22. never ever

2.1K 466 11
                                    

Jihan memberikan Haruto segelas jus setelah sampai di rumah, gadis itu tertawa melihat Haruto yang terbaring di kasurnya karena lelah menggendongnya.

Perlu kalian ketahui rumah Jihan  berada di atas atap. Ya, karena gadis itu hanya hidup sendiri dan membiayai kebutuhannya sendiri jadi dia memilih tinggal di atas atap yang harga sewanya lebih murah.

"Jihan, aku lapaaar!" mendengar Haruto yang kelaparan Jihan pun segera membuat ramyeon untuknya dan juga Haruto.

Haruto terbangun mengambil laptop yang ada di meja kecil, dia mencari film atau drama yang ibunya simpan di file untuk Jihan tonton. Ya, agar Jihan tidak merasa kesepian ibu Haruto pun berinisiatif men-download film atau drama.

"malam ini kau akan tidur disini?" tanya Jihan.

Dengan cepat Haruto menganggukan kepalanya sambil tersenyum. Karena besok hari libur dan Haruto berniat menginap di rumah Jihan, ini bukan pertama kalinya Haruto menginap. Ibu Watanabe pun menyuruh anaknya untuk menemani gadis itu.

Sambil menunggu ramyeon matang Jihan mengambil salep untuk mengobati luka yang ada di wajah dan tubuh Haruto. Jihan duduk di samping Haruto, lalu mengolesi salep ke luka yang ada di ujung bibir Haruto.

"kakimu masih kram?" tanya Haruto, Jihan menggelengkan kepala menjawab pertanyaannya.

Haruto meletaknya laptop yang sebelumnya ada di pangkuannya ke kasur, kemudian dia melepaskan seragam sekolahnya membuat tubuhnya telanjang. Jihan mengalihkan pandangannya karena dia tidak sanggup melihat tubuh Haruto yang penuh dengan berwarna biru keunguan akibat di pukuli.

Mengingat saat ini Jihan sedang memasak ramyeon, gadis itu pun segera berjalan ke kompor. Sedangkan Haruto mengolesi luka yang ada di tubuhnya sendiri, lalu kembali memakai seragam sekolahnya.

Haruto menyiapkan meja kecil, kemudian dia mengambil selembar kertas untuk menjadi tatakan panci yang akan Jihan letakan nantinya. Haruto beralih ke rice cooker mengambil nasi untuk mereka makan, Jihan pun segera meletakkan panci yang berisikan ramyeon ke meja yang sebelumnya Haruto siapin ketika ramyeon sudah matang.

Jihan dan Haruto segera makan ramyeon mereka. Gadis itu tersenyum melihat Haruto yang makan ramyeon dengan lahap, mungkin saat ini Haruto seperti orang yang tidak makan selama beberapa hari.

"pelan-pelan," Jihan mengusap rambut Haruto. Pria itu hanya menyengir memperlihatkan seluruh giginya, lalu kembali menyuap ramyeonnya.

Setelah ramyeon habis Haruto segera mencuci mangkuk dan panci yang sebelumnya mereka gunakan, sedangkan Jihan merebahkan tubuhnya ke kasur kecil miliknya. Sesekali gadis itu menatap punggung Haruto yang sedang mencuci di wastafel, kedua ujung bibirnya pun membentuk senyuman, berapa detik kemudian Jihan memejamkan kedua matanya.

Setelah mencuci piring Haruto pun menghampiri Jihan yang sudah tertidur pulas. Haruto mengusap kepala Jihan sambil tersenyum, perlahan-lahan dia mendekati wajahnya sampai bibirnya menempel di kening gadis itu.

Haruto membenarkan tubuh Jihan, lalu menyelimuti tubuh gadis itu dengan selimut, dia pun mengambil bantal untuknya tidur di bawah kasur. Haruto segera merebahkan tubuhnya dan menghelakan nafasnya saat tubuhnya sudah menempel di lantai yang beralaskan selimut.

"terima kasih, Haruto," ucap Jihan dengan kedua mata yang memejam.

Tiba-tiba gadis itu menggeserkan tubuhnya, lalu menepuk kasur agar Haruto dapat tidur di sampingnya, dengan cepat Haruto pun tidur di samping Jihan.

Haruto menjadi begitu canggung karena tubuhnya dengan Jihan sangat dekat karena kasur Jihan yang terlalu kecil untuk mereka tidurkan berdua, bahkan kaki Haruto yang panjang melewati batas kasur Jihan.

"hmm aku tidur di bawah saja—" dengan cepat tangan Jihan menahan tubuh Haruto membuat tubuh Haruto terkunci dengan tangannya.

Haruto dan Jihan mengubah posisi mereka saling berhadapan, tangan Jihan mengusap wajah Haruto dengan kedua matanya yang memejam. Namun tiba-tiba tangan Haruto memegang tangan Jihan membuat gadis itu berhenti mengusap wajahnya.

"kenapa?" tanya Jihan, tatapannya begitu dalam.

"aku ingin menghirup udara malam," jawab Haruto terlihat begitu malu. "kau?"

Jihan segera terbangun dari tidurnya, dia beranjak dari kasur kecilnya lalu segera berjalan kearah pintu untuk keluar menyetujui ucapan Haruto. Gadis itu duduk di bangku yang ada di halaman rumahnya, kedua matanya menatap bintang-bintang yang bertebaran di langit.

Haruto berdiri di tepi halaman rumah sambil memperhatikan wajah Jihan, saat gadis itu mengalihkan pandangannya Haruto pun beralih menatap langit. Jujur saja Haruto begitu malu saat berada bersama gadis itu, padahal dirinya tidak malu selalu mengungkapkan perasaannya.

Aneh.

"kau ingin ice cream?" tanya Jihan membuat Haruto masuk ke dalam rumah, gadis itu mengkerutkan kening kebingungan.

Tidak butuh waktu lama Haruto pun keluar dengan tangan yang memegang jaket, lalu memasangkan jaketnya ke tubuh mungil Jihan.

"anginnya sangat kencang," tangan Haruto meraih tangan Jihan menggenggam dengan sangat erat.

"bagaimana denganmu?" tanya gadis itu.

"tidak masalah. Aku masih memakai seragam tidak telanjang," jawab Haruto sambil mencubit pipi Jihan dengan gemas.

"akan jadi masalah jika kau sakit, nanti siapa yang akan menjagaku jika kau sakit?"

Jihan melepaskan genggaman Haruto, gadis itu melepaskan jaket yang sebelumnya Haruto berikan dari tubuhnya. Jihan memasang jaket ke pemiliknya, lalu masuk ke dalam rumah untuk mengambil jaketnya yang sama percis dengan yang Haruto punya.

Entahlah Haruto dan Jihan memiliki barang yang sama, seperti pasangan. Padahal tidak ada apa-apa hubungan antara mereka.

Sampai sepuluh menit berlalu Jihan tidak kembali keluar, Haruto pun segara masuk ke dalam rumah. Kedua mata Haruto membulat saat dia melihat Jihan yang menangis di dekat pintu, Haruto membawa tubuh gadis itu kedalam pelukannya.

Kemudian Haruto mengangkat tubuh Jihan untuk memindahkannya ke kasur, Haruto meluruskan kaki Jihan lalu melihat sebuah bengkakkan yang ada di kaki gadis itu. Haruto merasakan sesak di dadanya melihat keadaan Jihan, dia takut jika gadis itu sampai kembali putus asa dengan hidupnya.

"tidak akan pernah terjadi hal yang buruk dengan kakimu, kau tidak perlu takut," Haruto mengusap air mata yang membasahi wajah Jihan, tanganya beralih ke telapak tangan Jihan yang sedari tadi mengepal dengan sangat kuat.

Haruto membantu Jihan menidurkan tubuhnya, dia ikut tidur di samping gadis itu, Haruto membawa Jihan ke dalam pelukannya dan tangannya mengusap punggung Jihan untuk menenangkan gadis itu.

Berapa menit kemudian Jihan tertidur, Haruto segera turun dari kasur agar Jihan tidur dengan leluasa. Haruto menatap wajah gadis itu, tangannya mengusap punggung tangan Jihan memberikan sebuah kehangatan.

Haruto mendongakan kepalanya keatas saat merasakan air matanya akan keluar, namun tetap saja air matanya berhasil keluar membasahi wajah tampannya.

Merasa tidak ada gunanya menangis Haruto pun mengambil air hangat dan sebuah handuk kecil untuk mengompres sebuah bengkakkan yang ada di kaki Jihan. Haruto tau jika gadis itu mempunyai luka, namun saat dia meminta agar Jihan pergi ke dokter selalu di tolak.

Padahal besok hari ulang tahun Haruto, dan pria itu berniat akan mengajak Jihan jalan-jalan kesuatu tempat, namun kondisi gadis itu tidak memungkinkan.

Haruto hanya berharap di usianya yang bertambah semoga Tuhan memberikan kebahagiaan untuk orang-orang yang dia sayang, termasuk Kim Jihan. Dan Haruto berharap semoga Tuhan mengakhiri penderitaan gadis itu.



extraordinary you

extraordinary you;𝘩𝘢𝘳𝘶𝘵𝘰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang