Nineteenth Bloom

2K 263 45
                                    

Special Ordernya tinggal besok.
Mari mari

[La Fleur]

Sunghee sedang sibuk berkutat di dapur. Entah mengapa sesuatu merasukinya dan membuatnya ingin belajar memasak. Apalagi semenjak ia sering menghabiskan waktu bersama Jimin. Sunghee ditemani oleh Jimin yang sedang sibuk dengan smartphone-nya. Bermain game.

“Sudah diizinkan ayahmu untuk pergi besok?”

Jimin menjawab dengan gumaman singkat. “Ayah sudah memberikan uang saku.” Sunghee mengangguk-angguk meski ia tahu sang anak tidak menoleh.

“Ibu…” panggil Jimin yang dibalas dengan gumaman disela-sela suara pisau beradu dengan tatakan. “…apakah Ibu pernah mendengar kata rujuk?”

TAK

Tiba-tiba, Sunghee sedikit hilang kontrol terhadap pisau dan malah sedikit menekannya ke tatakan. Menimbulkan bunyi yang cukup mengagetkan untuk dirinya sendiri. Ia berdeham kikuk. “Darimana Jimin tahu tentang kata-kata itu?” tanya Sunghee pada Jimin, seolah Jimin hanyalah anak berumur enam tahun yang seharusnya tidak mengerti dengan istilah itu.

“Itu kan kata-kata umum, Bu. Tentu saja aku tahu. Teman-temanku juga tahu.” Sahut Jimin santai. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Sunghee kehilangan kata. Matanya mencari-cari sesuatu yang sebenarnya sudah tersedia di depan mata. Sayuran yang harus dipotong. Namun, pertanyaan Jimin membuat otaknya tiba-tiba mengosong. Alih-alih memotong sayur, ia malah mengambil sayur itu lagi dan mencucinya. Lagi.

“Ibu tidak berencana untuk rujuk dengan Ayah?”
Tangan Sunghee yang giat mencuci sayur bersih terhenti di bawah kucuran air. Untuk beberapa detik, waktu terasa berhenti. Sunghee terpaku. Pertanyaan Jimin menohok hatinya. Jimin melirik sedikit pada sang ibu. Ia tentu penasaran ingin melihat reaksi sang ibu. Namun, Jimin dengan cepat mengalihkan pandangannya lagi. Seolah ia benar-benar meracau.

Sunghee berdeham pelan. Sunghee mencoba kembali pada akal sehatnya. Ia merapikan sayur kembali. Ia memilih untuk menghentikan sejenak kegiatan memasaknya. Ia menarik kursi dan duduk di hadapan Jimin. Menatap anaknya dengan seksama.

Sunghee menghela pelan. “Jimin-ah… Ayah dan Ibu kan sudah tinggal bersama kembali. Kita sudah tinggal bersama lagi. Iya kan? Apakah menurut Jimin itu masih tidak cukup?”

Jimin menghembuskan napasnya. Ia menghentikan permainannya dan menurunkan ponsel. Kini, ia menatap sang ibu pula dengan ekspresi datar.

“Aku bahagia. Senang sekali akhirnya bisa tinggal bersama Ibu dan Ayah.” Jimin tersenyum sabit. Membuat hati Sunghee melunak. Hati Sunghee tidak pernah menjadi keras setiap kali melihat pipi gembul itu terangkat.

“Tapi… bukankah akan lebih baik kalau kalian menjadi Ayah dan Ibu Jimin yang sebenarnya lagi? Yang bersatu lagi. Tidak hanya tinggal bersama, tapi saling mencintai lagi?”
Jimin menanyakan hal itu tanpa ampun. Seolah tidak peduli apakah pertanyaannya itu memerlukan penyaringan atau tidak. Tidak peduli apakah hal itu mengganggu hati Sunghee atau tidak. Jimin sudah terlalu bosan menyimpan perasaannya. Jimin terlalu polos. Jimin tahu akan hal itu dan ia akan memanfaatkannya. Ia ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan.

Sunghee menghela pelan. “Semua ini bukan perkara mudah, sayang.”

“Ibu dan Ayah saja yang membuatnya sulit.” Sahut Jimin cepat. Sunghee sedikit terkejut melihat anaknya yang tumbuh menjadi si penjawab. Ulung sekali dalam menyahuti kalimat orang yang lebih tua. Namun, Sunghee tidak bisa protes akan hal itu. Jimin tidak sepenuhnya ia didik dengan tangannya sendiri. Bahkan mungkin, hanya secuil saja kontribusinya dalam memberikan pelajaran tepat untuk Jimin.

Sunghee tidak bisa serta-merta menjawab sang anak. Jimin sudah cukup sulit dikendalikan. Tidak mudah untuk mengajak Jimin berdiskusi, terutama mengenai hal sensitive begini. Jimin tidak berhenti menatap ibunya. Sang ibu sendiri tidak berani menatap mata sang anak. Ia malah memilih diam dan memakukan tatapannya pada jendela dapur yang terbuka.

“Paman Namjoon…” Hati Sunghee berdegup kencang kala Jimin menyebutkan nama itu.

“Dia orang yang baik.” Jimin mengangguk-angguk sambil memainkan pinggiran ponselnya. Sunghee menahan napas. Masih menunggu komentar apa lagi yang akan tersembur dari anaknya. “Aku sudah memutuskan untuk tidak membencinya.”

Ada perasaan lega yang sangat sedikit di hati Sunghee. Setidaknya, sang anak tidak lagi terlalu keras hati dan kepala. Setidaknya, Jimin tidak dipenuhi dengan kebencian. Karena bagaimanapun juga, Sunghee terlibat dengan Namjoon dan Sunghee tidak ingin hubungannya dengan Namjoon juga menjadi kacau karena rentetan kondisi yang ia hadapi.

Hening menyergap. Sunghee tidak menanggapi apapun dari pernyataan Jimin. Ia bingung. Jika mulutnya ia buka, ia rasa hanya akan menambah suasana tidak enak. Tidak mungkin ia akan memuji Namjoon habis-habisan di depan Jimin. “Ibu…”

“Iya, sayang?” Sunghee mengangkat alisnya.

“Satu permintaan untukku. Boleh?”


[La Fleur]

Lanjutkan?
Baca bukunya ya :*

Besok Last day untuk Special Ordernya yuk.. Kesini deh tanya tanya - - > 0882-7703-0613

Wella loves you


[BOOK] La FleurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang