24. stay in my life

2.4K 437 41
                                    

Pada saat itu ada sebuah truk yang berlawan arah, namun tidak berjalan dengan normal karena rem truk itu tidak dapat berfungsi. Truk tersebut berjalan ke bus yang di tumpangi Haruto dan Jihan membuat bus berjalan tidak normal karena ingin menghindari truk tersebut.

Kecelakaan itu mengakibatkan delapan orang meninggal, tiga orang koma dan belasan luka-luka. Dapat di hitung bahwa Haruto koma selama seminggu, ya Haruto satu dari tiga orang yang koma.

Salah satu orang yang meninggal adalah ibu hamil yang sebelumnya duduk di samping jihan, anak perempuan ibu hamil itu selamat hanya mendapatkan luka-luka. Karena kecelakaan itu pun membuat penglihatan jihan menghilang, kedua mata jihan terkena pecahan kaca bus.

Setiap harinya gadis itu menemani Haruto yang terbaring di ranjang rumah sakit yang sebelumnya merawat ibunya. Seperti saat ini Jihan duduk di samping Haruto dengan pandangannya kearah luar jendela, walaupun dia hanya merasakan gelapnya dunia tanpa memejamkan kedua matanya.

Merasa bosan Jihan pun berjalan ke jendela kamar rawat Haruto, ketukan demi ketukan tongkat besi yang membantu gadis itu berjalan membuat ruang tidak terasa sunyi. Jihan membuka jendela kamar rawat membuatnya menghirup udara luar, walaupun kedua matanya tidak dapat berfungsi setidaknya hidungnya masih bisa menghirup udara.

Jihan memejamkan kedua matanya sambil menghirup udara segara dan membayangkan dunia yang indah, namun sedetik pun dia menghelakan nafasnya. Bagaimana mungkin Jihan dapat menghirup udara dengan mudah di saat Haruto terbaring koma?

"Haruto, aku mohon bangunlah. Ini sulit, sangat sulit bagiku tanpa dirimu. Tolong ubah dunia gelapku ini menjadi berwarna lagi."

Tidak, Jihan tidak ingin menangis. Menangis membuatnya menjadi terlihat sangat lemah.

Tanpa Jihan ketahui Haruto baru tersadar dari komanya saat gadis itu menyebut nama Haruto, namun Haruto tidak ingin mengatakan sesuatu, pria itu hanya terdiam dengan air mata yang berhasil keluar dan bibirnya yang bergetaran.

Haruto menatap langit kamar rawatnya membayangkan hari-hari Jihan yang sebelumnya tanpa dirinya, ya sangat sulit. Haruto sangat berterima kasih kepada sang pencipta setidaknya Tuhan masih membiarkan mereka hidup bersama, itu adalah yang terpenting bagi Haruto dan Jihan.

"hyung?" Jihan menutup jendela lalu membalikan tubuhnya saat ada seseorang yang membuka pintu kamar rawat Haruto, namun tidak ada sautan.

Jihan mengkerutkan keningnya, lalu segera menghampiri Haruto di bantu dengan tongkat besinya, kemudian duduk di samping pria itu, tiba-tiba Haruto menggenggam tangan Jihan membuat gadis itu membulatkan kedua matanya.

"k-kau sudah—"

Pintu kamar rawat Haruto kembali terbuka memunculkan seorang dokter, dua suster dan Hanbin. Dokter itu segera mengecek kondisi Haruto, Jihan pun beranjak dari duduknya agar dokter dan kedua suster itu mudah melakukan tugas mereka.

Tiba-tiba Hanbin membawa Jihan ke dalam pelukannya, tidak ada seseorang yang dapat dia peluk selain gadis itu. Hanbin benar-benar sangat bersyukur. Air mata Jihan keluar begitu saja, air mata yang mengartikan bahwa gadis itu sangat bahagia.

Setelah dokter dan dua suster itu mengecek kondisi Haruto mereka segera keluar, Hanbin membantu Jihan berjalan menghampiri Haruto dan membiarkan gadis itu duduk di samping adiknya. Jihan benar-benar tidak bisa berhenti tersenyum, tangannya perlahan-lahan meraih tangan Haruto menggenggam dengan sangat erat.

Merasa paham dengan situasi Hanbin pun segera keluar meninggalkan Haruto bersama Jihan, dia segera menghubungi ibunya yang ada di apartemen untuk memberitahu bahwa Haruto sudah tersadar.

Tangan Jihan mencoba menyentuh wajah tampan Haruto mengabsen dari bibir, hidung, pipi sampai mata Haruto. Mungkin saat ini Jihan tidak dapat melihat wajah Haruto, namun kelak suatu saat nanti dia dapat melihat wajah tampan pria itu.

Sekarang berganti Haruto yang menyentuh wajah gadis itu, mengusap pipi Jihan dengan sangat lembut. Entah kenapa Haruto merasakan hatinya yang sakit karena melihat wajah Jihan yang tirus dan tubuhnya menjadi lebih kurus.

"saat ini aku tidak bisa melihat wajah tampanmu...."

Haruto mencoba mengubah posisinya menjadi duduk, perlahan-lahan wajahnya mendekat ke wajah Jihan sampai bibirnya mencium mata jihan dengan sangat lama. Gadis itu dapat merasakan hangatnya mata dia saat bibir Haruto menempel di matanya.

"setidaknya aku bisa melihat wajah cantikmu," Haruto beralih mencium kening Jihan lalu mengusap kepala gadis itu.

Tanpa mereka sadari Hanbin memperhatikan mereka dari kaca pintu rawat, dia sangat iri dengan percintaan dua orang yang saat ini menjadi pusat perhatiannya. Sungguh cinta Haruto dan Jihan bukan cinta biasa, dan Jihan adalah gadis yang luar biasa.

"sudah berapa lama aku koma?" tanya Haruto.

"hari ini tepat tujuh hari, dan tujuh hari itupun aku menunggumu!" jawab Jihan, terlebih begitu kesal.

"aku kira, aku tertidur baru semenit yang lalu ternyata satu minggu? Luar biasa!"

"Haruto, kau ingat ibu hamil yang bersama anak perempuannya yang berumur lima tahun?" tanya gadis itu.

Haruto menganggukan kepalanya, "tentu! Apa dia sudah melahirkan? Ah, pasti wajah anaknya tampan seperti diriku! Adik man-"

"ibu hamil itu beserta anak di dalam kandungannya meninggal, tidak dapat di selamatkan."

Haruto terdiam dengan kedua matanya yang membulat, tiba-tiba dia membawa Jihan ke dalam pelukannya. Haruto benar-benar tidak bisa membayangkan jika Jihan meninggalkannya untuk selamanya, seperti ibu hamil itu.

Haruto melepaskan pelukannya, dia pun menggeserkan tubuhnya agar Jihan dapat tidur di sampingnya. Untung saja ranjangnya besar bisa membuat Jihan dan Haruto tidur berdua.

Haruto memeluk tubuh Jihan, tangannya pun mengusap kepala gadis itu dan menciumi wangi rambut Jihan. Entahlah Haruto benar-benar takut jika Jihan pergi dari hidupnya.

"sekarang adik manis itu sama seperti diriku hidup tanpa kedua orang tua, ibu hamil itu di tinggali suaminya saat adik manis itu lahir."

"lalu adik manis itu dimana sekarang?" tanya Haruto.

"dia di panti," jawab Jihan. "Haruto, setiap aku mengunjungi adik manis itu bersama hyung, dia selalu mengira bahwa hyung adalah dirimu."

"sungguh? Eiii, sangat konyol! Jelas-jelas wajahku lebih tampan dari hyung!"

Jihan pun mendongakan kepalanya menatap wajah Haruto, walaupun yang dia lakukan percuma karena tidak bisa melihat wajah pria itu. Ternyata sifat menyebalkan Haruto yang membanggakan wajah tampannya, masih ada.

Tapi jujur, Jihan tidak dapat mengelak bahwa wajah Haruto memang sangat tampan, bahkan gadis itu membayangkan wajah Haruto setelah terbangun dari koma dengan wajahnya yang pucat mungkin membuat wajah pria itu berkali-kali lipat ganda tampannya.

"bagaimana dari dekat wajahku sangat sempurna, bukan?" ledek Haruto sambil mengusap pipi Jihan.

"Eiii kau sedang membuat lelucon?" Jihan memukul dada Haruto dengan pelan. "bosan, aku bosan melihat wajah tampanmu!"

"hei, aku juga bosan memiliki wajah tampan! Kau tau rumah sakit yang membuat wajah tampan menjadi buruk?"

"enyahlah, Watanabe Haruto!"

Haruto mencubit pipi Jihan dengan perasaan gemas. Tiba-tiba tangan Jihan menyentuh bibir Haruto, perlahan-lahan gadis itu mendekati wajahnya sampai bibir mungilnya menempel di bibir Haruto.

Jihan memeluk tubuh Haruto setelah mencium bibir pria itu, Haruto pun membalas pelukan Jihan dan mengusap kepala gadis itu dengan sangat lembut. Haruto menciumi puncak rambut Jihan berulang-ulang, tangannya tiba-tiba menggelitikan pinggang Jihan membuat gadis itu kegelian.

Haruto menghentikan keisengannya karena semakin lama Jihan semakin brutal menghindari kelitikannya, lagi pula tubuh Haruto masih terasa kaku setelah terbangun dari koma.

"stay in my life, Watanabe Haruto."






END

extraordinary you;𝘩𝘢𝘳𝘶𝘵𝘰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang