Twelfth Bloom

2.5K 288 50
                                    

Tinggal 3 hariiiiiiiiiii

[La Fleur]


Namjoon memotong daging steak di hadapannya dengan apik. Ia melirik pada Sunghee yang hanya memutar-mutar garpunya di piring berisi pasta. Namjoon pun menghentikan pergerakan tangannya.

“Sunghee-ya. Ada apa? Tidak selera? Ingin menggantinya?” Namjoon hampir saja mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan, namun Sunghee dengan cepat mencegahnya.

“Tidak usah, Namjoon-ah. Aku… memang tidak terlalu lapar.”

Sunghee menyelesaikan pemotretannya dengan cepat. Berniat untuk bergegas pulang ke rumah.

Ingin tahu keadaan Jimin. Baru saja keluar dari studio, ternyata Namjoon sudah menyambutnya. Menjemput untuk mengajak keluar. Sunghee ingin sekali menolak, namun jika mengatakan bahwa Jimin sakit, Namjoon akan bersikeras untuk menjenguk dan itu artinya Namjoon akan datang ke rumah Hoseok. Tentu saja itu tidak mungkin Sunghee biarkan. Sunghee masih punya rasa segan untuk mengajak pria lain ke rumah mantan suaminya.

Akhirnya, disinilah mereka berada. Di restoran mewah yang sudah dipesan oleh Namjoon. Agar tidak ada pelanggan lain yang mengganggu acara makan mereka.

“Terjadi sesuatu? Kau terlihat murung.” Namjoon mencoba meraih tangan Sunghee. Namun Sunghee menarik tangannya dengan sangat pelan. Ia menggeleng. Melengkungkan bibirnya samar.

“Tidak apa-apa, Namjoon-ah. Hanya lelah. Jadwalku padat sekali.”

Namjoon mengangguk mengerti. “Sunghee-ya… Aku berpikir untuk mengajak Jimin pindah ke New Zealand. Disana banyak sekolah yang bagus.”

Sunghee menatap Namjoon serius. Membutuhkan sedikit waktu untuk mencerna perkataan Namjoon. Jujur saja, Sunghee tak bisa berpikir jernih sekarang. Bayangan akan keadaan Jimin berputar di pikirannya. Tentang pernikahan, Sunghee malah mengesampingkan hal itu. Saat ini ia hanya memikirkan Jimin.

“Eum… Akan kubicarakan dulu pada Jimin. Dia memang agak sulit dibujuk.” Sunghee menjawab seadanya. Setidaknya, ia menanggapi agar tidak menyakiti hati Namjoon.
“Kita bisa melaksanakan pernikahan kita di New Zealand juga. Lalu kau bisa pensiun dini dari pekerjaanmu. Aku sanggup menghidupi keluarga kita.”

Sunghee hanya tersenyum tipis. Perkataan Namjoon membuat Sunghee semakin pusing. Ia semakin ingin cepat pulang.

Untunglah dalam situasi memusingkan itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Menghentikan Namjoon yang terus mengungkapkan rencana-rencananya. Sunghee memberikan sinyal pada Namjoon untuk meminta waktu sejenak.

“Iya, Hoseok-ah.”

Air muka Namjoon berubah seketika saat mendengar nama Hoseok. Namjoon berdeham pelan. Sengaja menarik perhatian Sunghee. Namun Sunghee tidak terpengaruh. Ia malah mendengarkan Hoseok dengan seksama.

Aku sudah membawa Jimin pulang. Apa kau belum selesai?

“Sudah. Aku akan segera pulang. Apakah Jimin sudah makan?”

Dia belum mau makan. Menunggu Ibu katanya. Kau dimana?

“Ah… Aku masih ada urusan sedikit.”

Ingin kujemput?

“Tidak perlu. Kau jaga saja Jimin.”

Baiklah. Hati-hati.” Hoseok menutup panggilan. Namjoon menggaruk pelipisnya. Berusaha menghilangkan kikuk.

“Mantan suamimu?”

Sunghee mengangguk.

“Jimin baik-baik saja?” tanya Namjoon lagi. Berusaha menyembunyikan rasa cemburunya.

Sunghee kembali mengangguk.
“Namjoon-ah. Aku harus pulang. Aku akan mengganti makan malam kita lain waktu.”

Sunghee memasang wajah memohon. Namjoon menghela napas pelan, kemudian tersenyum. “Baiklah. Kurasa kau memang harus pulang.”
Perkataan Namjoon dianggap Sunghee sebagai izin untuk segera meninggalkan restoran.

Sunghee beranjak dari kursinya dan melangkah cepat setelah menyentuh lembut pundak Namjoon. Seiring Sunghee yang menjauh, senyum Namjoon pun memudar.

[....]
[....]
[....]


[La Fleur]


Love love, sudah ikut special order?
Masih ada 3 hari lagiii

Di shopee juga sudah ada looooh

11 Juni 2020

[BOOK] La FleurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang