Intipnya dua part deh, biar kerasa ya?
Kiss dulu sini :*
[La Fleur]
Jimin menutup tubuh dengan seragam sekolah. Ia menyisir rambut dengan jarinya. Saat berjalan menuruni tangga, Jimin berpapasan dengan Hyebin yang tengah memegang nampan berisi makanan.
"Tuan Muda, kau mau kemana?"
"Sekolah." Jawab Jimin singkat.
"Kau tidak perlu ke sekolah dulu, Tuan Muda. Aku sudah menghubungi sekolah untuk memberikan izin libur selama sebulan untukmu."
Jimin mengernyit. "Sebulan? Lama sekali." Jimin berdecak kesal. Ia terus menuruni tangga. Hyebin bergeser untuk memberi jalan.
"Tuan Muda, kau harus sarapan dulu."
"Aku tahu. Aku ingin sarapan di ruang makan saja." Jawab Jimin tanpa menoleh.
Jimin melangkah memasuki ruang makan. Diikuti Hyebin yang masih memegang nampan. Hyebin menurunkan piring dan gelas yang tadinya menjadi isi nampan.
Kemudian menyodorkan makanan itu pada Jimin yang sudah duduk manis di meja makan.
Seperti biasa, hanya Jimin yang duduk disana. Jimin tidak pernah merasakan yang namanya sarapan bersama Ayah dan Ibu. Bahkan dengan neneknya saja, sarapan bersama bisa dihitung dengan jari. Jika neneknya masih ada, setidaknya Jimin masih bisa merasakan seseorang memasakkan sarapan untuknya. Kini, sosok yang menjadi alasannya untuk berlaku baik sudah pergi.
Jimin memandang kosong ke makanan di hadapannya.
"Tuan?"Sentuhan Hyebin di pundak Jimin membuyarkan lamunan si Tuan Muda.
"Tiba-tiba, aku menjadi kenyang, Bi." Ucap Jimin.
Hyebin menghela pelan. "Tuan Muda, kau harus sarapan. Keadaan tubuhmu perlu di pantau. Apalagi kau kan baru saja sembuh dari sakit. Tanganmu juga masih belum sepenuhnya sembuh. Kau harus banyak makan agar tubuhmu tercukupi nutrisinya. Kalau kau sakit—"
"Tidak akan ada yang peduli, Bi." Potong Jimin, lalu menoleh pada Hyebin. "Kalau aku sakit, tidak ada yang peduli."
"Siapa yang bilang seperti itu?"
Sebuah suara mengejutkan Jimin.Jimin menoleh ke belakang. Matanya membulat saat sosok itu mendekati meja makan. Duduk dengan santainya di kursi yang biasa ia tempati untuk sarapan sendirian.
"Kalau kau sakit, Ayah akan menjadi orang yang paling khawatir. Kau tahu?" Hoseok tersenyum pada anaknya yang masih terkejut. Hyebin segera menyiapkan makanan untuk Hoseok.
"Bagaiman keadaanmu? Sudah merasa lebih baik?" tanya Hoseok lagi. Jimin memalingkan wajah. Ia malah menunduk. Enggan menatap ayahnya.
"Jimin-ah, lihat Ayah." Hoseok berkata lembut. Sudah sekian lama Jimin tidak mendengar panggilan selembut itu dari mulut ayahnya. Ia rindu. Saking rindunya, ia bahkan merasa terharu hanya dengan mendengar suara itu menyebut namanya. Hampir saja ia menangis. Itulah yang membuatnya terus menunduk. Tidak ingin menunjukkan air matanya di depan sang ayah.
Hoseok menghembuskan napasnya perlahan. Ia paham akan sulit bagi Jimin untuk membuka hati padanya yang selama ini telah melukai hati sang anak.
"Ayah akan pulang sedikit terlambat nanti malam. Ada beberapa urusan yang harus Ayah selesaikan. Jadi, Paman Seokjin akan datang dan menemanimu ya."
Jimin tidak menjawab. Dalam hati ia menggerutu. Sejak kapan ayahnya perlu memberitahu jika ia akan pulang terlambat atau tidak. Selama ini ayahnya santai-santai saja mengabaikan Jimin.
"Ah iya, kenapa kau memakai seragam, Nak? Kau istirahat saja di rumah. Sekolah sudah tahu kalau kau sedang sakit."
"Aku sudah sembuh." Sahut Jimin cepat.
"Meskipun begitu, Ayah rasa kau masih butuh istirahat, Nak."
"Iya, sayang. Kau harus istirahat." Ada suara lain yang menyahuti. Jimin kembali terkejut untuk kedua kalinya. Sunghee yang sudah rapi dengan pakaiannya menghampiri mereka. Ikut duduk di samping Jimin. Jimin membelalak. Memandangi ibunya tanpa berkedip.
"Anak Ibu harus istirahat. Ibu tidak mau melihatmu sakit lagi." Sunghee membenahi poni Jimin yang menutupi kening.
Jimin mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia menoleh pada Hoseok dan Sunghee bergantian. Keduanya memamerkan senyum tipis pada Jimin.
Jimin beralih pada Hyebin yang sibuk menyiapkan makanan ke masing-masing anggota keluarga kecil yang untuk pertama kalinya berkumpul di ruang makan secara bersama-sama.
"Bibi, kenapa Ibu ada disini?" tanya Jimin pada Hyebin.
"Apakah Jimin tidak senang Ibu ada disini?" tanya Sunghee sebelum Hyebin menjawab pertanyaan Jimin.
Jimin menggeleng pelan. "Bukan begitu. Bukankah seharusnya kau sibuk?"
"Ibu memang sibuk, sayang. Setelah ini, Ibu harus pergi. Nanti Ibu akan pulang lebih cepat. Hari ini hanya ada satu jadwal pemotretan."
Jimin tertawa tidak percaya. Pulang? Jimin masih tidak mengerti maksud ibunya. Sejak kapan ibunya bisa pulang lebih cepat. Sejak kapan ia bisa melihat ayah dan ibunya dalam satu tempat tanpa perdebatan.
Jimin beranjak dari kursinya. "Bibi, aku berangkat ke sekolah saja." Ujarnya.
Hoseok dengan cepat menghampiri sang anak. Ia menggiring anaknya ke ruang keluarga. Mengajaknya duduk bersama. Sunghee pun ikut duduk bersama mereka.
Hoseok memegang tangan anaknya. Awalnya, Jimin menarik pelan tangannya. Enggan di pegang oleh sang ayah. Ia merasa hal itu sangat asing baginya. Sang ayah tidak pernah memegang tangannya lagi sejak ia kecil. Hoseok tidak menyerah. Ia kembali meraih tangan Jimin. Ia pandangi wajah anaknya. Akhirnya, Jimin pun luluh. Hatinya yang selama ini merindu akan kehangatan kini bisa melepaskan rindu itu. Tatapan lembut sang ayah, sentuhan lembut tangannya akhirnya bisa Jimin rasakan kembali.
"Jimin-ah. Kau mau mendengarkan Ayah kan?" Hoseok mencoba menenangkan hati Jimin. Seokjin berpesan untuk tidak menyampaikan segala sesuatunya dengan nada tinggi. Ia menekankan Hoseok bahwa kunci berkomunikasi dengan anaknya adalah kelembutan. Itu saja yang sebenarnya dibutuhkan Jimin.
Jimin mengangguk."Jimin-ah. Mulai sekarang, ibumu akan tinggal disini. Bersama kita."
Jimin membulatkan matanya. Ia menoleh pada sang ibu yang tersenyum padanya, kemudian kembali menatap sang ayah."Ayah..."
"Hm?" sahut Hoseok.
"Apakah aku sedang bermimpi?"
[....]
[....]
[....]
[La Fleur]
Jadi kupu-kupu kita ini mimpi atau tidak?
Find out more in La Fleur (Special Order)
Here 0882 - 7703 - 0613
Wella loves you forever
1 Juni 2020
(06.44 pm)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BOOK] La Fleur
Fanfic[Full version on book] Kupu-kupu terbang, berharap bunga itu mekar lagi. Sekali lagi. Ask for more : 0882-7703-0613 (WA) (December 2018 - March 2019)