Matahari pagi sudah siap menyapa setiap orang yang memilih memulai hari untuk lebih baik lagi. Sinarnya yang begitu terang dan tajam mampu menembus tirai kamar. Cahayanya mulai menyelinap masuk menyentuh seseorang yang masih terbaring di kasur.
Mungkin hari ini adalah awal yang baru untuk Rayn. Matanya segera mengerjap menyesuaikan dengan cahaya matahari pagi. Rayn membangunkan tubuhnya bersandar pada kepala ranjang. Sudah menjadi kebiasaan Rayn untuk tidak langsung berdiri jika bangun pagi. Menurutnya itu akan membuat Rayn merasa pusing dan kehilangan keseimbangan. Rayn akhirnya memutuskan untuk turun dari kasur dan bergegas untuk mandi.
Seorang gadis cantik berjalan menuruni tangga dengan setelan seragam sekolah dan sebuah tas gendong berwarna pink. Rambutnya dibiarkan tergerai sedikit bergelombang terlihat sangat cantik.
"Selamat pagi, Nona Rayn."
"Pagi Mbak Lili. Aku berangkat dulu, ya."
"Tapi. Nona harus makan. Ini hari Senin pasti akan ada upacara, jika tak sarapan Nona bisa pingsan," ucap Mbak Lili. Jika Rayn sudah menolak sarapan, maka Mbak Lili harus bersiap siaga.
"Nona, apa tidak sebaiknya Pak Bram saja yang mengantar ke sekolah?" Kini Pak Bram yang dibuat kelimpungan di depan rumah. Bagaimana tidak, anak majikannya baru saja meminta untuk berangkat ke sekolah seorang diri bahkan di hari pertamanya masuk sekolah baru.
"Rayn sudah punya SIM kok, Pak. Ayah tidak akan melarangku untuk membawa mobil ke sekolah," ucap Rayn. Hari ini Rayn ingin mengawali sebagai seorang Rayn yang mandiri dan kuat. Rayn merasa dia tidak selemah itu sehingga harus sarapan dan harus di antar sopir ke sekolah.
***
"Pagi Mah, Pah," sapanya pada kedua orang tua yang sudah terlebih dahulu datang di meja makan. Entah mengapa hari ini dia sangat semangat untuk bersekolah. Mungkin karena bosan selama liburan kenaikan kelas Rean akhirnya bahagia mengetahui bahwa hari ini dia akan pergi ke sekolah lagi.
"Gak usah sarapan. Sana buruan berangkat, lihat ini sudah jam berapa, Rean." Kalimat itu terdengar dari mulut mama Rean yang tak habis pikir dengan anaknya yang hobi bangun siang dan sering memanjat gerbang sekolahan.
"Astaga Mama, biasanya tuh anak disuruh sarapan dulu sebelum berangkat sekolah. Lahh ini? Malang sekali nasibku punya Mama begini amat, deh," jawab Rean sambil mencomot roti yang diberi olesan selai kacang.
"Sudah. Jangan buat mamamu marah pagi ini. Nanti papa juga kena imbasnya." Permana melerai perdebatan antara anak dan istrinya pagi ini. Bukan sebuah rahasia lagi jika anaknya sudah membuat kekacauan, maka dirinya akan ikut merasakan imbasnya.
"Ya udah, deh. Rean sekolah dulu Mah, Pah, Assalamu'alaikum," pamit Rean mencium tangan kedua orang tuanya.
"Wa'alaikumsalah, Hati-hati," jawab kedua orang tua dengan serempak.
Rean sedikit melirik jam tangannya. Ternyata benar yang dibilang sang mama, Rean kesiangan rupanya. Tetap santai dia melajukan mobilnya ke sekolah, karena jarak yang dekat dan lalu lintas yang lancar tidak seperti Jakarta yang sangat padat di jam kerja seperti ini.
'Tiiinnn tiinnn' suara klakson mobil terdengar begitu memekakkan telinga seorang satpan sekolah yang ingin menutup gerbang.
"Biarkan saya lewat dulu, Pak. Baru deh Bapak lanjut lagi nutupnya," teriak sang pengemudi dari dalam mobil dengan cengiran khasnya.
"Ya sudah. Cepat masuk, yang lain sudah baris untuk upacara kamu malah baru datang. Untung ini adalah hari pertama sekolah setelah liburan." Satpam yang baru saja dibuat kaget oleh salah satu siswa sekolah pun mengomel sambil membuka kembali gerbang memberikan sedikit ruang untuk mobil tersebut memasuki area sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
DragosteApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...