Chapter 72

176 5 13
                                    

Nayla baru saja usai mengeringkan rambutnya begitu orang tuanya sampai ke rumah.

"Nayla" panggil sang Ayah.

"Ya, Pa?" Sahut Nayla seraya menghampiri Ayahnya di ruang keluarga.

"Kamu udah tahu kalau... mama nya Zhavier..."

Sebelum sang Ayah menyelesaikan kalimatnya, Nayla mengangguk kecil. "Udah, Pa" katanya tertunduk sedih.

"Gimana keadaan Zhavier? Papa dengar dia bahkan gak menghadiri pemakaman ibunya" tanya sang Ayah khawatir.

"Sekarang Zhavier baik-baik aja kok Pa"

"Oh..."

"Tapi, Pa..."

"Kenapa sayang?" Tanya Ayahnya dengan lembut.

"Zhavier baru kehilangan Ibunya, pasti berat. Gak apa kan kalau aku terus ke apartement-nya, bersama dia...."

Saat Nayla menggantung kalimatnya, sang Ayah mengangguk seperti yang dilakukan putrinya tadi. "Iya. Papa ngerti kok. Zhavier pasti sangat terpukul sekarang ini. Sering-seringlah bersamanya, sayang. Setidaknya sampai dia kembali mendapatkan keceriaannya"

"Makasih, Pa. Papa pengertian banget" tukas Nayla seraya tersenyum tipis lalu memeluk Ayahnya dengan bahagia.

"Yang penting kamu bahagia, sayang" balas sang Ayah ikut memeluk anaknya.

***

Zhavier perlahan-lahan bangun dengan kepalanya yang terasa berat. Ia membuka dan mengucek matanya lalu menguap kecil seraya duduk di kasurnya.

"Hhhssh, kepalaku kok sakit banget ya" desahnya pelan seraya memegangi kepalanya. Setelah itu, diliriknya jam yang ada di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan tiga puluh menit lagi, proses belajar mengajar di sekolahnya akan dimulai. Tapi, entah mengapa Zhavier tidak ada niatan untuk berangkat ke sekolah. Jadi ia kembali merebahkan badannya ke kasur lalu memandang kosong ke langit-langit apartement sembari memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

Untuk sejenak ia memejamkan matanya juga memijit kepalanya, dua detik kemudian ia membuka matanya lebar-lebar lalu terduduk karena tersadar akan sesuatu.

"AH! GILAAA!" Pekiknya seraya mengacak-acak rambutnya. "SEMALAM AKU NGAPAIN SIH?! Semalam... aku sama Na-Nayla... ci-cium-an?!?!?!"

Zhavier menggelepar di kasurnya bak ikan yang butuh air saat berada di udara. Ia memegangi rambutnya dengan kesal. Perasaan berat di kepalanya itu bahkan kalah dengan perasaan malunya saat ini. "AAARGGGHH!! KENAPA KAU LAKUKAN ITU, ZHAVIEEEERR!!!" Pekiknya pada diri sendiri.

Dirinya yang menggelepar itu membuatnya berposisi tengkurap saat ini dengan kepalanya yang terbenam di dalam bantal.
"AAAAAAA" Teriaknya di dalam bantal lalu menengadahkan kepalanya. "Siaaaaalll, malu banget!!! NANGIS DI DEPAN NAYLA PULAAAAAA!!!"

Setelah itu, dia menarik napas dalam-dalam."Oke. Oke tenang, jadi semalam aku..." tiba-tiba ingatan dimana Zhavier memagut bibir Nayla semalam muncul di pikirannya.

"ARRRRGHHH!!!" Ia menjambak rambutnya sendiri. "BODOHNYA KAU, ZHAVIER!!" kutuknya pada diri sendiri.

Beberapa menit saat menyesali kelakuannya semalam, bel apartement berbunyi. Zhavier yang kaget dengan bunyi tersebut lalu bergerak cepat menuju pintu dan mengintip melalui lubang pintu.

Begitu melihat sosok yang ada di depan pintu, ia mundur beberapa langkah, tak berani membukakan pintu untuk si tamu, Nayla.

Dilema. Perasaannya campur aduk saat ini, ia tak mau membukakan pintu karena malu tapi juga tak mau membiarkan Nayla menunggu di luar.

SWEET PEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang