[15] Khawatir

158 2 0
                                    

SELAMAT MEMBACA!!!

Suara kesunyian malam sangat terdengar semakin jelas kala memasuki hutan lebih dalam. Gelap gulita menyelimuti hanya diterangi satu cahaya senter. Ya, setidaknya itu dapat menunjukkan keadaan jalan yang akan dilewati tanpa membuat jatuh. Udara dingin malam yang juga sangat menusuk, menambah kesan mencekam suasana malam ini.

"aduh ini kenapa gelap banget si? Gue kan jadi merinding," seru Kiki mengelus leher belakangnya merinding.

"lebay lo! Gini aja takut, cemen!" ejek Sisil.

"kayak lo berani aja si Sil? Coba lo ke sini sendirian, pasti gak bakal berani lo, yakin gue."

"ya enggak berani lah, lagian ngapain juga gue ke sini sendirian, kurang kerjaan banget. Kiki nih ya emng kadang dongdong,"

"woi! Ini ngapa jadi ribut?" seru Zeina dengan suara sedikit kencang.

"tau nih, mending bantuin gue dah nyari petunjuk selanjutnya." Nabilla masih setia melihat kertas yang dipegang bergantian melihat sekitar guna mencari petunjuk selanjutnya.

"tau kalian, kaya anak kecil."

"apasi? Kiki tuh yang mulai," protes Sisil.

"lagian tadi Sisil ngatain Kiki sih,"

Mereka semua hanya menghela nafas pasrah mendengar mereka kembali berdebat kecil.

Kejadian seperti ini pasti terjadi. Selalu ada perdebatan di antara mereka. Kalau bukan Sisil dengan Nabilla, Sisil akan berdebat dengan Kiki. Heran juga si, kenapa mereka kalau sudah berkumpul pasti ada saja yang debat. Bahkan terkadang Zeina menjadi seperti orang gila. Tapi, moment seperti itu yang membuat persahabatan menjadi seru dan tidak bosan.

"Bill, kok gak sampe-sampe si?" tanya Zeina heran. Dia bingung, mereka sudah jalan cukup lama, tetapi tidak sampai-sampai. Padahal saat ingin ke pos pertama, mereka hanya membutuhkan waktu 20 menit.

"gak tau nih, gue belum nemuin tanda yang dikasih tau di peta ini,"

"jangan-jangan kita nyasar lagi." celetuk Kiki takut.

"jangan sembarangan kalo ngomong," peringat Afifah.

"tapi bener deh apa kata Kiki, kalo kita nyasar." celetuk Nabilla. Mereka semua berhenti memandang Nabilla

"tuh kan." jerit Kiki ketakutan.

"jangan bercanda lo Bill," sahut Sisil mulai takut.

"serius gue, harusnya setelah petunjuk arah yang kita temuin tadi itu gak jauh jalan, langsung sampe ke pos 4, tapi kita udah lumayan lama gak sampe-sampe," jawab Nabilla sambil tetap fokus memeriksa peta yang diberikan panitia.

"udah-udah kita jalan aja dulu, sebentar lagi paling sampe." saru Zeina. Yang lain mengangguk tanda setuju. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Zeina menghentikan langkahnya, dia berdiri di antara Kiki dan Nabilla. Sedangkan Sisil dan Afifah berada di belakangnya.

Zeina sedikit minggir untuk membenarkan tali sepatunya yang terlepas. "tungguin ya, gue mau benerin tali sepatu," kata Zeina.

"jangan lama-lama" jawab Nabilla seadanya.

Mereka berjalan pelan-pelan di depan Zeina menjauh. Zeina berdiri, dia selesai mengikat tali sepatunya ketika jarak dia dengan teman-temannya sekitar 5 langkah. Zeina melangkah menuju teman-temannya. Baru satu langkah Zeina berjalan, dari arah belakang ada seseorang yang membekap mulut Zeina, kedua tangan Zeina pun sudah di kunci.

Zeina sedikit menoleh ke belakang, untuk mengetahui siapa yang sudah melakukan ini kepadanya. Tapi kenyataannya, Zeina tidak mengenali orang tersebut, dia memakai topi dan masker yang membuat wajahnya tidak dikenali.

ZEIFRAN [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang