21. it will be good

2.1K 470 41
                                    

Haruto memandangi Jihan yang menidurkan kepalanya di atas meja dengan beralaskan buku, tanpa henti Haruto tersenyum melihat gadis itu yang memejamkan kedua matanya.

"berhenti memandangiku!" Jihan mengubah posisi kepalanya membelakangi Haruto.

"Watanabe!" sebuah teriakan membuat Haruto beranjak dari duduknya, Jihan pun membuka kedua matanya mendengar suara yang tidak asing.

Jihan menghelakan nafasnya, sampai kapan semua ini berakhir? Haruto menggantikan posisi jihan. Selama kurang lebih satu tahun Na Jaemin bersama temannya masih memukuli Haruto, mereka tidak pernah absen untuk membuat wajah tampan dan tubuh Haruto terluka setiap pulang sekolah.

Keadaan Jihan memang membaik, namun tidak dengan Haruto. Tidak ada yang berubah dengan apa yang Haruto terima dari perlakuan kakak tingkatnya itu.

Semua yang Haruto lakukan untuk jihan, dia lebih memilih untuk dirinya yang merasakan sakit dari pada perempuan yang dia suka. Dan bodohnya Haruto tidak membrontak, atau membela dirinya dari perlakuan kakak tingkatnya itu. Haruto tidak berubah, masih dengan Watanabe Haruto yang lemah.

Jihan terbangun saat Haruto sudah tidak ada di kelas, gadis itu menundukkan kepalanya menatapi kedua tangannya yang gemetaran dan juga dingin, Jihan sendiri di dalam kelas yang sudah tidak ada orang selain dirinya.

Gadis itu merasakan rasa sesak di dadanya, dia beranjak dari bangkunya berjalan keluar kelas dengan kedua telapak tangannya yang mengepal sangat kuat dan menggigiti bibir bawahnya.

Jihan berjalan di koridor yang gelap dengan langkah kaki yang kecil, langkah kakinya terhentikan saat dia sampai di tangga untuk naik ke rooftop. Gadis itu terdiam sejenak.

Perlahan-lahan Jihan menaiki anak tangga, dia selalu ke rooftop saat Haruto bersama kakak tingkatnya itu. Jihan hanya ingin menghirup udara dan melihat dunia dari rooftop sekolah, kenyataannya gadis itu menangis sendirian tanpa ada orang yang tau. Bohong, jika Jihan baik-baik saja.

Sesampainya di rooftop Jihan terjatuh, bibirnya yang bergetaran dan air matanya pun berhasil menetes. Jihan sangat takut untuk menghadapi ketakutannya, namun Haruto selalu mengucapkan semua akan baik-baik saja.

Mereka saling menguatkan satu sama lain, karena itupun Jihan harus bertahan sampai akhir demi Haruto yang selalu ada untuknya. Mungkin jika saja Haruto tidak dateng ke gudang pada saat itu, dia tidak akan mengalami apa yang saat ini pria itu alami.

Jihan mengusap wajahnya yang basah karena air matanya, gadis itu segera pergi dari rooftop sebelum Haruto kembali ke kelas. Sesampainya di depan pintu kelas Jihan menghelakan nafasnya dengan lega tidak melihat keberadaan Haruto, gadis itu berjalan kembali duduk di tempatnya dan menatap keluar jendela kelas.

Berapa detik kemudian Haruto datang, dia menghentikan langkah kakinya di depan pintu kelas memandangi Jihan yang sedang menatap keluar jendela kelas. Haruto mengusap darah yang keluar di ujung bibirnya dengan dasi yang menyangkut di lehernya, kemudian menghampiri Jihan dan tersenyum kearah gadis itu.

"ayo pulang, sebelum langit berubah menjadi gelap," Haruto mengambil tasnya di meja lalu menggendong di pundaknya. "aku akan mengantarmu."

Haruto dan Jihan segera keluar dari kelas, selama berjalan di koridor tidak ada yang berbicara. Haruto membulatkan kedua matanya saat Jihan tiba-tiba menggenggam tangannya, Haruto pun tidak bisa menahan senyuman.

Karena seperti ini sangat sulit untuk pria itu dapatkan, Jihan selalu menolak saat Haruto ingin menggenggam tangannya atau memeluk tubuhnya.

"Haruto..." Jihan menghentikan langkah kakinya membuat Haruto ikut berhenti, kedua mata mereka pun saling menatap.

Tangan Jihan meraih pipi Haruto, mengusap luka yang ada di wajah Haruto. Jihan tertawa kecil saat Haruto membungkukan tubuhnya ke bawah, memejamkan kedua matanya dan memajukan bibirnya. Merasa dirinya di tertawai Haruto pun membuka kedua matanya dan menekukan bibirnya ke bawah.

