***
"Hiduplah dengan tenang tanpa mempedulikan keberadaanku. Kamu sudah bahagia, biarlah terus seperti ini saja. Kita tidak perlu lagi saling menyapa."
***
"Rean, makasih ya udah mau nemenin makan malam dan diantar pulang."
Rean menatap gadis yang sedang berbicara padanya sambil tersenyum manis, tangannya tergerak mengelus kepala gadisnya pelan. Gadisnya? Iya. Mereka telah memutuskan untuk kembali menjalin hubungan bersama.
"Iya, Sayang. Sama-sama, cepat masuk rumah cuci kaki gosok gigi langsung tidur, ya," ucap Rean. Olive tersenyum bahagia ketika Rean memberikan perhatian lebih padanya.
"Kamu perhatian banget sih, jadi makin sayang. Kalau gitu aku masuk dulu, ya, kamu hati-hati di jalan," ucap Olive lalu keluar dari mobil dan berjalan memasuki gerbang rumahnya. Di sana ada seorang satpam yang membukakan pintu gerbang dan menutupnya kembali.
"Eh, Mas Rean. Balikan lagi sama Mbak Olive, ya?" tanya Satpam itu.
"Hehehe ... namanya juga anak muda, Pak. Rean pulang dulu, Assalamu'alaikum," ucap Rean dengan cengiran khasnya dan kembali melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Olive.
"Pah ... Mah, Olive pulang," teriaknya.
"Gimana jalan sama Rean? Anak mamah kayaknya seneng banget nih," ucap Mamah Olive yang duduk di sofa ruang keluarga sambil menonton tv.
"Sennennggg banget dong, Mah," jawab Olive memeluk mamahnya dari samping. Seorang laki-laki berkacamata terlihat menuruni tangga dengan gelas kosong di tangannya.
"Mah, kopi papah habis ini. Bikinin lagi dong," katanya sambil menyodorkan gelas kosong kepada istrinya.
"Gini nih kalau papahmu udah ketemuan sama istri keduanya baru inget sama mamah kalau kopinya habis aja," ucap mamah Olive mengomel. Istri kedua yang dia maksud adalah laptop sang suami. Suaminya cukup tegas jika sedang berurusan dengan pekerjaan, tidak boleh ada yang mengganggu sedikitpun.
Olive tertawa melihat mamahnya yang berjalan menuju dapur dengan langkah gontai seakan tidak ikhlas. Papahnya hanya mengedikkan bahu acuh memilih duduk di samping putrinya.
"Gimana? Lancarkan?" tanya papahnya.
"Misi complete, Pah. Oh iya, Papah udah denger kabar belum soal Rayn sakit?" tanya Olive duduk menghadap lebih dekat kepada papahnya.
"Sakit? Ayahnya nggak pernah bilang apa-apa tuh soal anaknya. Menurut Papah hubungan mereka berdua tidak terlalu baik, sejauh ini papah bahkan belum pernah bertemu atau melihat istri Pramono," jelas papah Olive.
"Beneran, Pah? Jadi gini, kemaren itu Olive bikin kejutan yang bikin Rayn jadi di hujat seluruh orang di GIHS, tiba-tiba tuh anak kayak lemes gitu megangin dadanya terus pingsan. Pas di UKS aku sengaja nguping pembicaraan dokter sama bodyguardnya dia. Dokter itu bilang penyakit Rayn semakin parah dan enggak lama Rayn di rujuk ke rumah sakit," jelas Olive panjang lebar sambil kembali memutar ingatakan pada kejadian empat hari yang lalu.
"Sakit parah? Sepertinya lawanmu itu mudah sekali di kalahkan, tapi kenapa kamu mau papah mencampuri perusahaan orang tuanya?"
"Pah, Olive pengennya Rean kembali sepenuhnya sayang sama Olive. Kalaupun Rayn mati, Rean gak bakalan bisa ngelupain Rayn begitu saja tanpa ada permasalahan di antara mereka," jawab Olive penuh ambisi.
"Emm, oke. Apapun itu untuk Princess kesayangan papah," ucap papahnya merangkul pudak Olive dan mencium puncak kepalanya.
"Kalian mesra banget, mamah berasa jadi bibi yang nyiapin kopi buat papah," Suara mamah Olive menggerutu terdengar oleh keduanya yang langsung tersenyum menahan tawa.
"Sama anak sendiri masa cemburu sih, Mah. Sini-sini ikutan peluk Olive," ucap Olive meminta mamahnya duduk di sampingnya. Mamahnya tersenyum mendudukkan dirinya di samping Olive, Olive memeluk pinggang keduanya sehingga mereka bertiga berpelukan cukup erat.
"Olive sayang Mamah Papah."
***
"Bukannya dia teman lama kamu?"
"Ya, kami sempat bertemu ketika dia baru saja pindah ke sini. Aku dengar dia memang sedang mendirikan proyek baru, aku tidak menyangka bahwa ini yang dia lakukan. Dia sudah sangat lama berada di dunia bisnis, harusnya dia paham dengan situasi seperti ini sangat merugikan perusahaan lain," ungkap Permana memijit pelipisnya, kepalanya terasa bersenyut. Setelah pulang dari rumah sakit kondisi Permana masih belum pulih sepenuhnya.
"Jangan terlalu berpikir keras untuk beberapa waktu ke depan. Kondisi perusahaan masih bisa terkendali dalam jangka waktu satu minggu ke depan. Untuk selanjutnya kita harus mencari solusinya, pembangunan itu tidak bisa berhenti begitu saja. Akan banyak perusahaan yang meminta dananya di kembalikan. Kita tidak memiliki cukup uang, bahkan setelah minggu depan kita juga akan menghadapi kesulitan untuk gaji karyawan. Jika solusi tidak segera di temukan, maka akan banyak karyawan yang berhenti dan menimbulkan keributan."
Rean sejak tadi mendengar percakapan papanya. Rean membuka pintu ruang kerja papanya sedikit terburu-buru, tatapannya langsung bertemu dengan manager perusahaan papanya yang baru saja ingin keluar ruangan. Mereka berdua saling menyapa sebelum manager itu benar-benar pergi. Rean berjalan mendekati meja papanya, di sana terlihat sang papa yang tengah berkutat dengan beberapa lembar dokumen.
"Pa, apa Rean boleh tahu siapa pemilik perusahaan itu? Aku dengar itu teman lama Papa," ucap Rean menghentikan pekerjaan papanya.
"Jika kamu mengetahui siapa orangnya, memang apa yang akan kamu lakukan?" tanya papanya pada Rean.
"Kenapa Papa bertanya seperti itu? Rean hanya ingin membantu jika Rean bisa," jawab Rean menatap papanya bingung.
"Dia teman lama papa yang belum lama pindah ke kota ini. Dia juga pemilik sekolah yang saat ini kamu tempati. Menurut beberapa informasi yang papa dapat kamu cukup dekat dengan putrinya. Dia Pramono Adijaya ayah Rayn," jelas papa Rean. Papa Rean memang sudah mengetahui konflik di antara keduanya, mata-mata yang tugaskan untuk mengawasi Rean telah membeberkan semuanya.
"Pemilik sekolah? Jadi, Rayn anak pemilik GIHS? Dan juga anak dari orang yang telah membuat Papa jadi seperti ini?" tanya Rean tak habis pikir dengan semua yang telah terjadi ternyata tidak jauh dari Rayn.
"Ya, orang tua mana yang rela anak perempuan satu-satunya di sakiti pria lain? Apalagi keluarga mereka memiliki koneksi yang sangat kuat, apapun bisa mereka lakukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan? Kamu mengerti sekarang?" ucap papa Rean dingin menunjuk kea rah pintu tanpa menatap Rean.
"Keluar kamu dari ruangan papa. Renungkan apa yang papa katakana padamu dan lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan." Rean menatap papanya sejenak dengan pandangan yang masih sulit diartikan. Rean melangkah mundur hingga mendekat kea rah pintu dan kemudian memutuskan untuk benar-benar keluar dari ruang kerja papanya.
"Arghhh ,,, jadi, semua ini karena aku?" Saat ini Rean tengah berada di kamarnya. Rean menjambak rambutnya frustasi dan berteriak histeris. Kondisi keluarganya saat ini tengah berada di ambang kemiskinan. Rean tidak bisa tinggal diam setelah mengetahui apa yang mungkin saja menjadi alasan di balik semua ini.
"Hah, gadis manis itu. Dia memang benar-benar manis, tak ku sangka hatinya seperti iblis," desis Rean mengepalkan kedua tangannya lalu melayangkan tinjuan pada dinding di sebelah jendela besar kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Time [Edisi Revisi]
RomanceApabila saat ini Rayn tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Maka bolehlah Rayn berharap jika suatu saat nanti akan ada seseorang yang menjadikan Rayn sebagai prioritas dihidupnya ? Seseorang yang akan mengenalkan Rayn pada banyak...