Mobil Ferrari berwarna putih memasuki pekarangan GIHS. Disusul oleh mobil Pajero Sport warna hitam. Kedua mobil tersebut menuju parkiran khusus, berhenti dan berjejer rapi seperti mobil yang lain.
Sang pengemudi Mobil Ferrari putih tersebut turun terlebih dahulu dari mobilnya. Angin pagi yang begitu terasa sejuk menerpa wajah cantik Rayn.
Seseorang keluar dari kursi penumpang bagian depan mobil disebelahnya. Rayn mengenali mobil itu, mobil itu milik Rean. Tapi Rayn tidak mengenal siapa gadis yang turun dari mobil Rean tersebut.
Tak lama Rean pun turun dari mobilnya lalu menghampiri Olive menggandeng tangannya menuju kelas. Rean sama sekali tidak melihat ke arah Rayn dalam jarak yang sedekat ini. Tiba-tiba Rayn merasakan gemuruh di dadanya. Sakit. Entah kenapa ada sesuatu didalam hatinya yang memberontak dan tidak rela jika Rean bersama gadis lain.
"Apa dua hari gak ada aku. Kamu sudah lupa sama aku. Sampai kamu gak peduliin sekitar karena udah sama cewek baru itu," lirih Rayn dalam kesendirian. Sakit yang dia rasakan. Rean yang membuat Rayn jatuh cinta, Rean juga yang mengenalkan rasa sakit hati karena cinta.
***
"Akhirnya kamu sekolah juga, Rayn. Kamu kemana aja sih? Dua hari gak sekolah dan gak ngasih surat. Kamu gak takut di panggil guru BK nanti?" Baru saja duduk, Rayn sudah disambut oleh pertanyaan Melly yang bejibun.
"Aku nggak apa-apa." Rayn masih memikirkan kejadian di parkiran tadi.
"Kamu kenapa Rayn? Mukamu kusut banget gitu." Melly memicingkan sebelah matanya mengamati wajah Rayn yang terlihat murung dan tidak bersemangat seperti biasanya.
"Selama dua hari aku gak masuk. Apa aja yang udah aku lewatkan?" tanyanya masih dengan tatapan dingin dan kosong.
"Maksud kamu pelajaran, Rayn? Jangan ditanya lagi soal itu sih sudah jelas, tapi tak perlu khawatir, aku akan ada untuk membantumu," jawab Melly yang tidak peka dengan maksud Rayn.
"Aku tahu. Kamu tahu kan apa yang aku maksud, Mel? Kamu gak sepolos itukan buat ngerti apa aja yang terjadi sama Rean selama aku gak ada. Kenapa dia berubah? Drastis." Tidak tahan basa-basi dengan Melly akhirnya Rayn mengungkapkan maksud sebenarnya.
"Oh, Rean. Emm banyak yang terjadi. Pulang sekolah kita ke cafe dulu. Akan aku ceritakan semua yang ingin kamu ketahui." Hal ini sudah diperkirakan akan terjadi.
"Okee. Aku harap itu bukan kabar buruk," jawab Rayn dengan senyuman yang menghiasi.
Melly terdiam dibuatnya. Rayn memang gadis kuat. Di saat seperti ini saja dia masih bisa tersenyum manis. Seakan-akan tidak ada masalah yang sedang dihadapinya. Badai yang menghantam seperti tak mengurungkan niat Rayn untuk tetep tersenyum sepanjang hari. Pribadi yang ceria dan ramah membuatnya mudah menyembunyikan kesedihan yang begitu dalam.
Pelajaran hari ini dimulai dengan khidmat. Keadaan kelas yang sangat tenang berbanding terbalik dengan keadaan hati Rayn saat ini yang sedang bergemuruh hebat.
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa GIHS menuju kantin tak terkecuali Rayn dan Melly.
***
Entah mengapa melihatmu lagi aku merasakan bahagia. Rindu yang mengganggu setiap langkahku kini hilang seketika melihat senyummu. Dari jauh ku pandang wajah cantikmu. Begitu mempesona hingga aku tak rela jika harus berbagi dengan yang lain.
Ada apa denganku. Mungkin aku telah menggoreskan luka yang dalam dihatimu. Aku yang selalu ingin melihat senyuman manismu. Tapi aku jugalah yang menorehkan luka untukmu. Maafkan aku yang pengecut ini, melawan perasaan diri sendiri saja aku tak mampu. Kamu pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik dariku. Derayn Aghanita Pramono.
"Woy. Denger gak sih? Dari tadi aku ngomong sampai mulut berbusa begini." Bentakan bagas membuyarkan lamunannya. Kini Rean sedang sangat bimbang dengan perasaannya.
"Kamu dari tadi ngeliatin siapa sih, Re?" tanya Olive yang dari tadi memperhatikan Rean yang melamun.
"Ah gak ada kok. Lagi pusing aja," elak Rean sambil memijit pelipisnya karena memang benar kepalanya serasa akan pecah memikirkan semua ini.
Dari kejauhan Rayn menyaksikan semuanya. Dimana Olive mengelus punggung Rean yang memegang kepalanya seperti menahan pusing. Saat Rayn masih memandang Rean, Rean tiba-tiba mengangkat kepalanya dan pandangan mereka bertemu. Rean terkejut sekaligus merasa sangat bersalah pada Rayn.
Lama Rean menatap mata Rayn yang teduh. Rayn tersenyum sangat manis padanya. Membuat Rean semakin bungkam tidak karuan. Rayn memutuskan kontak mata diantara mereka karena Melly mengajak Rayn mencari meja kosong.
"Aku ke kelas dulu," pamit Rean berjalan keluar kantin.
"Lahh dasar bocah," ucap Bagas tidak peduli dan melanjutkan makannya. Sedangkan Ghani sejak tadi mengamati gerak-gerik Rean. Ghani juga tahu siapa yang Rean perhatikan sejak tadi dan juga apa yang membuat Rean gusar seperti itu.
"Rean kenapa?" Merasa ada yang aneh pada sikap Rean, Olive pun bingung.
"Urus saja hidupmu sendiri," ucap Ghani lalu melenggang pergi keluar kantin menyusul Rean. Ghani tau pasti, bahwa Rean saat ini ingin menenangkan diri di Rooftop.
"Yeee di tinggalin. Gak apa-apa aku sering kok ditinggal sendirian sama dua kecoak itu," ucap Bagas yang tetap tidak peduli dan lebih mementingkan makannya.
Olive yang merasa kesal pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke kelas berniat menyusul Rean.
***
"Sebenarnya siapa yang kamu mau? Jangan jadi banci kamu, Re. Kalah sama ego sendiri. Rean yang aku kenal gak sebrengsek ini. Aku gak habis pikir sama kamu. Kamu udah hampir dapat berlian tapi kamu rela lepasin itu cuman buat emas perak. Hah, menyedihkan."
"Diam, Ghan. Aku lagi pengen sendiri. Lebih baik kamu pergi."
"Oke. Tapi inget Re, ini belum terlambat. Rayn itu baik , kalau sekarang kamu minta maaf sudah barang tentu dia maafkan kamu, tapi kalau kamu mau tetap seperti ini. Up to you. Yang aku tahu, kalau aku jadi kamu, aku akan perjuangkan Rayn mati-matian. Dari pada balik sama cewek gak bener itu."
"Shut up. Sayangnya kamu bukan aku. Kamu nggak tahu apa-apa."
"Fine. Sebagai teman yang baik aku berharap, siapapun pilihan kamu. Kamu gak akan nyesel nantinya."
Ghani pergi meninggalkan Rean yang kini kembali sendiri di Rooftop. Memikirkan kembali kata-kata Ghani. Ghani salah. Saat ini saja Rean sudah menyesal. Tapi Rean juga cukup lemah untuk melawan egonya. Benar kata teman-temannya bahwa dia seorang pengecut.
***
Aku melihat kebimbangan di matamu. Aku melihat keraguan dalam dirimu. Ada apa? Apakah kamu membagi cinta dengannya? Aku ingin kamu kembali bersinar seperti pertama kita bertemu. Menjadi sumber kekuatan bagi yang lemah seperti aku.
Tertawalah. Dan aku akan bahagia. Aku ingin kamu kembali tersenyum, walau alasan kamu tersenyum itu bukan aku dan senyummu pun bukan untukku.
Harapanku untuk memilikimu. Mimpiku untuk bahagia bersamamu. Tapi bukan hakku atas hatimu. Pada siapa hati itu akan kamu berikan. Bukan ambisiku untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Karena hanya kamu dan tuhan yang tahu bagaimana tentang perasaanmu. Melihatmu bahagia sudah lebih dari cukup. Setidaknya kamu pernah tersenyum bersamaku. Dulu.
***
"Terkadang kamu harus menerima kenyataan pahit. Menerima penilaian buruk orang lain, sebagai bahan introspeksi diri."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...