"kau pikir aku akan menciummu lagi?" Jihan mencubit kedua pipi Haruto, bahkan dia lupa bahwa tangannya membuat luka Haruto terasa lebih sakit.

"hei, seharusnya kau membuat rasa sakit lukaku berkurang!" ucap Haruto dengan kedua pipi yang masih di cubit Jihan, bibirnya pun kembali maju. Namun tangan gadis itu dengan cepat memukuli mulut Haruto dengan pelan, kemudian segera lari menjauh dari haruto.

Dengan langkah besarnya Haruto mengejar Jihan sebelum gadis itu menuruni anak tangga, saat hampir dekat kedua tangan Haruto segera memeluk tubuh Jihan dari belakang. Anehnya, Jihan membiarkan Haruto yang memeluk tubuhnya. Biasanya gadis itu selalu memberontak.

"Kim Jihan, kau kenapa?" Haruto melepaskan pelukannya, merasa sangat aneh. "apa terjadi sesuatu? Apa kau—"

"Haruto, seberapa penting diriku bagimu?" tanya Jihan dengan tubuh yang masih membelakangi Haruto.

"pertanyaan macam apa itu?"

Jihan membalikan tubuhnya menghadap Haruto, kakinya melangkah lebih dekat ke pria yang saat ini ada di hadapannya. Jihan menjijitkan kedua kakinya agar bibirnya mendarat di luka yang ada di wajah Haruto, sedetik pun jihan melepaskan ciumannya lalu memeluk tubuh Haruto.

"ya, aku menerima perasaanmu..." Jihan melonggarkan pelukannya, kepalanya mendongak ke atas menatap wajah Haruto. " hei, ekspresi apa itu? Kau tidak senang aku menerima perasaanmu?"

Jihan mendorong tubuh Haruto membuat pelukannya melepas, dia segera meninggalkan Haruto yang sedari tadi hanya terdiam. Haruto pun segera mengejar Jihan dan menahan tangannya, dia menatap mata gadis itu seperti ingin membaca pikiran Jihan.

"lupakan saja yang sebelumnya aku ucapkan!" ucap Jihan, lagi-lagi Haruto hanya terdiam. "Haruto, aku mohon berhenti menatapku seperti itu! Aku malu!" gadis itu menutup wajahnya dengan tangan yang satunya.

"kenapa hanya mengecup bibirku?" tanya Haruto membuat Jihan membulatkan kedua matanya, dan wajah Jihan berubah menjadi warna merah.

Jihan melepaskan genggaman Haruto dengan paksa, dia segera menjauh dari Haruto. Melihat tingkah gadis itu membuat Haruto tertawa gemas.

"bodoh, seharusnya kau melumat bibir mungilnya!" Haruto mengusap wajahnya dengan brutal kemudian mengejar jihan yang sudah menghilang dari penglihatannya.

Saat Haruto ingin menuruni anak tangga langkah kakinya terhentikan dan kedua matanya membulat melihat Jihan terjatuh di bawah, dengan cepat Haruto menghampiri gadis itu.

"kakiku tiba-tiba kram..."

"lagi?" tanya Haruto, Jihan menganggukan kepalanya. "apa sebaiknya di periksa ke dokter saja?"

"tidak perlu, nanti akan sembuh dengan send—"

"hei, Kim Jihan! Kakimu kram bekas luka yang sebelumnya di pukul Wonyoung dengan gagang pel-an, bukan?" tanya Haruto, terlihat begitu khawatir dengan gadis itu.

"kau bercanda? Wonyoung memukuli kakiku setahun yang lalu, mungkin saja kakiku kram karena mengangkat barang-barang toko."

Haruto memindahkan tasnya di depan tanpa berniat membalas ucapan Jihan, lalu dia jongkok di depan Jihan membuat gadis itu segera naik ke gendongannya dan memeluk leher Haruto. Jihan menyenderkan kepalanya di bahu Haruto, kemudian memejamkan kedua matanya.

"jangan menyembunyikan sesuatu dariku! Ingat, ada aku, hyung dan ibu yang sayang denganmu!"

Mendengar ucapan Haruto membuat Jihan menggigiti bibir bawahnya karena mencoba menahan tangisannya, tangannya pun jadi semakin erat memeluk leher Haruto.

Semoga Tuhan tidak berbuat jahat kepadanya lagi, Jihan tidak ingin Haruto meninggalkannya seperti ibunya, Minjoo dan juga Mahiro.











extraordinary you

extraordinary you;𝘩𝘢𝘳𝘶𝘵𝘰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang