15

37 9 1
                                    

Aku mengerjapkan mata berulang kali dan berusaha menyesuaikan cahaya yang mengenai indra pengelihatanku. Samar-samar aku melihat jika tempat ini sangat rapi dan pernak-perniknya juga serba hitam. Aku yakin jika ini adalah kamar cowo!

Aku mengibaskan selimut yang sedari tadi memelukku lalu duduk di tepi kasur sambil mengucek mata. Aku menatap sekeliling dan baru saja sadar dan ingat jika semalam aku pergi clubing.

Aku mencoba berjalan dan ternyata selangkanganku tidak terasa sakit sama sekali. Aku yakin jika saat ini aku masih perawan.

'Ceklek'

Aku yang mendengar suara pintu terbuka langsung menoleh ke asal suara dan disana terlihatlah seorang lelaki berkumis tipis dan alisnya yang menyatu, Dia sepertinya masih muda.

Aku mengerutkan dahi karena sebelumnya Aku tidak pernah melihat ataupun kenal dengannya.

"Lo masih perawan kok," ucapnya dengan santai. Aku memegang kepalaku yang terasa sakit. Aku mengambil alih duduk di sofa hitam milik orang tersebut.

Aku menatapnya dari atas hingga ke bawah sambil memegangi kepalaku yang semakin sakit. Mungkin efeknya baru terasa saat ini.

Tiba-tiba perutku terasa mual. Aku menutup mulutku karena terasa ingin muntah sekarang juga.

"Kamar mandi" ucapku ambigu karena suaraku terhalang oleh tangan. Dia tampak sedang berfikir, aku melangkah mendekatinya dan saat tepat di depannya aku berlari kecil di tempat karena mualnya sudah tidak bisa di tahan.

'Wekkk'

Aku muntah tepat di depannya dan juga mengenai bajunya karena dia memang sedikit lebih tinggi daripada Aku.

"Kamar mandi" ucapku lagi. Dia segera memegang tanganku lalu menarikku pergi dari kamarnya.

Tibalah kami di depan pintu kaca dan aku masuk ke dalamnya. Aku berdiri di depan wastafel sambil memuntahkan isi perutku yang terasa mual. Dia yang sedari tadi menatapku langsung ikut masuk dan mulai memijit pelipisku. Kami seperti sepasang suami istri, dan aku seperti ibu hamil.

Aku kembali memuntahkan isi perutku. Saat sudah mulai merasa enak, aku langsung mencuci mulut dengan air. Begitupun dia yang ikut mencuci tangan lalu membuka bajunya dan menyisahkan kaos dalam berwarna putih.

Kemudian kami berdua keluar dari kamar mandi dan berhenti tepat di kamar mandi tersebut.

Aku meliriknya, "makasih," ucapku dengan setulus mungkin. Dia mengangguk lalu mulai melangkah, aku mengikutinya dari belakang dan kami berdua duduk di sofa yang sepertinya berada di ruang tamu.

"Lo masih perawan?" Tanyanya. Aku langsung mendengus jijik mendengar pertanyaannya yang sama sekali tidak berbobot untuk di jawab. "Jarang loh ada cewe perawan yang masuk ke club," lanjutnya.

"Hello, jelas dong seorang Annetha Griselia yang cantik dan cetar ini masih perawan!" Kataku dengan sinis. Dia terkekeh pelan kemudian melirikku, "bagus, jaga baik-baik buat suami lo."

"Yoi" jawabku singkat.

Aku menepuk jidatku karena mengingat suatu hal, "jam berapa ya Kak?" Tanyaku padanya. Dia menunjuk ke arah dinding yang di sana sudah terdapat jam dinding yang cukup besar untuk di lihat. Aku menyengir lalu kembali menepuk jidat.

"Udah jam sebelas, bolos deh gue jadinya!"

Dia melirikku, "lo masih sekolah? Sekolah dimana?" Tanyanya. Aku mendengus, "kepo ya mas!"

Dia mengangkat bahunya acuh, "cuma pengen tahu aja, siapa tahu lo makhluk Pluto," sindirnya. Aku ingat jika kemarin aku menuduhnya 'makhluk Pluto.'

Aku menjabat tangannya, "gue sekolah di SMA NUSANTARA, kelas XI IPS 1" kataku dengan senyuman yang terus mengembang di pipi.

"Adek sepupu gue juga sekolah disana," katanya.

Aku mengangguk lalu berusaha mencari topik pembicaraan, "siapa nama adek lo?" Tanyaku.

"ZEIN ANGGARA!"

Aku membulatkan mata sempurna saat tahu jika nama yang di sebutkannya mirip ataupun memang  nama mantan kekasihku.

"Anak basket?" Dia mengangguk.

"Kelas XII IPA 3?" Dia juga mengangguk.

"Most wanted?" Lagi-lagi dia mengangguk.

"Punya pacar?" Tetapi kali ini dia mengkat bahunya acuh, mungkin dia tidak tahu.

"Mantan gue," ungkapku.

Dia terkekeh pelan, "serius?" Tanyanya seperti tidak percaya. Aku langsung mengangguk dengan polosnya.

"Kalian pacaran berapa lama?" Tanyanya. Aku mengangkat bahu acuh, "ngga penting!" Jawabku ketus. Karena mulai sekarang aku tidak ingin tahu-menahu tentang Zein.

"Masih zaman musuhan sama mantan?" Sindirnya. Aku langsung menepuk bahunya dengan keras karena ucapannya sungguh sangat menghina menurutku.

"Asal lo tahu aja Kak, gue baru putus kemaren makanya gue masih benci sama dia!" Jelasku.

"Jadi gara-gara itu lo mabuk?" Tuduhnya. Aku langsung menggeleng cepat karena tuduhannya tidak benar.

"Jangan di bahas!" Peringatku sebelum dia bertanya lebih jauh. Dia hanya megangguk sambil mengulum senyuman.

Aku meliriknya kembali dengan tatapan penasaran, "lo udah nikah Kak? Istri lo mana?" Tanyaku.

Dia langsung berdecih, "emang gue udah kelihatan tua ya?" Tanyanya. Aku menggeleng, "jadi kenapa lo bilang gue udah nikah?" Lagi-lagi aku hanya menggeleng karena tidak tahu alasan yang pasti kenapa aku bertanya seperti itu padanya.

"Ya kali aja," ucapku singkat lalu dia melirikku, "gue ini single bahagia bro," ucapnya lalu menepuk-nepuk bahuku.

"Single sama jones itu beda," peringatku sambil menunjuk mukanya, "dan kelihatannya lo jones!" Ledekku di iringi kekehan yang cukup menggelegar di penjuru ruangan.

"Najis"

"Nama lo siapa Kak?" Tanyaku mulai penasaran, "terus masih sekolah?" Tanyaku lagi.

"Gue Ardito William, kuliah jurusan informatika di Universitas Negri Jakarta,"

Single sama jones itu beda!

BAWA AKU KE PLUTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang