"Lo makan ya," lagi-lagi Aku menggeleng karena sedang tidak nafsu makan sama sekali. Fikiranku bercabang-cabang entah kemana. Tatapankupun kosong juga.
Ika mendengus pelan, "gue panggil Zein ya," ucapnya. Aku kembali menggeleng karena tidak ada manfaatnya jika memanggil Zein ke sini, yang ada aku semakin tidak nafsu.
Ika meletakkan semangkok bubur yang sedari tadi di pegangnya di atas nakas. Dia melirikku dengan tatapan sendu dan khawatir.
"Apa perlu gue bunuh tu jalang biar lo mau makan?"
Aku menggeleng pelan karena tidak ada untungnya jika membunuh seorang jalang yang sudah merusak kebahagiaan keluarga kami.
"Gue ngga bisa lama-lama, gue ke kelas duluan ya nanti buk Asri marah sama gue," aku mengangguk lalu Ika pergi dengan ragu dari ruang UKS.
Aku menatap kosong ke depan, jika tinggal di Pluto mungkin nasibku tidak akan seburuk ini dan aku juga akan merasa bahagia bersama pangeran disana. Aku merutuki diriku sendiri karena telah memilih kembali ke Bumi bukannya menetap di Pluto kemarin.
'Hai Pangeran Om, sedang apa disana? Aku rindu loh sama pangeran,' batinku sambil mengeluarkan cairan bening.
"Netha," aku menoleh ke samping karena merasa namaku terpanggil. Ternyata yang memanggilku adalah Zein dan dia juga sudah duduk di samping ranjang besi yang ku tempati.
Aku kembali menatap lurus ke depan dan menghiraukannya disana. Aku masih benci dengannya dan aku juga tidak ingin melihatnya lagi.
Dia mengelus lembut pucuk kepalaku dengan tangan kanannya dan dia juga mengelus tanganku dengan tangan kirinya. Aku yang tidak ingin bertengkar malah membiarkannya melakukan hal apapun kepadaku.
"Kamu belum makan? Mau aku suapin?" Aku dapat mendengar dengan jelas ucapannya tetapi aku tidak minat sama sekali untuk menjawab pertanyaanya tersebut.
Dia mendengus pelan lalu memegang tanganku dengan erat. Dia juga mencium punggung tanganku tetapi aku tidak punya tenaga untuk sekedar melarangnya, biarlah aku mengumpulkannya dulu.
"Aku lebih suka kamu marah sama aku dibanding kamu diamin aku seperti ini," aku merasa punggung tanganku basah dan sepertinya Zein menangis.
Aku melepaskan tanganku yang di genggam erat olehnya. Aku meliriknya dengan tatapan datar, "gue udah maafi lo Zein," ucapku dengan suara serak. Sepertinya kerongkonganku sangat kering hingga sulit untuk berbicara.
"Lo masih pacar gue?" Tanyanya dengan sedikit berharapa. Aku menggeleng pelan dan ada raut wajah kecewa yang terpampang jelas di wajahnya, "lo ngga tahu gimana sakitnya di khianati," kataku.
Zein sepertinya merasa sangat bersalah mendengar jawabanku. Aku hanya memasang wajah datar setelahnya.
"Aku bakalan terus mencintai kamu dan terus merutuki diriku sendiri karena udah buat kamu kecewa," ucapnya dengan nada lirih. Aku hanya diam membisu mendengar ucapannya yang membuat hatiku tergerak.
***
Saat ini aku sedang berada di mall. Aku baru saja selesai menonton film yang ku nanti-nantikan sejak dulu.
Aku memilih untuk duduk di salah satu cafe yang ada di mall ini. Aku memilih memesan Godiva dan bersantai ria di sini.
Aku sudah cukup bertenaga karena sudah di beri obat oleh anggota PMR tadi dan aku juga sudah memakan bubur itu di sulangi oleh suster yang ada di UKS.
Aku menatap sekeliling, semuanya terlihat asik dengan lawan bicaranya sedangkan aku sendirian disini, tidak asik sama sekali.
"Hai," aku terperanjak kaget saat melihat orang yang sudah mengambil duduk tepat di depanku.
"Sendirian aja dek, jomblo ya?" Ledeknya. Aku hanya memasang wajah datar tanpa minat membalas ledekan manusia menyebalkan di depanku ini.
Dia memanggil waiters lalu memesan makanan dan setelah itu Dia melirikku dengan tampang tidak berdosanya sambil tersenyum manis.
"Merengut mulu neng," katanya. Aku malah semakin kesal dengan ledekannya, "suka-suka dong!"
"Santai aja kali, gue kesini lagi nungguin nyokap beli make up," ucapnya. Aku mendengus kesal, "ngga nanya kak!"
"Kapan lo ke club lagi?" Aku malah menyemburkan minuman yang masih berada di mulutku saat mendengar ucapannya yang sepertinya menyindir.
"Sinting!"
Tidak lama setelah itu datanglah pesanan dan di bawakan oleh bebrapa waiters hingga aku melototkan mata melihatnya.
"Lo makan segitu banyaknya?" Tanyaku tidak percaya. Dia terkekekeh, "ini pesanan mamah gue sama mamah Zein," ucapnya dengan wajah polos.
Aku terperanjak kaget saat mendengar nama Mamah Zein disebutkannya. "Gue balik duluan ya," pamitku. Dia menggeleng, "eits tidak bisa, ayo kenalan dulu sama mantan calon mamah mertua," katanya di iringi kekehan setelahnya.
Aku memajukan bibir dan memandangnya dengan perasaan kesal.
"Dito," aku menoleh ke atas saat mendengar suara wanita memanggil orang di depanku ini. Terdapat dua orang wanita paruh baya yang sedang melirik Dito kemudian berganti melirkku.
"Duduk Mah," katanya. Kedua orang itu mengangguk kemudian wanita yang memakai baju hijau duduk di sebelahku sedangkan yang memakai baju biru duduk di sebelah Dito.
Mereka bertiga mulai memakan makanan yang di pesan Dito. Awalanya mereka menawariku tetapi aku menggeleng dengan embel-embel sudah makan tadi.
Saat sudah selesai, wanita berbaju hijau di sampingku melirikku dengan senyuman yang tidak luntur dari bibirnya.
"Kamu pacarnya Dito?" Tanyanya. Aku tersedak saat mendengar pernyataan tersebut. Aku menggeleng kecil dan itu cukup lucu di mata mereka yang melihatnya.
"Dia mantannya Zein Mah," jawab Dito.
Aku mendengus pelan ke arah Dito karena merasa kesal dengannya. Menurutku itu adalah aib yang harus di tutupi dan tidak perlu di bongkar kembali.
"Besok malam datang ya ke acara ULTAH gue," ajak Dito.
Sampai saat ini Aku belum bisa membedakan mana yang namanya suka dan mana yang namanya Cinta.

KAMU SEDANG MEMBACA
BAWA AKU KE PLUTO
Fantasy"Bawa aku ke Pluto" ucapnya dengan nada lirih diiringi air mata. Tiba-tiba terdapat sebuah cahaya yang menyilaukan indra pengelihatannya, "Portal?" Ucapnya tidak percaya. Menurutnya portal hanya ada di dunia fantasi, bukan di dunia nyata. Dengan pen...