"Apa aku membencinya?"
Kutatap langit-langit kamar yang berhias stiker glow in the dark. Tapi percuma juga, ini masih siang, sinar matahari tentu saja mengalahkan stikerku yang tidak seberapa.
"Apa aku memang membenci hyung?" Gumamku sekali lagi dan beralih duduk di pinggir kasur.
Kupandang foto berbingkai yang terletak di meja belajar. Fotoku dan Jihoon hyung yang masih berumur lima dan enam tahun. Sekarang umurku sepuluh tahun, berarti umur foto itu sudah lima tahun. Aku tidak ingat foto itu diambil di mana, tapi kami sama-sama tersenyum dan merangkul bahu satu sama lain.
"Kakak pulang..."
Suara Kak Suzy terdengar sampai kamarku. Meskipun kujamin bahwa ia sangat capai karena kuliah sambil bekerja, namun suaranya masih tinggi dan lantang-lantang saja. Ah, pasti hari-harinya sangat melelahkan, dan ini semua gara-gara Jihoon hyung. Tenang hyung, aku masih menyalahkanmu atas semua musibah yang terjadi menimpa keluargaku. Tapi... bukankah kau juga keluargaku, hyung?
"Argh! Tidak tahu!"
Aku berteriak sendiri. Menutup telinga dan mataku rapat-rapat. Aku benci saat kenangan bahagia yang dulu kujalani bersama hyung berseliweran di kepalaku. Rasanya ngilu dan menyakitkan. Intinya aku masih menyalahkanmu, hyung!
Tok tok tok!
"Jinyoung? Ada apa?" Suara Kak Suzy terdengar dari balik pintu yang tadi diketoknya.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
"Kakak boleh masuk?" Suaranya terdengar lagi.
Aku hanya mengangguk tanpa bersuara, tapi seakan tahu jawabanku, Kak Suzy membuka pintu lalu duduk di kasur; di sampingku.
"Ada apa?" Tanya nya pelan sambil menyibak poni yang terlalu panjang pada dahiku.
"Tidak ada apa-apa, kak."
"Memikirkan Jihoon lagi?"
Aku sedikit mengangguk sebagai jawaban. Lalu kudengar sebuah helaan nafas kecil keluar dari mulutnya. Tak lama kemudian Kak Suzy bangkit dari duduk dan mengambil benda yang tadi sempat kupandangi. Lalu kembali duduk di sampingku.
"Jinyoungie, lihat ini." Ia menunjukkan foto berbingkai padaku; fotoku dan hyung. "Sudah berapa lama Jinyoungie selalu menempel pada Jihoon?"
Aku menggigit bibir bawahku pelan sebelum menjawab, "Sudah lama sekali. Sangat lama, bahkan sebelum aku mengenal keluarga ini, kak."
Kemudian kulihat Kakakku tersenyum dan tulang pipinya bagai terangkat. "Nah. Kau dan Jihoon memang sedekat itu.. Bahkan bukankah sebenarnya bisa dibilang jika Jinyoungie lebih dekat dengan Jihoon daripada dengan kakak?"
Aku belum menjawab. Aku masih merasakan kehangatan dan kenyamanan saat Kak Suzy mengusap kepalaku pelan. Lembut sekali, membuatku rindu pada mama.
"Jinyoungie pasti hanya sedikit kecewa dengan Jihoon, bukan marah." Kak Suzy mencubit hidungku pelan. "Kakak yakin, sebenarnya Jihoon-pun juga tidak ingin melakukan hal buruk itu kemarin. Tapi mau bagaimana lagi, Paman Kai adalah Ayahnya. Jadi Jihoon menurut saja."
"Ta-tapi kak--"
"Tidak apa-apa. Pelan-pelan saja dihilangkan kesalnya, tidak perlu buru-buru." Kak Suzy tersenyum manis diantara wajahnya yang kujamin 92% kelelahan. "Sekarang makan siang dulu yuk. Kak Binnie pasti sudah menunggu."
Akupun beranjak dari kasur dan mengikuti Kak Suzy yang menggenggam tanganku lembut. Sekilas sebelum sepenuhnya pergi dari kamar, aku melirik foto berbingkai yang tergeletak di ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOING CRAZY •bjy pjh•✔
Bí ẩn / Giật gânTokoh utama bisa saja pembohong besar yang kehilangan akalnya. Pada awalnya Jihoon dan Jinyoung hanyalah dua anak polos yatim piatu yang saling melengkapi. Tidak sampai pikiran mereka terkontaminasi oleh rasa kecewanya sendiri. (Mengandung unsur-uns...