11. hurt like hell

3.4K 752 43
                                    

Saat Jihan dan Haruto kembali ke kelas setelah membuang sampah mereka dibuat terkejut dengan bangku Haruto yang entah kemana perginya.

"tempat dudukku kemana?" tanya Haruto.

Jihan berjalan ke tong sampah yang ada di dekat loker kelas, gadis itu mengambil tas Haruto yang berada di dalam tong sampah itu. Jihan mengeluarkan isi yang ada di dalam tas Haruto, banyak sampah di dalamnya.

Haruto hanya bisa terdiam dengan kedua matanya yang membulat melihat sampah-sampah di dalam tasnya. Rasanya Haruto ingin sekali pergi dari kelas, namun tangan jihan menahannya.

"ayo, ikut aku!"

Jihan membawa Haruto ke rooftop sekolah, sesuai tebakan gadis itu dan pengalamannya meja Haruto ada di sana. Raut wajah Haruto menjadi sangat kacau saat dia melihat mejanya banyak tulisan dengan kalimat hinaan.

Jihan mengambil kain pembersih yang ada di dalam gudang rooftop, gadis itu segera membersihkan tulisan di meja Haruto.

"Hei kau jangan diam saja, cepat bantu aku!" perintah Jihan sambil memberikan kain pembersih kepada Haruto, matanya melirik tangan pria itu yang sangat bergetar mengambil kain pembersih darinya.

Butuh waktu lama membersihkan meja Haruto karena banyak sekali tulisannya, bahkan ada beberapa yang tidak bisa di hapus.

"kau meja atau bangku?" tanya Jihan setelah selesai membersihkan, namun tidak di jawab oleh Haruto.

"kenapa," Haruto menundukkan kepalanya. "kenapa mereka melakukannya?"

"Hei Watanabe Haruto! Kau ingin membawa apa?" tanya gadis itu.

Haruto terjatuh karena kakinya yang sedari tadi terasa lemas, "A-aku takut—bisakah aku menghilang dari dunia ini saja?" tanyanya dengan raut wajah yang sangat kacau.

"Kau ingin aku membunuhmu? Cepat bangun!" Jihan membantu Haruto untuk berdiri. "ada aku, kau tidak perlu takut!"

Jihan memukul kepala Haruto sangat keras karena sedari tadi pria itu hanya menundukkan kepalanya, "pengecut! Aku akan bener-bener meninggalkanmu sendirian di sini jika kau tidak melihatku!"

Tetap saja Haruto enggan melihat Jihan, Haruto hanya menundukkan kepalanya dan terdiam. Jihan menghelakan nafasnya lalu segera pergi meninggalkan pria itu sendirian di rooftop.

Jihan merasa kesal dengan dirinya sendiri karena dia tidak bisa berbuat apa-apa, mungkin baginya di bully sudah biasa tapi entah kenapa saat dia melihat Haruto yang di bully rasanya sangat menyakitkan dan kesal.

Jihan membuka pintu rooftop sangat kasar, "HARUTO! E—"

"kau bawa bangku, aku yang bawa meja, ucapnya.

Jihan tersenyum sambil menganggukan kepalanya, lalu segera mengambil kursi Haruto, mereka kembali ke kelas. Saat Jihan dan Haruto kembali ke kelas temannya hanya pura-pura tidak terjadi apa-apa, mereka sibuk dengan dirinya masing-masing.

"menyusahkan!"

"pantas saja Mahiro pindah, itu semua karena perempuan itu!"

"orang yang berada di dekatnya akan menjadi sial, seperti Mahiro, dan aku berani taruhan anak baru itu akan menyusul Mahiro!"

"Kim Minjoo, untunglah kau segera menjauh darinya!"

Jihan benar-benar terdiam di tempat duduknya saat dia mendengar teman kelasnya mengatakan bahwa Mahiro pindah sekolah, memang akhir-akhir ini hubungannya dengan pria yang bermarga Hidaka sedikit merenggang, atau bahkan mereka tidak saling komunikasi lagi.

Jihan berusaha menghubungi Mahiro tapi hasilnya nihil, gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya.

"aku mohon ang—"

Jihan memejamkan matanya saat sebuah balon air berhasil mendarat di wajahnya yang membuat seluruh tubuhnya beserta seragamnya menjadi basah, bahkan Haruto yang ada di sampingnya sampai terkena cipratan balon air tersebut.

Jihan menghelakan nafasnya lalu terbangun, "maaf....." gadis itu segera keluar dari kelas dengan seragam yang basah.

Saat Jihan ingin turun dari tangga dia bertemu dengan Mahiro, Jihan hanya bisa terdiam melihat keadaan pria itu yang sebelumnya tidak dia bayangkan.

"hei, Ma-mahiro k-kau kenapa?" tanya Jihan yang melihat wajah Mahiro babak belur dan berjalan menggunakan tongkat besi.

Mahiro tersenyum, "hai? Bagaimana kondisimu? Ah aku benar-benar minta maaf karena kemarin tidak membantumu," Mahiro menyentuh pundak Jihan membuat gadis itu menatap kearahnya yang sedari tadi melihat kearah kakinya. "heheh karena asik bermain kebo bunting bersama Yedam dan yang lain, kakiku menjadi patah...."

Jihan tau kalau Mahiro berbohong, mana mungkin bermain kebo bunting membuat kakinya patah dan wajahnya babak belur?

"ya Tuhan Kim Jihan kenapa seragammu jadi basah begini?" tanya Mahiro panik, padahal dia sudah tau alasannya kenapa.

"aku benci dirimu! Kau—" Jihan menghelakan nafasnya sangat berat. "kenapa kau tidak memberitahuku?" tanyanya dengan perasaan kesal.

Jihan menatap wajah Mahiro dengan intens begitu lama, setelah itu dia pergi meninggalkan Mahiro sendirian. Mahiro berusaha memanggil Jihan, namun gadis itu tidak peduli.

Gadis itu baru menyadari bahwa orang-orang yang ada di dekatnya akan mendapatkan kesialan, seharusnya orang seperti dia memang tidak pantas memiliki seseorang di sampingnya.

Saat Jihan berjalan entah kemana kakinya melangkah tiba-tiba sebuah seragam mendarat di kepalanya membuat langkahnya terhenti. Seorang pria dengan bertubuh tinggi berjalan di depannya, Lee Byounggon.

Dari awal Jihan berpikir orang yang selama ini membantunya adalah Lee Byounggon, walaupun pria itu tidak mengakui namun tetap saja Jihan merasa pria itu lah yang membantunya.

Bisa saja Byounggon meminjam seragam orang lain namun dia mengatakan bahwa seragam itu milik Junkyu, seandainya seragam itu milik Junkyu pun pasti akan sangat kebesaran jika Jihan pakai.

Belum lagi saat Jihan di siram air pel-an oleh Jang Wonyoung dan temannya dia yakin pria yang berteriak itu adalah kakak tingkatnya, Lee Byounggon.

Bahkan saat Jihan yang awalnya ingin di pukuli di rooftop namun tidak jadi karena Junkyu tiba-tiba datang, Jihan bertemu dengan Byounggon saat di tangga turun dari rooftop.

Tapi jihan sangat bingung, kenapa kakak tingkatnya melakukan semua itu?

Jihan memakai seragam olahraga yang sebelumnya kakak tingkatnya berikan, ukurannya sama seperti saat itu.

Saat Jihan ingin kembali ke kelas, kedua matanya melihat Mahiro yang berdiri di tangga. Jihan berjalan menaiki anak tangga tanpa menghiraukan keberadaan pria itu, sungguh Jihan tidak kuat melihat kondisi mahiro.

"jangan menyalahkan dirimu, aku seperti ini bukan karenamu."

Jihan menghentikan langkah kakinya saat di samping Mahiro, "bisakah kita berbicara sebentar?"

"orang tuaku sudah menungguku," Mahiro meraih tangan gadis itu menggenggam sangat kuat. "kau bisa melewati semuanya!" Mahiro tersenyum, lalu menuruni anak tangga meninggalkan Jihan sendirian.

Satu persatu orang yang sebelumnya dekat dengannya akan pergi meninggalkan dia, mungkin setelah ini Haruto akan menjauh dari Jihan sebelum terlambat seperti Kim Minjoo.

Rasanya begitu menyakitkan, Jihan ingin mengatakan rasa sakit ini, tapi bagaimana caranya? Dan perasaannya pun tidak bisa di tulis dengan kata-kata.

Mencintai, lalu kehilangan, mencoba mencintai lagi, tapi kehilangan lagi. Hatinya begitu hancur, tidak ada yang memahami bagaimana perasaan gadis itu. Semuanya menjadi lebih buruk seperti sebuah kutukan.

Jihan berjalan di koridor yang sepi namun saat dia ingin masuk ke dalam kelas ada seseorang yang menahan tangannya, orang itu membawa Jihan menjauh dari kelas.






extraordinary you

extraordinary you;𝘩𝘢𝘳𝘶𝘵𝘰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang