ngayal, deh kamu. Sana mandi terus kemana kek gitu. Biasanya kalau weekend kamu jalan sama teman-temanmu yang absurd itu." Usir Claudia karena dia tidak mau acara masak-masaknya diganggu lagi oleh Rean.

"Iya iyaaa. Aealahh, gitu banget sama anak sendiri. Ntar gak masuk surga loh, Ma, karena durhaka sama anak." Teriak Rean sambil lari terlebih dahulu karena tidak ingin wajahnya benar benar ditimpuk pakai wajan oleh sang mama.

"Reeaaaannnnn." Teriakan sang mama menggema di seluruh penjuru rumah. Sedangkan yang diteriaki sudah masuk kamarnya sambil tertawa terbahak-bahak.

***

Terdengar suara bel rumah menandakan jika ada tamu yang datang.

"Iya. Sebentar." Mbak Lili bergegas membuka pintu rumah dan mendapati seorang gadis di depannya.

"Temannya Nona Rayn, ya?" tanya Mbak Lili. Yang ditanya pun tersenyum menganggukkan kepalanya perlahan.

"Hey, On time banget. Ayo masuk dulu, aku mau ambil tas di kamar." Rayn tiba-tiba muncul di belakang Mbak Lili. Rayn mengajak Melly untuk masuk kedalam rumah. Mbak Lili bergegas pergi ke dapur untuk menyiapkan minum.

"Iyaa. Aku tunggu disini saja," ucap Melly yang memilih duduk di sofa ruang tamu Rayn. Sedangkan Rayn sudah berjalan agak jauh menuju kamarnya untuk mengambil tas, kartu kredit dan iphone miliknya.

Dibawah Mbak Lili memberikan segelas minuman dingin untuk Melly. "Kalian akan pergi kemana?" tanya Mbak Lili.

"Rayn meminta saya untuk mengajaknya berkeliling kota, Mbak,"

"Oke, Siap. Yuk, kita berangkat. Pakai mobilku saja, motormu taruh aja di sini," ucapnya sambil memakai sepatu kets warna pink. Yang diajak bicara hanya mengangguk saja tanda bahwa dia mengerti dengan apa yang Rayn katakan. Rayn tak lupa berpamitan pada Mbak Lili begitu juga dengan Melly. Sesampainya di depan Rayn berbicara sebentar pada Pak Bram.

Mobil Ferrari putih milik Rayn berhasil keluar dari perumahan elite yang beberapa hari ini sudah ditempatinya. Mereka mulai menelusuri jalanan Banjarmasin yang lebih padat dari biasanya, mungkin karena ini weekend. Rayn dan Melly memutuskan untuk berkeliling dan beberapa kali berhenti di tempat yang di rekomendasikan oleh Melly, dengan canda tawa yang menghiasi.

Selama perjalanan Rayn sangat menikmati. Terlihat dari bibirnya yang terus menyunggingkan senyuman. Tanpa orang lain ketahui bahwa itu hanya topeng belaka. Sebenarnya hatinya menangis melihat banyak keluarga yang jalan-jalan di hari libur seperti ini.

Rayn sudah cukup bersyukur karena dia bisa merasakan jalan-jalan dengan temannya. Jika di Jakarta dulu dia tidak begitu bebas untuk jalan-jalan, itu di karenakan teman-temannya sendiri juga dari kalangan yang sama dan mereka memilih pergi ke mall atau bioskop dari pada jalan-jalan keliling melihat pemandangan yang mengagumkan. Lebih indah dari diskon 85% di mall, menurut Rayn.

"Cari tempat makan dulu, yuk. Laper nih, udah masuk jam makan siang juga." Rayn mengajak Melly untuk makan terlebih dahulu, mengingat bahwa saat ini sudah masuk jam makan siang dan Rayn sadar jika dirinya tidak boleh telat makan.

"Ya sudah maju aja terus seratus meter lagi ada rumah makan enak khas sini," jawab Melly yang memang sudah hafal dengan seluk beluk kota ini.

Sesampainya dirumah makan yang di maksud Melly. Rayn memarkirkan mobilnya, keluar dari mobil lalu masuk kedalam rumah makan mengekor Melly yang turun dari mobil terlebih dahulu.

"Hai, Rayn. Bagaimana kabarmu?" sapa seseorang yang terlebih dahulu ada di dalam rumah makan itu bersama kawan-kawannya.

"Kamu ..."

***

"Sudah pernah kubilang. Kalau jodoh pasti akan bertemu"

***

Precious Time [Edisi Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang