Jihan terdiam memandangi foto ibunya yang di kelilingi bunga, dia mengepalkan kedua telapak tanganya dengan sangat kuat. Di bandingkan mempercayainya, gadis itu benar-benar tidak bisa menerimanya.
Para guru, teman seangkatannya sampai kakak tingkat datang mengucapkan belasungkawan ke Jihan. Ibu Kim atau pemilik dari rumah sakit yang merawat ibu Jihan pun datang menemani Jihan. Haruto, Junkyu, Byounggon dan Hyunsuk membantu melayani orang yang datang ke rumah duka.
Sekarang Jihan benar-benar hidup sendiri. Dari lahir gadis itu tidak mengetahui nama, wajah dan dimana ayahnya berada. Jihan hanya hidup bersama ibunya, baginya memiliki seorang ibu saja sudah membuat dia bahagia.
Tapi Tuhan mengambil orang yang paling gadis itu cintai, orang yang sangat berarti. Mungkin Tuhan lebih menyayangi ibunya.
"sebaiknya kau istirahat, sudah lebih dari delapan jam kau berdiri disini," ucap ibu Kim yang ada di samping Jihan.
"tidak," Jihan tersenyum ke ibu Kim dengan wajah lelahnya, mencoba terlihat baik-baik saja. "Ibu sebaiknya istirahat, kau pasti lelah menemaniku disini?"
Ibu Kim mengusap rambut Jihan dengan sangat lembut, dia tersenyum kearah gadis itu, entah kenapa hatinya merasakan sakit melihat gadis di sampingnya.
Sebenarnya ibu Kim menginginkan seorang putri, namun apa daya suaminya tidak menginginkan anak perempuan ada di keluarga mereka.
"minumlah, sedari tadi kau tidak minum dan makan," Haruto memberikan botol minuman untuk kesekian kalinya ke Jihan, namun tetap saja gadis itu hanya menerima tanpa meminum air pemberian Haruto.
Jihan merasa bahwa dia sudah tidak memiliki tujuan untuk hidup, satu alasan yang membuatnya bertahan hidup sudah meninggalkan dia terlebih dahulu.
Jihan dapat menebak ending dari hidupnya, sampai kapan pun akan menyedihkan tidak akan ada yang berubah. Takdir akan berubah jika saja kejaiban itu nyata, hidup ini tidak adil baginya.
Saat keadaan seperti ini membuat Jihan menyerah dalam kehidupnya, dia benar-benar tidak akan kuat hidup sendirian di dunia yang kejam ini. Orang lain tidak akan mengerti Jihan, karena mereka bukanlah Jihan.
Gadis itu selalu berpikir kenapa harus ada kebahagiaan jika ada kesedihan? Gadis itu selalu berpikir jika dia mati semuanya akan selesai, namun Jihan selalu takut saat ingin mencoba untuk bunuh diri. Jihan bahkan tidak memiliki keberanian untuk mati.
Kim Minjoo bersama ayahnya pun datang membuat bibir Jihan terlihat bergetaran. Keluarga Minjoo sangat mengenal Jihan dengan baik begitu sebaliknya dengan ibu Jihan yang mengenal Minjoo dan ayahnya sewaktu masih hidup.
Jihan mengangkat kepalanya saat dia merasa air matanya akan menetes. Mencoba untuk kuat, namun tidak bisa.
"aku turut berduka atas kepergian ibumu," ucap ayah Kim Minjoo. Minjoo bersama ayahnya segera memberi hormat dan mendoakan mendiang ibu Jihan, setelah itu mereka berjalan keluar ruangan.
"terima kasih..." Jihan membungkukan tubuhnya ke ayah Minjoo dan air matanya pun berhasil keluar. Jihan memegang lututnya dengan sangat kuat, dia tidak ingin orang lain melihat dirinya yang lemah.
"maaf, aku keluar sebentar..." ucap Jihan ke ibu Kim tanpa memperlihatkan wajahnya.
Jihan segera keluar dari ruangan, saat Jihan keluar Haruto pun mengikutinya dari belakang. Langkah kaki Haruto terhenti saat gadis itu berhenti berjalan, Jihan memegang dinding rumah duka saat dia merasa akan terjatuh karena kakinya yang lemas, berapa detik kemudian Jihan kembali berjalan.
Jihan sangat terpuruk, dan kali ini dia takut tidak ada seseorang yang berada di sisinya. Sekarang tidak ada lagi seseorang yang di tuju gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
extraordinary you;𝘩𝘢𝘳𝘶𝘵𝘰
Fanfiction❝𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘶𝘬𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘭 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬 𝘪𝘵𝘶, 𝘫𝘶𝘴𝘵𝘳𝘶 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪, 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭�...