Lanjutan chapt1
"Halo?"
"Jinyoung, kau dimana? Kakak tidak bisa masuk karena kunci rumah kau yang bawa." Itu suara kakak perempuan Jinyoung, Binnie.
"A-ah, aku sedang keluar untuk makan, kak. Aku akan pulang secepatnya."
"Baiklah. Tapi jangan berkendara terlalu cepat, ya."
***
"Sudah menunggu lama, kak?"
Binnie melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "Hmm.. Kurasa sekitar dua puluh menit. Tapi tak apa. Daripada kau ngebut di jalan."
Jinyoung tersenyum kecil mendengarnya. Meskipun fakta bahwa mereka tidak memiliki ikatan darah apapun, namun keluarga tetaplah keluarga. Rasa peduli dan menyayangi satu sama lain tetap ada.
Keduanya masuk rumah setelah Jinyoung membuka pintu. Di kursi ruang tengah, Binnie langsung mendudukkan diri dan membuka laptopnya.
"Itu tugas untuk presentasi, ya kak?"
Jinyoung menyodorkan secangkir teh untuk Binnie dan kemudian duduk di sampingnya."Ah bukan. Ini untuk siaran besok."
Menjadi mahasiswa semester akhir memang melelahkan. Ditambah pekerjaannya sebagai penyiar radio juga menyita waktunya.
"Kak.." Jinyoung menjeda kalimatnya beberapa saat. "..penghasilan Kak Suzy sudah lebih dari cukup untuk kita. Kakak bisa fokus kuliah dan berhenti bekerja saja."
Ah, sangat tulus.
Binnie mengusap rambut Jinyoung gemas dan tersenyum, "Hei, aku sudah fokus pada kuliahku. Dan pekerjaan ini tidak membebaniku sama sekali. Justru kakak senang dapat meluangkan waktu di studio. Itu banyak menghiburku."
"Hhh.. kakak selalu saja menjawab begitu."
Keluarga kecil yang awalnya bahagia itu pernah merasakan luka; saat Sehun dan Irene meninggal enam tahun yang lalu.
Sebuah tragedi-kecelakaan-peristiwa-atau apalah, yang bisa disebut sebagai takdir Tuhan yang mengenaskan hingga membuat sepasang suami istri itu menghirup nafas terakhirnya. Tragedi yang benar-benar akan membuat siapa saja yang mendengar atau membacanya merasakan nyeri di dada.
Tidak melebih-lebihkan. Tapi coba baca saja sampai kisah aneh ini mencapai kata 'TAMAT'
Peristiwa itu membuat anak-anak yang mereka tinggalkan--mau tak mau--harus mengatur sendiri alur dan jalan hidupnya.
Jinyoung, kembali tak memiliki sosok ayah dan ibu lagi.
Meskipun harta yang ditinggalkan si orang tua masih ada dan lebih dari cukup-- namun untuk memenuhi kebutuhan--Suzy yang saat itu di masa kuliahnya memutuskan untuk bekerja sambilan. Sebagai tentor les di bimbingan belajar. Sedangkan Binnie dan Jinyoung masih di bangku sekolah.
Dua tahun kemudian, setelah lulus dari kuliah, Suzy menjadi guru Sekolah Dasar--namun belum digelari pegawai negeri--dan juga tetap menjadi tentor di bimbingan belajar.
Begitu pula dengan Binnie yang menginjak dewasa. Ia menjadi penyiar radio dan mahasiswa yang pintar dan berprestasi.
Berat. Kehidupan memang ada berat dan kejamnya.
Masih dalam keadaan berkutat pada laptopnya, Binnie menoleh ke arah Jinyoung yang sedang bermain dengan ponselnya.
"Kau tadi baru pulang darimana?"
Yang ditanya langsung menghentikan aktivitas dan beralih pandang ke arah sang kakak. "A-ah. Keluar bersama Guanlin." Jawabnya cepat meski sebenarnya berbohong.
HAHAHAH. Dasar Jinyoung.
"Kau itu tidak punya teman lain selain Guanlin ya? Hm?" Binnie bertanya lagi. Membuat Jinyoung terkekeh meski dalam hatinya ia merasa miris juga.
'Aku baru saja makan gogigui bersama Jihoon, kak. Park Jihoon.' ingin sebenarnya Jinyoung mengatakan itu sekarang. Membuktikan bahwa ucapan kakaknya tidak benar. Membuktikan bahwa ia juga punya teman lain selain Guanlin, dan itu Park Jihoon.
"Hehehe." Tapi nyatanya hanya tawa kecil yang dapat keluar dari mulut Jinyoung. Ia terlalu takut untuk jujur.
Takut untuk apa sebenarnya? Takut untuk bicara jujur? Atau takut pada dirinya sendiri?
HEHEHE. pendek ya?
Jadi kuputuskan buat pendek pendek aja per chapt nya.. soalnya aku pribadi kalau baca yg terlalu panjang dan alurnya ndak jelas itu suka bosen uuu :') .So, sampai ketemu chapt depaan💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
GOING CRAZY •bjy pjh•✔
Misterio / SuspensoTokoh utama bisa saja pembohong besar yang kehilangan akalnya. Pada awalnya Jihoon dan Jinyoung hanyalah dua anak polos yatim piatu yang saling melengkapi. Tidak sampai pikiran mereka terkontaminasi oleh rasa kecewanya sendiri. (Mengandung unsur-uns...