Twenty First Bloom

1.9K 271 39
                                    

Cicipan sedikit, selama menunggunya sampai di pelukan.

[La Fleur]

Jimin membawa nampan berisi makanan ke meja kafetaria. Ia memilih meja paling sudut agar tidak ada orang yang akan bergabung dengannya. Di atas nampan terdapat sandwich roti gandum, susu dan semangkuk sup rumput laut. Perpaduan makanan yang cukup aneh, namun Jimin menyukainya.

Baru saja hendak menggigit sandwich, tiba-tiba ia terhenti dan buru-buru mengangkat nampannya. Ia bergegas menghampiri seseorang yang juga memilih duduk di meja paling sudut lainnya di kafetaria sekolah. Tanpa basa-basi, Jimin memposisikan diri di depan orang yang baru saja meletakkan nampannya dengan tenang. Orang itu menatap Jimin datar. Bersikap seolah Jimin tidak ada di hadapannya.

“Ayahmu sudah sembuh?” Jimin langsung bertanya. Tanpa pembukaan atau pengantar.
“Keadaannya sudah membaik.” Jawab pemuda itu singkat, sambil menyeruput sup dan nasi yang ada di hadapannya. Tidak menoleh pada Jimin karena perutnya benar-benar lapar.

“Syukurlah. Sudah keluar dari rumah sakit?”

Pemuda itu menggeleng. “Masih harus menjalani beberapa pemeriksaan.”

Jimin mengangguk mengerti. “Taehyung-ah. Apa kau tahu tempat untuk membuat T-shirt dengan pola gambar yang bisa dibuat sendiri?”

Taehyung mengernyit. Sedari tadi ia memang sedikit heran dengan sikap Jimin yang seolah-olah berteman dengannya. Menanyakan hal yang tidak biasanya pula. Taehyung tidak berminat menanggapi, namun ia tidak pula ingin mengabaikan.

“Tidak tahu.” Sahut Taehyung cepat.

Jimin merengut kecewa. Ia melanjutkan gigitan pada sandwich-nya dengan wajah yang tampak berpikir keras.

“Mungkin temanku bisa membantu. Aku akan menanyakannya nanti.” ujae Taehyung tiba-tiba. Wajah Jimin seketika berubah menjadi lebih sumringah. Ia tersenyum lebar pada Taehyung.

“Terima kasih, Taehyung-ah. Ah iya. Aku belum menyimpan nomormu.” Dengan percaya diri, Jimin mengeluarkan ponselnya. “Masukkan nomormu.” Jimin meletakkan ponselnya di hadapan Taehyung.

Taehyung menatap Jimin dan ponselnya bergantian. Ia benar-benar bingung melihat sikap bocah berkepribadian aneh seperti Jimin ini. Bukankah dulu ia adalah anak yang nakal? Anak yang sangat pendiam. Yang utama adalah, Taehyung dan Jimin adalah musuh. Jimin dan Taehyung malah duduk bersama, makan siang di kafetaria. Taehyung berputar dalam pikiran itu.
Meski Taehyung sendiri masih enggan menanggapi Jimin, namun ia tetap memasukkan nomornya ke ponsel Jimin. “Sudah.” Ujar Taehyung. Jimin menelan makanannya dengan susah payah. “Terima kasih.” Ujarnya dengan pipi penuh.

Taehyung menyelesaikan makanannya. Ia menghela napas sebelum akhirnya beranjak dari kursi. Namun, gerakannya terhenti karena Jimin memanggilnya. “Kau sudah selesai?”

“Tidak lihat?” Taehyung menunjukkan nampan kosongnya. Jimin melanjutkan kunyahannya sambil melirik pada sup rumput laut yang belum ia seruput sama sekali. Padahal ia masih ingin memakannya. Namun, ia jadi tidak bernafsu makan lagi karena Taehyung sudah beranjak.

“Kau tidak ingin menunggu sejenak untuk menunggu perutmu tenang setelah makan?” Jimin mengatakan hal yang aneh didengar oleh Taehyung. Taehyung memutar bola matanya malas.

“Aku ada urusan, Jung Jimin.” Taehyung pergi begitu saja meninggalkan Jimin yang berharap masih akan ditemani makan. Namun, Jimin hanya bisa menghembuskan napas kasar sembari melanjutkan gigitan terakhir sandwich-nya. Ia menutup gigitan terakhir dengan susu yang baru ia habiskan seperempatnya.

Jimin menarik napas sebelum membereskan nampannya. Meninggalkan sup rumput lautnya tidak tersentuh. Saat ia hendak berdiri, tiba-tiba seseorang duduk di hadapannya. Meminum sebotol air mineral. Melirik pada Jimin, namun wajahnya ia arahkan ke sudut lain. Jimin mengerjap beberapa kali. Masih memproses pikirannya terhadap situasi itu. “Makanlah. Aku masih ingin minum disini.”

Senyum terukir di bibir Jimin saat menyadari bahwa Taehyung ternyata kembali dan menemaninya lagi untuk menghabiskan sup itu. Dengan semangat, Jimin menyendok sup rumput lautnya dan memakannya dengan lahap. Hatinya benar-benar puas karena ada yang menemaninya makan. Sejak sang ayah dan ibu kembali akur, Jimin tidak suka makan sendirian. Makan sendirian akan membuat nafsu makannya tiba-tiba menghilang, meski sebelumnya ia kelaparan. Menghampiri Taehyung memang langkahnya untuk bercengkrama dengan Taehyung. Berharap Taehyung akan menjadi teman makannya hingga makanannya habis.

Jimin bertepuk tangan ketika ia selesai menyuapkan suapan terakhir. “Aku sudah selesai.” Gumam Jimin pada dirinya sendiri. Taehyung meminum air mineralnya hingga habis. Benar-benar habis karena ia terus-terusan menenggak air selama menunggui Jimin menyelesaikan makanannya. Lebih tepatnya, untuk menghilangkan canggung. Sesekali Taehyung menggeleng samar. Sedikit heran karena melihat tingkah Jimin yang entah mengapa menjadi sangat berbeda dengan Jimin yang pernah ia hajar dulu.

“Airku sudah habis. Waktuku juga sudah habis disini. Aku pergi.” Taehyung melangkah saat Jimin berdiri dan menghentikan langkahnya lagi.

“Apa lagi?” tanya Taehyung ketus.
Jimin tersenyum tipis. “Jadilah temanku, Taehyung-ah.”

To be continued

[La Fleur]

Publish : 090319 (03.33 am)

[BOOK] La FleurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang