***
"Jangan pernah mencoba untuk menyimpulkan segalanya seorang diri. Kamu harus mendengar penjelasan banyak orang, baru bisa mengambil kesimpulan."
***
"Astaga aku lapar sekali. Hari ini Bu Meta ngasih tugas banyak banget, rasanya seperti ingin menangis saja," ucap Melly membenturkan jidatnya pada meja kantin.
"Jangan lakukan itu, dahimu bisa terluka," ucap Ghani memegang bahu kekasihnya untuk menariknya kembali duduk tegap.
"Apa kita di sini hanya untuk menjadi obat nyamuk?" Kini Bagas yang bersuara dengan memegang garpu di tangan kanannya siap membunuh sepasang kekasih yang tengah bermesraan di depannya. Rayn yang hanya melihat sejak tadi tertawa kecil.
"Kalau begitu biar aku saja yang pesan makanan. Kalian ingin makan apa?" tanys Rayn pada ketiga temannya.
"Tidak perlu biar aku saja," ucap Bagas.
"Ah iya Rayn kamu yang pesan makanan. Aku ingin bakso minumnya es jeruk aja," ucap Melly mengangkat tangannya tinggi-tinggi yang dibalas senyuman oleh Rayn.
"Kamu Ghani, Bagas?" tanya Rayn berdiri dari duduknya.
"Aku samakan saja dengan Melly," jawab Ghani.
"Aku ... aku akan membantumu membawa pesanan. Ayo kita pergi berdua," jawab Bagas beranjak dari duduknya dan berjalan mendahului Rayn. Rayn hanya mengangkat bahu acuh dan melangkah pergi mengikuti Bagas.
Bagas membawa nampan berisi bakso dan Rayn membawa nampan berisi es jeruk pesanan mereka. Sepanjang perjalan menuju meja Bagas tidak berhenti menggoda Rayn.
"Sudah, hati-hati, Bagas. Nanti kamu bisa menabrak orang," ucap Rayn menasihati Bagas yang berjalan kesana-kemari tidak beraturan.
"Tidak masalah, superhero Bagas tidak akan pernah membuat kesalahan Nona manis," jawab Bagas berjalan mundur di hadapan Rayn. Rayn hanya tertawa menanggapi ocehan Bagas yang menurutnya sangat berisik.
Bagas memutar tubuhnya berniat memperbaiki cara berjalannya yang kini mundur. Gerakan Bagas yang cepat membuatnya tidak menyadari jika ada seseorang yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. Belum sempat Rayn berteriak meminta Bagas untuk berhati-hati, suara teriakan seseorang sudah membuat seluruh penghuni kantin menghentikan aktifitasnya.
"Aaaaa panas ... aaaa," teriak gadis itu mengibaskan tangannya yang terasa sangat panas terkena tumpahan kuah bakso.
Bagas hanya mampu membuka mulutnya melihat satu mangkuk baksonya tumpah mengenai seorang gadis yang di sebelahnya berdiri Rean.
"Hati-hati dong kalau jalan. Apalagi bawa makanan panas," bentak Rean pada Bagas.
Rayn yang melihat itu meletakkan nampan di atas meja sebelahnya, tangannya terulur membantu membersihkan mie dan kuah bakso yang ada di baju seragam gadis tadi.
"Gak usah sok baik deh kamu," bentaknya mendorong bahu Rayn menjauh. Gadis itu adalah Olive.
"Aku hanya mau membantu. Maafin Bagas ya, dia gak hati-hati jalannya tadi," ucap Rayn kembali mengulurkan tangannya untuk membantu Olive.
"Halah gak usah sok baik deh kamu. Pasti kamu kan yang sengaja dorong Bagas biar nabrak aku," teriak Olive yang membuat seisi kantin berbisik-bisik.
"A apa yang kamu bicarakan? Apa aku sejahat itu?" tanya Rayn tak habis pikir dengan tingkah Olive yang malah menuduhnya.
"Kamu? Kamu gadis bermuka dua yang cukup pandai," ucap Olive lirih tepat di depan wajah Rayn.
"Apa maksudmu?" tanya Rayn.
"Semuanya dengerin baik-baik, ya. Cewek ini adalah anak perempuan satu-satunya dari pemilik GIHS sekaligus anak dari pengusaha yang paling di hormati di kota ini. Dengan kekuasaan papanya ini dia bisa mendapatkan semua yang dia inginkan termasuk menghancurkan perusahaan papanya Rean," ucap Olive di hadapan seluruh siswa GIHS yang saat ini tengah berada di kantin. Suasana kantin semakin ricuh setelah mendengar kalimat yang dilontarkan Olive.
"Menghancurkan perusahaan papa Rean? Aku tidak pernah ikut campur mengenai perusahaan papaku, aku juga tidak pernah meminta papaku untuk melakukannya. Jangan mengada-ada kamu, memangnya kenapa aku harus melakukan itu?" jawab Rayn yang memang tidak tahu apa-apa.
"Gak usah sok polos deh kamu. Sekarang semua orang sudah tahu bagaimana sifat kamu yang sebenarnya, kamu melakukan itu karena Rean menolak cintamu dan lebih memilih aku kan?" ucapan Olive kembali membuat seisi kantin menyorakkan nama Rayn. Semua orang yang berada di sana percaya begitu saja dengan ucapan Olive.
"Kamu jangan asal bicara ya, Olive," ucap Rayn, tangannya menunjukkan wajah Olive yang tersenyum remeh pada Rayn. Belum sempat Rayn kembali berbicara tiba-tiba tubuhnya terasa begitu dingin, seseorang telah menyiramkan segelas es jeruk yang tadi dia bawa ke tubuhnya.
"Rean, apa yang kamu lakukan?" teriak Bagas. Rayn menolehkan wajahnya yang sudah basah dengan mata sembab menahan air mata yang sebentar lagi akan lolos. Tangannya menahan Bagas yang ingin menghajar Rean. Rayn menatap wajah Rean yang saat ini tengah memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Hah ... setelah beberapa tidak bertemu akhirnya kita di pertemukan kembali dalam kondisi yang sangat menyedihkan ini. Apa kamu juga berpikir seperti itu tentang aku?" ucap Rayn yang sama sekali tidak mendapat balasan dari sang lawan bicara.
"Baik kalau kamu berpikir demikian. Walau aku memberikan penjelasan setebal kamus kamu juga tidak akan pernah mendengarnya kan? Kalau begitu silahkan kamu ingin menilai aku sesuka hatimu," ucap Rayn. Air matanya tak lagi bisa dia bendung, Rayn memutuskan untuk berjalan meninggalkan kantin. Sebelum itu tatapannya bertemu dengan Olive yang tersenyum remeh padanya.
Rean masih diam mematung, tatapannya beralih pada gelas di tangannya. Rean tidak pernah berpikir untuk melakukan ini pada Rayn, tapi entah dia mendapat dorongan dari mana tiba-tiba tangannya seolah bergerak sendiri.
"Semuanya jangan mudah percaya jika belum ada buktinya," ucap Bagas berteriak kepada seluruh siswa yang tengah memperhatikannya saat ini.
"Dan kamu Rean, urusan kita belum selesai," ucapnya berjalan melewati Rean, sengaja dia menabrak bahu Rean dan berlari keluar kantin untuk mengejar Rayn.
"Aduh tangan aku merah," rintih Olive.
"Oh ... kita ke UKS sekarang," ucap Rean menarik tangan Olive keluar kantin. Sebelum itu tatapan matanya bertemu dengan Ghani dan Melly yang menatapnya sangat dingin.
***
"Hiks ... hiks ... mereka bahkan tidak tahu apa-apa soal diriku. Kenapa mereka jahat sekali menuduhku melakukan itu?" Kini Rayn tengah berada di taman belakang sekolah duduk di kursi seorang diri dan menangis sejadi-jadinya.
Rayn tidak pernah berpikir jika seseorang yang sampai saat ini masih dicintainya itu akan melakukan hal seperti ini padanya. Hatinya begitu sakit saat dirinya harus menerima kenyataan bahwa Rean telah benar-benar memilik Olive. Hatinya harus kembali sakit ketika mendapatkan perlakuan yang sangat tidak adil. Haruskah orang lain memperlakukan Rayn layaknya penjahat?
Rayn bahkan tidak pernah berpikir hingga sejauh itu. Menghancurkan perusahaan papa Rean? Bahkan Rayn tidak pernah peduli dengan perusahaan dan kekayaan yang dimiliki papanya, kenapa dia harus disalahkan dalam hal ini?
Rayn merasakan ada sebuah tangan kekar merangkul tubuhnya dari samping. Tangan itu menarik tubuh Rayn agar bersandar di dada bidangnya. Tangan kekar itu juga mengusap lembut kepala Rayn yang masih sesenggukan akibat menangis terlalu lama. Rayn tidak merasa keberatan karena memang ini yang sedang dia butuhkan saat ini. Tangisnya kembali pecah memeluk tubuh pria yang bahkan belum dia ketahui siapa orangnya.
Seseorang berjalan tergesa-gesa menuju belakang sekolah. Langkahnya terhenti ketika matanya menangkap pemandangan seseorang yang tengah duduk sambil berpelukan. Pria itu menarik napasnya perlahan dan mengepalkan tangannya kuat.
"Bodoh," ucapnya. Dia adalah Rean. Setelah mengantar Olive ke UKS dia beralasan keluar untuk pergi ke kamar mandi. Sejujurnya dia merasa sangat bersalah atas kejadian di kantin. Dia berencana untuk meminta maaf pada Rayn dan menjelaskan semuanya. Setelah apa yang Rean lihat saat ini, pemikirannya kembali berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...