20

43 10 0
                                    

"Maaf terlambat," kami semua langsung menoleh ke asal suara. Aku terkejut bukan main saat melihat orang yang baru saja datang.

"Ayo gabung Mas," ajak Mamah Zein sambil merangkul lengannya. Lelaki tersebut mengangguk dan ternyata dia belum menyadari kehadiranku. Aku berdecih setelah itu langsung mengambil posisi berdiri di hadapannya dengan wajah angkuh dan muka datar.

"Ternyata ini."

Semua langsung menoleh, termasuk kedua orang itu. Aku menyilangkan kedua tanganku di dada. Semua orang mengerutkan kening mereka karena masih tidak mengerti maksud dari ucapanku barusan.

"Ini istri baru lo, Cantik" kataku dengan kekehan, "pantes lo ninggali Mamah," lanjutku setelahnya.

Semuanya menatapku dengan mata yang membulat sempurna. Mamah Zein juga terlihat tidak mengerti dengan semua ucapanku, pura-pura tidak mengerti lebih tepatnya.

"Kapan kalian nikah?" Tanyaku kepada dua orang yang sudah menikah sirih. Mereka berdua saling bertatapan satu sama lain dan hal itu semakin membuatku jijik bukan main kepada mereka.

Papah mencobah meraih tanganku tetapi aku menolaknya mentah-mentah. Air mata lolos begitu saja dari kelopak mataku, "Papah bisa jelasin Neth," katanya. Aku membuang muka setelah itu kembali menatapnya.

Aku terkekeh dengan di buat-buat kemudian air mata deras keluar dari kelopak mataku, "jelasin apa? Jelasin kalo kalian udah nikah dan kalian udah bahagia di atas penderitaan aku?" Ucapku.

"Ada satu hal yang ngga akan bisa di miliki oleh manusia murahan, yaitu KESETIAAN!"

Kulihat Mamah Zein dan Papahku mulai mengeluarkan cairan bening dari mata mereka dan aku tidak perduli akan hal itu, karena yang paling tersakiti disini adalah AKU!

"Papah udah nikah sama Tante Reysa selama 2 tahun," ucap Papahku sambil menunduk kebawah. Aku semakin terisak tangis dan semakin terkekeh geli mendengar jawabannya.

Suasana di dalam ruangan Outdoor semakin menegang karena suara yang kami keluarkan sudah semakin keras hingga kami menjadi pusat perhatian. Aku tidak perduli karena yang terpenting aku bisa memaki-maki kedua orang yang sudah merenggut kebahagiaanku ini.

"Bahkan gue ngga yakin kalo Lo masih punya otak," kataku sambil menunjuk tepat di wajahnya. Aku seperti sedang mabuk saat ini karena kata-kata yang ku keluarkan benar nyatanya tapi kelihatan gila hanya karena tertawa sambil menangis.

Papah hampir saja menamparkan dan hal itu semakin membuatku terkekeh geli. Satu hal yang akan terus ku ingat hari ini, aku benci kepada PAPAH dan JALANGNYA!

"Kenapa? Tampar aja! Rasa sakit tamparan itu ngga seberapa di banding rasa sakit waktu tahu kalo lo itu selingkuh dengan mamah dari orang yang pernah gue sayang! Lo juga ngga pernah tahu gimana sakitnya mendengar suara perkelahian dan pukulan selama 6 tahun lamanya, dan lo ngga pernah tahu gimana sakitnya tersenyum saat hati sedang tidak baik! Karena yang ngerasain semuanya itu gue!!"

Suasana semakin menegangkan. Semuanya jadi ikut prihatin dengan apa yang aku alami selama ini, termasuk Mamah Ardito. Mereka yang mendengar pernyataanku mulai terenyuh.

"Mungkin yang Lo lakukan saat ini adalah yang terbaik menurut lo, tapi enggak bagi gue. Karena hal seperti ini, gue jadi takut untuk suka sama seorang lelaki. Dan gue sangat membenci Lo BRENGSEK!"

PLAK

Satu tamparan keras mengenai pipi kananku dan menimbulkan bercak darah di sudut bibirku. Aku malah semakin tertawa keras saat tamparan tersebut berasal dari Papahku sendiri.

"Dengan apa yang lo lakuin barusan ke gue, gue semakin benci sama lo dan gue juga ngga akan ngaku kalo gue punya seorang Papah! Gue anak yatim!"

"Ada satu hal yang bakalan terjadi setelahnya, entah gue akan menghilang atau gue bakalan MATI!"

"Dan kalo gue mati, orang yang pertama gue cekik itu adalah Lo Dan Lo!" Tunjukku pada papahku dan juga Mamah Zein.

Aku menghapus darah yang terus mengalir dari sudut bibirku kemudian aku melirik Ardito dan kedua orang tuanya.

"Maafin Netha ya, Netha udah ngerusak acara berharga kalian," ucapku kemudian pergi begitu saja dari ruangan ini. Aku melepas sepatu yang ku kenakan kemudian berlari sekencang yang aku bisa.

***

Semua yang ada di acara pesta ULTAHku masih terkejut dengan kenyataan tadi, termasuk aku yang belum tahu tentang semua masalah ini.

Aku tidak masalah dengan acara ULTAHku yang rusak, aku hanya khawatir dengan Annetha. Aku takut jika sewaktu-waktu dia nekat dan bunuh diri. Mengingat kemarin dia mabuk dan nekat menghabiskan berbotol-botol vodka padahal dia belum pernah mabuk sebelumnya.

Aku melirik Ayah Netha dan Mamah Zein, aku memandang mereka dengan jijik. Entah kenapa aku menjadi benci dengan mereka berdua. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi Annetha.

"Kami bisa jelasin semuanya Mbak," ucap Mamah Zein sambil memegang kedua tangan Mamahku dengan penuh harapan. Mamahku menggeleng, "buat apa kamu menjelaskan semuanya kepada kami? Secara tidak langsung kamu berbohong kepada Mbak karena kamu bilang dia adalah Duda yang tidak memiliki anak. Kamu itu udah menghancurkan kebahagiaan orang lain, dan mbak rasa kalian juga sudah memulai hubungan sejak 6 tahun yang lalu bukan? Mbak juga merasa bersalah disini karena sudah merestui hubungan sesat kalian! Kamu itu JALANG!"

Zein pergi melenggang begitu saja. Mungkin dia masih tidak bisa terima kenyataan pahit tersebut. Selama ini dia bisa mendapatkan kebahagiaan dari Ayah Netha sedangkan Netha menderita selama itu pula.

Aku langsung berlari ke arah panggung kemudian memegang microphone, "maaf teman-teman, pestanya sudah cukup sampai disini aja ya, see you." Kataku lalu berlari untuk mencari Netha si Dede gemesh yang punya banyak nilai lebih di mataku.

Pokoknya sekarang aku sangat membenci Papah dan juga selingkuhannya!

BAWA AKU KE PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang