Third Bloom

3.2K 398 42
                                    

Siap ikut Special Order?

Yuk cicip dulu biar....greget

[La Fleur]

"Jimin!"

Mata Hoseok membelalak saat melihat anaknya berdiri lemas dengan wajah yang babak belur.

"Kau dari mana saja hah?" Hoseok meninggikan suaranya. Tidak bermaksud membentak. Hanya sedikit meluapkan emosinya yang tertahan. Ia menutupi rasa khawatirnya dengan nada tinggi nan tegas sambil menatap tajam pada sang anak.

Jimin mendongak. Memandangi ayahnya dengan mata sayu. Wajahnya tidak berekspresi. Tidak butuh waktu lama untuk Jimin melengos pergi melewati sang ayah. Merangsek masuk tanpa mempedulikan neneknya yang sudah kalang kabut karena cucunya tidak kunjung pulang.

Nenek Jimin memeluk sang cucu yang tidak memberikan respon. Setelah terlepas dari pelukan sang nenek, Jimin naik ke kamarnya. Tanpa sepatah kata pun.

Hoseok baru akan berteriak memanggil Jimin, namun nenek Jimin menahannya. "Biarkan cucuku istirahat. Dia butuh waktu untuk membersihkan tubuhnya." Ujar sang Nenek. Hoseok menghela napas kasar.

"Hyebin, setelah Jimin selesai membersihkan tubuh, tolong pastikan Jimin datang ke ruang kerjaku sebelum jam sembilan."
Hyebin mengangguk mendengar perintah Hoseok.

"Kenapa? Kau akan membicarakan apa? Tidak besok saja?" Nenek Jimin bertanya tanpa jeda.

"Kami perlu bicarakan sesuatu, Bu. Hal yang penting. Untuk kebaikannya. Kau kan yang memintaku untuk meluangkan waktu? Maka malam ini kusediakan waktu untuknya."

Ya, jujur saja Nenek Jimin cukup senang mendengarnya. Hanya saja, anaknya ini tidak pandai memilih waktu yang tepat. Mengapa harus melakukan perbincangan di malam hari. Ditambah lagi saat Jimin baru pulang k erumah dengan kondisi amburadul. Namun nenek Jimin tidak bisa berkomentar banyak. Ia hanya bisa mengiyakan cara anaknya untuk menyelesaikan urusan ayah-anak itu.

###

Brak

"Jimin-ah... Ada apa?" Nenek Jimin sedikit terkejut saat Jimin menutup pintu ruang kerja ayahnya dengan kasar. Padahal sang nenek berniat untuk masuk. Bergabung dalam pembicaraan 'penting' bagi Hoseok.
Jimin berlari keluar rumah. Tak sedikitpun menggubris neneknya.

"Hyebin, kau susul Jimin. Ini sudah malam. Pastikan dia tidak melakukan hal aneh." Hyebin menangguk lalu berlari kecil dengan flatshoes-nya untuk mengejar Jimin.

Nenek Jimin segera memasuki ruangan Hoseok. "Apa yang terjadi? Kenapa Jimin keluar sambil menangis seperti itu?"

"Anak itu menangis?"Hoseok tampak terkejut. Ia tentu tahu bahwa Jimin pasti marah, namun ia kira tidak sampai menangis.

"Kau tak lihat telinga dan hidungnya memerah? Wajahnya menekuk sambil berlari keluar rumah. Kau ini benar-benar ayah yang tidak peka." Nada kesal mewarnai kalimat nenek Jimin.

"Dia keluar, Bu? Suruh Hyebin mengejarnya, Bu!" Hoseok berdiri. Rasa cemas menggerayangi dirinya setelah perdebatan panjang dan alot dengan anaknya.

"Tanpa kau suruh, aku sudah melakukannya. Sekarang jelaskan padaku apa yang kalian bicarakan hingga membuat cucuku menangis dalam amarah seperti itu."

Hoseok kembali duduk. Mencoba menenangkan hatinya sendiri. "Bukan masalah besar. Hanya masalah kecil. Kurasa Jimin akan mengerti seiring berjalannya waktu. Aku hanya perlu menjelaskan sedikit, tapi Jimin tidak mendengar."

"Dia tidak ingin mendengar. Aku yakin kau pasti mengatakan semua itu tidak dengan cara yang sesuai. Karena itu Jimin kesal." Mata nenek Jimin tiba-tiba tertuju pada dua amplop tebal berwarna putih, beserta sebuah map dan guide book bertuliskan Taipei.

"Apa ini?" Nenek Jimin meraih dan membuka salah satu amplop. Setelah membaca beberapa baris saja, nenek Jimin membulatkan matan ya. Ia meremas amplop itu beserta isinya. Lalu, ia melemparnya kasar ke meja Hoseok.

"Aku menyuruhmu untuk meluangkan waktu dan berbicara padanya, Hoseok-ah!"

"Aku sudah melakukannya bukan? Aku sedang berusaha untuk memberikan yang terbaik, Bu."

"Usaha apa yang kau maksud? Mengirim Jimin ke Taipei?!" Nenek Jimin membulatkan matanya. Marah. Ia benar-benar marah dengan langkah yang diambil oleh anaknya.

"Jimin harus pindah sekolah ke luar negeri, Bu. Tidak ada sekolah yang mau menerima Jimin kalau dia dikeluarkan dari sekolah yang sekarang dengan catatan perilaku buruk yang menggunung seperti itu. Sekolah di Taipei adalah pilihan yang tepat. Aku sudah membeli sebuah condo disana. Satu penjaga pribadi juga sudah kusiapkan untuk menjaga Jimin. Siapa tahu Jimin bisa berubah dengan suasana baru."

"Kau ini pintar tapi tidak pintar, Jung Hoseok! Lalu kau akan membiarkan anakmu sendirian di Taipei? Tanpamu atau ibunya? Kau ini bermaksud membuang anakmu ya?!"

"Bu?! Kau ini bicara apa sih? Aku tidak sama sekali bermaksud seperti itu, Bu."

Nenek Jimin mengatur napasnya. "Anakmu bukan butuh sekolah baru atau suasana baru! Anakmu membutuhkan orang tuanya! Sesulit itukah kau bisa memahaminya? Masa bodoh dengan condo atau penjaga pribadi yang sudah kau siapkan. Kau pikir Jimin akan berubah dengan keputusanmu itu?"

Hoseok terdiam. Ia sedang berpikir. Menimbang kembali keputusan yang ia pilihkan untuk Jimin.

"Kau tidak pernah memberikannya pilihan, Hoseok-ah. Kau memberinya keputusan sepihak dari sumber tunggal. Keputusanmu sendiri. Apa kau tidak menyayangi anakmu lagi?"

"Pertanyaan macam apa itu, Bu? Tentu saja aku menyayanginya. Aku bekerja keras selama ini demi dia, Bu."

"Tapi anakmu tidak hidup hanya untuk uangmu, Jung Hoseok! Dia butuh bentuk nyata dari kasih sayangmu." Nenek Jimin tercekat. Napasnya tersengal. Ia terduduk. Membuat Hoseok dengan panik mendekati ibunya itu. "Bu, kau tidak apa?"

Nenek Jimin berpejam, lalu menggeleng. "Aku tidak mengerti. Aku tidak membesarkanmu dengan cara seperti ini, Hoseok. Aku tidak mengharapkan balasanmu padaku karena telah mengurusmu sewaktu kecil. Aku hanya berharap kau bisa menjadi orang tua yang lebih baik dibandingkan aku." Tangis Nenek Jimin pecah.

Tiba-tiba, telpon di ruang kerja Hoseok bordering. Hoseok buru-bur mengangkatnya.

"Ya? Hyebin-ah..."
Hoseok terpaku saat mendengar kabar dari Hyebin. Kepala Hoseok terasa berputar saat menyadari bahwa sesuatu telah terjadi.

To be continued

[La Fleur]

Aku kasih cicipin La Fleur sedikit.
Besok, siap-siap ya, limited slot for special order, second publish-nya La Fleur.

Special order start from tomorrow

Loveya

Wella
31 Mei 2020

[BOOK] La FleurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang